6 Tentang damara

" dia siapa bang?" tanya daniel lagi tanpa melepas pandangannya dari alina, begitupun dengan alina

" kenalin dia alina, al dia daniel" jawab alga memperkenalkan alina pada daniel

" gue daniel" tutur daniel mengulurkan tangannya kepada alina, alina yang masih bertahan dengan tatapan sinisnya menatap tangan daniel, tanpa menyembunyikan ketidak sukaannya terhadap daniel alina menjabat tangan itu. Terpaksa

" alina" tutur alina singkat.

" al lo kayaknya harus pulang deh ini udah larut banget" timpal alga menyadari keberadaan alina yang terlalu lama di sana.

" bisa lo anter gue pulang kak?" pinta alina pada alga, menatap pria itu sendu

" aduh,, gimana ya al, gue gak bawa motor gue ikut alex tadi" jawab alga merasa bersalah pada alina

" kalo gitu biar gue yang anter bang" cetus daniel, pada alga yang tengah kebingungan

" gue aja yang anter dia " terdengar suara darian dari belakang tubuh daniel, yang berjalan mendekati alina bersama anggota lainnya. Melihat damara yang tengah tertih sembari di bantu oleh darian, membuat alina jengkel. Entah kenapa ia muak melihat wajah damara kali ini.

" gue bisa sama daniel aja" seru alina, dingin ia bahkan tak lagi menyembunyikan ketidak sukaannya pada genk itu, setelah ia di manfaatkan, ia benar-benar kehilangan toleransinya. Ia memang salah telah masuk ke dalam lingkaran itu dengan gegabah, namun kali ini bukan keingannya untuk muncul di saat yang tidak tepat itu.

" iya bang biar gue aja yang anter, lo fokus sama damara dulu" timpal daniel menyetujui perkataan, alina

" emank lo tau mau nganter dia kemana?, dia ke sini sama gue, jadi gue yang harus nganterin dia balik" tutur damara melepaskan tumpuannya pada darian, dan berusaha untuk berdiri sendiri

" lo bahkan gak bisa berdiri sendiri, jangan sok bertanggung jawab deh sekarang " sinis alina tersenyum miring melihat damara yang tengah menahan sakit karena tak mampu berdiri dengan benar. Kini seluruh mata menatap kearah alina dengan tatapan tak suka, yah perkataan alina memanglah dapat memicu pertikaian. Tak heran jika seluruh anggota rascal kini menatap alina tak suka setelah apa yang ia katakan

" eh!! Lo kalo ngomong ngotak dulu, lagian siapa yang ngotot tinggal di markas gara-gara gak mau pulang?" sinis alex tak suka dengan perkataan alina sebelumnya

" lo udah di baikin ngelunjak ya, gue gak tau lo siapa tapi lo salah tempat buat ngehina damara di depan kita semua" timpal reygan lagi. Alina telah memikirkan dampak perkataannya sebelumnya, ia telah siap dengan hujatan, atau anacaman yang akan di tujukan padanya. lagi pula itu bukan maslaah untuknya, lagi pula ia telah terbiasa dengan semua jenis kalimat penghinaan atau sindiran. Jadi apa gunanya jika ia bersedih sekarang. Alina tak akan menunjukkan sisi lemahnya, bahkan alina tak merubah ekspresinya sedikitpun ketika menerima kecaman dari alex dan reygan. Sedangkan damara yang menjadi objek kalimat pedas alina sebelumnya hannya bisa menatap alina dengan ekpresi yang tak dapat di jelaskan oleh alina sendiri

" lo ikut gue" sebelum suasana menjadi lebih sensitif darian segera menarik alina menjauh dari anggota lainnya.

" gue tau lo kecewa, tapi yang damara lakuin itu buat kebaikan lo sendiri" tutur darian sembari menuntun alina menuju motor milik darian.

" kebaikan gue?, bahkan di saat dia ngejadiin gue taruhan di balapan itu?, lo bilang demi kebaikan gue!" bentak alina menentang penjelasan darian

" damara menghentikan tawaran deon disana untuk menghindari permintaannya yang lebih gila lagi " jelas darian

" apa yang lebih gila dari mempertaruhkan seseorang dalam sebuah lomba?, lo pikir itu gak cukup gila!" tungkas alina menghentak genggaman tangan darian di pergelangan tangannya, alina menghentikan langkahnya dan berteriak di depan darian, ia membecinya, ia membenci semua orang yang ada di sana, ah tidak ia membenci semua orang yang ia kenal.

" lo gak tau segila apa deon, lo gak tau segila apa dunia yang lo masukin ini, alih-alih salah satu dari 2 patner bisa aja dia mempertaruhkan lo sendiri sebagai taruhan, bisa aja dia minta lo jadi budaknya, karena dia tau lo bukan bagian dari kita dan lo itu kelemahan kita" ucap darian di depan mata alina, darian memegang kedua pundak alina mengguncangnya, meluapkan amarah yang sedari tadi darian pendam. Mendengar itu alina mulai meneskan airmatanya, tubuhnya lemah seakan nyawanya telah menguap keluar.

" lo bisa aja kan nolak permintaan gila dia?, kenapa harus lo turutin?" cicit alina di tengah tangisnya

" lo pikir semudah itu?, semakin kita ngelindungin lo, lo akan semakin bahaya di luar pengawasan kita, lo akan menjadi incaran gank licifer" jawab darian lembut

" tapii,,, bahkan ketika lo semua menyetujui itu, damara bahkan gak ada usha sama sekali untuk menang, dia bahkan lebih melindungi gadis yang jelas-jelas musuhnya itu, sedangkan gue hampir mati ketakutan di bawah kendali deon" tutur alina lagi, kini tangisnya pecah tak terkendali, hatinya sakit saat mengingat bagaimana damara mengabaikannya di saat hidupnya di pertaruhkan.

" dia sengaja!,,,, ada aturan di dalam balapan liar jika kita melakukan metode tukar patner, patner lawan tidak boleh terluka, itu adalah peraturan mutlak kepada patner wanita. Dan jika salah satu dari kami melanggar itu berarti menyatakan perang antar genk, itu sebabnya damara lebih fokus pada keselamatan patnernya, karena ia yakin seliar apapun deon, ia takkan menyakiti lo. Dan jika dmara berusaha untuk menang amarah deon takan berhenti di sana, dan itu akan semakin berbahaya buat lo yang merupakan orang asing" tutur damara panjang lebar, selama menjelaskan semuanya darian menuntun alina menuju motornya mendudukkan alina di kursi kosong di dekat sana agar membuat gadis itu sedikit lebih tenang.

" tapi gimana kalau, gue di pilih?, bagaimana kalau gue di pilih sebagai hadiah ?, gue gak mau" isak alina lagi, ia menundukkan kepalanya mengeratkan tangannya yang saling menggenggam di atas pangkuannya

" dari awal deon gak berniat milih lo, karena dia menyukai meigna, itu fakta yang pertama kali di sadari damara bahkan sebelum gue dia lebih peka dari pada gue, dan itu sebabnya dia setuju, sejak awal dia memikirkan keselamatan lo, jadi lo jangan salah paham" darian berjongkok di depan alina menatap mata gadis yang tengah menundukkan kepanya dalam-dalam. Mendengar itu perasaan alina kini berantakan, ia tak tau harus lega, marah, kecewa atau apa. Ia benar-benar bingung kali ini

" gue mau pulang" gumam alian, darian tersenyum mendengar gumaman alina, 'akhirnya gadis itu sedikit lebih tenang' pikir darian

" ya udah gue anter" balas darian dengan senyum tipisnya, ia menepuk pelan bahu alina, memberikan semangat pada gadis itu.

~

Setelah kejadian malam itu alina mendapatkan kemurkaan effrant karena telah pergi dari acara pernikahan mereka. Itu cukup hanya dengan menghina alina, hingga puas, alina tak memperdulikannya sebisa mungkin alina bersikap tidak ada di sana, dengan cara itu lah alina selamat. Satu bulan telah berlalu sejak kejadian itu alina menjalani harinya seperti biasa, ia bahkan tak pernah melihat damara lagi, hanya saja sesekali ia bertemu dengan daniel atau darian. Namun itupun hannya berpapasan saja, entah rasa bersalah yang masih tertinggal di sudut hati alina atau kerinduannta terhadap damara, itu menyebabkan alina tak henti meikirkan damara setiap harinya.

~

" al... Lo hari ini ke atap lagi?" tanya lili teman sebangku alina

" iya,, lo gak usah mikirin gue... Sana ke kantin. Gue gak mau lo juga di jauhin" tutur alina memberikan senyumnya pada lili

" sorry ya al" ucap lili merasa bersalah. Alina mengangguk mengerti membiar lili berbaur dengan teman-temannya.

Kini tinggal alina sendiri di kelas itu, alina mengambil bekalnya dan berjalan menuju tangga yang akan membawanya ke rooftop

" hah,,, seperti biasa di sini memang tempat paling nyaman" gumam alina melihat sekeliling, senyumnya merekah tubuhnya menikmati hilir angin yang lembut.

Alina melangkahkan kakinya menuju kursi panjang yang ada di sana. Ia sangat bersyukur di sekolahnya banyak pohon besar hingga bayangannya cukup membuat atap terasa teduh.

Ketika alina melangkahkan kakinya ke tempat favoritnya ia terhenti oleh, sosok pria Yang tengah tidur terlentang di atas kursi panjang itu.

Perawakannya tinggi, cukup berisi dan lengan yang berotot. Itu pertama kalinya alina melihat seseorang mengunjungi rooftop selain dirinya.

Dengan rasa penasaran alina mendekat kearah pria itu hingga bayangan dirinya mengenai pria tadi. Tangan pria itu yang terletak di atas matanya untuk menghalau cahaya matahari tergerak merasakan kehadiran orang lain di sana. Perlahan tangan itu tergeser hingga tak lagi menutupi wajah pria tadi.

Langkah kaki alina bergerak mundur wajah itu terlihat familiar. Saking terkejutnya alina hampir saja terjatuh kebelakang.

" damara?" gumam alina pelan, ia begitu terkejut melihat damara berada di sekolahnya. Ia sungguh tak mengetahui fakta bahwa mereka berada di sekolah yang sama.

" lo? " gumam damara ketika membuka matanya bayangan yang pertama kali ia lihat adalah bayang-bayang alina

" maafin gue " lanjut damara lagi mendudukan dirinya di kursi itu dengan mata yang belum sepenuhnya terbuka.

" apa?" alina di buat kaget karena permintaan maaf damara yang tiba-tiba.

" anjir sekarang lo bisa ngomong ya?, biasanya juga di mimpi gue kaga mau ngomong" racau damara tidak jelas. Ia mengusap-usap matanya, sehingga bayangan alina tadi terlihat semakin jelas

" eh? Lo sekarang makek seragam sekolah gue ya" tutur damara tak hentinya meracau tidak jelas

" gue emank sekolah di sini. Lo ngapain di sini?" alina memasang wajah kebingungannya. Membuat damara yang tadi terlihat santai kini melototkan matanya

" eh?? Ini bukan mimpi?" seru damara berdiri dari duduknya

" lo benera alina? " tanya damara menghampiri alina, menyentuh rambut alina yang terlepas dari ikatannya

" pergi!" ketus alina menghempaskan tangan damara yang menyentuh rambutnya

" gue,,, gue minta maaf!, maaf kalau gue buat lo marah, maaf gue seenaknya bawa lo ke tempat berbahaya, maaf!, maaf gue udah jahat sama lo" tutur damara tanpa bisa di cegah, tertegun! iyaa alina tengah tertegun saat ini damara telah mengakui dan meminta maaf. Sedangkan alina sampai saat ini pun tak mampu mengucapkan kata maaf sekalipun. Dan ia malah mencoba untuk mengusir damara, alina benar-benar pengecut, alina kini hanya mampu berdiri kaku di hadapan damara. Tanpa bisa mengucapkan maaf seperti yang damara lakukan.

" lo ngapain di sini?" bukannya meminta maaf atau menanggapi permintaan maaf damara alina malah melontarkan pertanyaan random yang sama sekali tidak penting di situasinya itu.

" apa??, ya gue emank sekolah di sini " jawab damara spontan

" owh,,, lo udah makan? Ini udah jam makan siang " tutur alina melewati tubuh damara.

" lah? Yang bener?, aduh kebablasan dong gue tidurnya" tutur damara heboh

" eh!! Lo udah maafin gue belum?" sentak damara teringat dengan tujuan awalnya.

" hmmm,,,,, ini aaa" alina menyodorkan sepotong sussage kemulut damara

" thank u" balas damara menerima suapa alina

" lo beneran udah maafin gue?" tanya damara lagi,, tak melepas tatapannya pada alina.

" berisik! " tegur alina sambil mengunyah makanannya

" ya,, gue udah lama nyariin lo ke komplek rumah lo terus di taman juga. Tapi gue gak pernah ketemu sama lo" jelas damara memajukan kepalanya dan membuka mulutnya sambil menatap makan siang alina dan alina bergantian

" apa? " tanya alina melihat gerak gerik dmara.

" aa lagi " rengek damara

" ngerepotin!" ketus alina namun tetap menuruti permintaan damara

" mulai bulan lalu gue kerja Sambilan di cafe tante gue, pulang sekolah sampek jam 8 malem mungkin karna itu lo gak pernah ketemu gue di jalan" tutur alina, ia mengunyah makanan nya pelan menikmati waktu yang tersisa sebelum bel berbunyi

" lo kerja sambilan? Emank orang tua lo gak biayain lo?" tanya damara ia hendak menerima suapan alina lagi namun makanan itu tak kunjung sampai ke mulutnya karena alina menghentikan gerakan tangannya dan menatap damara sinis.

" ayah gue udah nikah lagi, bunda gue meninggal. Gue terlalu gengsi nyusahin bokap" tutur alina membawa suapan yang hendak ia berikan pada damara itu, kemulut nya sendiri.

" eh! Kok dimakan?" seru damara kecewa

" kenapa? Ini punya gue! Emank lo kaga di urus orang tua lo sampek lo minta makann gue?" balas alina yang membalikkan perkataan damara tadi

" sorry,,, gue lupa tentang nyokap sama bokap lo" tutur damara merasa bersalah

" lupa? Emank gue pernah cerita?" tanya alina

" pas di taman, lo cerita sendiri" tutur damara lagi

" oh,, lo masih inget?. Nih makan!" mendengar itu damara kembali mengangkat kepalanya Dan menerima suapan alina.

" oh ya,, kok lo bisa maafin gue gitu aja sih?"

" karna gue juga salah" balas alina menatap damara tenang

" lo? Salah apa" jawab damara dengan wajah kebingungan.

" gue salah marah-marah sama lo tanpa mau mendengar penjelasannya" jelas alina melanjutkan sesi makan siangnya.

" tapi gue emank gak pingin jelasin juga, ribet" tutur damara membuka mulutnya sambil mengarahkan telunjuknya ke sana sebagai kode untuk alina menyuapinya.

" gue tau, kak der yang bilang ke gue, biar gak salah paham sama lo. Karna dia tau lo gak akan bisa jelasin apa-apa" jelas alina menyuapi damara lagi dengan ekspresi jengkel.

" tapi gue emank niat manfaatin lo" balas damara menggoda alina.

" gue tau, karna lo gak mau cewek itu terluka" jawab alina santai menatap damara. Sambil mengunyah makan siangnya.

" kok lo tau?" tanya damara terkejut.

" intuisi ?,, setelah gue pikir-pikir gak ada salahnya buat lindungin orang yang berarti untuk kita. Lo cuma manusia, egois untuk manusia udah biasa" tutur alina sambil tersenyum tipis melirik damara.

" tapi makasih udah mikirin keselamatan gue walaupun sedikit" lanjut alina lagi.

" gue tau fokus lo cewek itu, tapi lo juga celaka karena itu" sambungnya setelah menguyah makananya tadi.

" karna itu gue juga gak bisa marah" lanjut alina menyuapi damara. Damara yang mendengar itu memasang wajah kebingungan.

" mungkin kalau di bilang suka itu berlebihan. Tapi buat gue dia berarti, dari pada suka gue lebih seperti bertanggung jawab buat jagain dia" balas damara setelah mendengar ocehan alina tadi.

Alina hanya mengangguk-anggukan kepalanya saat damara membantah presepsinya. Ia hanya tak ingin mengakuinya menurut alina damara belum bisa membedakannya. Tak lagi berniat ikut campur lebih dalam lebih baik alina berpura-pura tidak mengetahui apa-apa

💗

" aku dan kamu telah berbagi masalalu, apakah sekarang kita teman?"

" hmmm yaa, tentu!"

" mulai sekarang boleh aku berbicara santai dengan mu?"

" yah,, lakukan sesukamu mei" tutur pria itu melemparkan senyumnya pada meigna

" ra,, lo janji ya bakalan selalu ada buat gue"

" gue gak, janji tapi gue usahain" balas damara mengaitkan kelingkingny Di kelingking meigna

" janji ya," seru meigna dengan senyum lebarnya.

~

avataravatar
Next chapter