23 Perpisahan

Setelah malam itu. Effrant kian memburuk. Bahkan alina tak lagi dapat menatap mata ayahnya itu karena terlalu takut.

" hari ini saya akan pulang larut. Untuk mengurus pekerjaan yang tersisa sebelum saya di pindah tugaskan. Jadi jangan menunggu saya malam nanti" ucap effrant bercengkrama dengan emmy

" kapan kita akan pergi?" tanya emmy pada effrant

" saya akan langsung berangkat. Setelah pekerjaan saya selesai di kantor pusat"

" apakah anda akan pergi jauh?" tanya alina yang tau mengerti arah pembicaraan kedua orang tuanya itu.

" astaga apakah kamu tidak tahu?. Kami akan pindah ke luar negeri untuk. Mengurus secara langsung proyek baru di sana" tutur emmy sopan namun dengan nada mengejek.

"  Pindah? " tanya alina syok

" iya.. saya dan mas effrant. Apakah kamu belum memberitahunya sayang?" tanya emmy pada effrant

" ini bukan hal yang besar. Saya pikir tidak penting memberitahunya. Uang bulanan akan saya kirim. Dia juga bekerja di cafe yang di kelola annya. Lagi pula annya adalah bibinya. Jadi itu bukanlah masalah, annya bisa membantu saya untuk mengawasinya" ucap effrant secara gamblang

" apakah bagi anda saya hanya perlu di awasi ?" ucap alina tersenyum kecut menatap piringnya yang masih penuh.

" saya hanya tidak ingin repot-repot membawa kamu ke luar negri untuk mengurus proyek"balas effrant dingin

" begitu merepotkan-nya kah saya bagi anda? ayah? "

" habiskan makananmu. Tidak ada yang berubah walaupun kamu. Merasa ini tidak adil"ketusnya lagi.

~

Pagi itu damara meninggalkan apartmennya. Dengan kondisi yang masih berantakan. Untuk berangkat kesekolahnya.

Paginya terasa berat, setelah pertengkarannya dengan alina terakhir kali. Entah apa yang alina pikirkan atau siapa yang mengatakan hal itu pada alina. Namun damara tak dapat membantahnya dengan tegas. keragunnya yang sempat meliputi pikiran damara sejenak, membuat kesalah pahaman itu menjadi semakin besar.

" ra... lo kemarin kaga jadi jengukin daniel?" tanya anton yang langsung menghampiri damara. Ketika ia baru saja memasuki kelasnya

" ya...gue balik lagi. Terus buah yang lo titip udah gue makan" celetuk damara acuh

" wah.. gila lo ya. Kan gue nitip buat daniel. Malah lo makan" kesal anton, menghampiri damara yang sudah duduk di meja miliknya.

" gue gak bisa masuk ke sana. Adik gue meninggal di sana. dan gue masih trauma sama rumah sakit " tutur damara terus terang. Seketika anton yang sedari tadi ribut mengatai damara. Terdiam setelah kalimat itu terlontar dari mulut damara

" dia udah gak ada. Lalu apa masalahnya " celetuk aldo. Yang kemudian mendapatkan pukulan kecil dari antonyang berada di sebelahnya

" lo tau apa?. Lo bahkan gak pernah mengalaminya" sinis damara menatap aldo dengan tatapan tajam

" gue gak tau apa derita lo di masa lalu. Tapi menurut gue. apa yang udah pergi. Gak akan bisa kembali walaupun lo terus merasa bersalah dan terus terjebak di dalamnya" aldo tak diam saja menanggapin ketajaman ucapan damara. Ia juga tak ingin kalah dari pria itu untuk mengungkapkan opininya

" udah-udah lo bedua ngapain sih. Pagi-pagi udah ribut" anton menyela percakapan panas di antara keduanya. Sebelum kalimat sinis itu berubah menjadi hantaman Dingin tanpa perasaan

Di kantin. Seperti biasa genk rascal di tambah anton dan aldo selalu berkumpul, di sana.

" eh... tunggu kayaknya ada yang kurang nih" ferdi yang baru saja datang. Membuat suasana yang semula tenang menjadi sedikit ricuh

" apaan sih lo fer. Dateng-dateng toa " celetuk kriss

" alina mana?" tanya reygan

" eh...? iya alina mana?" celtuk mano yang baru menyadari. Ketidak hadiran alina

" li.. tau kok tumben gak bareng alina " tutur daniel bertanya pada lili

" eh.... alina lagi di uks. Katany gak enak badan " ucap lili santai

" alina sakit?. Lo kok di sini bukannya nemenin dia" nada bicara reygna sedikit tinggi sehingga menimbulkan sedikit nada bentakkan di sana yang membuat lili cukup terkejut olehnya.

" eh.. dan lo mau ke mana?" lili menjegah gerakan daniel yang hendak pergi dari kantin

" gue mau nyamperin alina" ucap daniel ketus

" tunggu!" lili berdiri dari duduknya menahan gerakan daniel

" lo jangan kesana. Gue pikir alina gak mau di jenguk siapa-siapa. Ini bukan sekali dua kali alina seperti itu. Kalian semua tau alina seperti apa. Biarkan dia sendiri" ucap lili menyakinkan daniel dan semua yang ada di sana Yang tengah menatap lili dengan sorot mata kecewa.

" udah... duduk-duduk. Lo berdua kenapa sih. Gak usah lebay deh. Lagian yang di bilang lili juga ada benernya. Mending lo duduk anteng di sini trus makan ye kan" ferdi menyuarakan pendapatnya untuk memecahkan suana yang sempat tegang

" yang di bilang ferdi bener dan. Mending kita biarin alina sendiri dulu" celetuk anton

" dia juga perlu waktunya untuk sendiri. Sejak kedatangan kita di hidupnya. Dia udah kehilangan waktu dia untuk dirinya sendiri. Jadi sekarang lo mending diem di sini" sambung kriss

Seketika suasana kembali menjadi senyap. Karena tak ada alina yang menjadi penghubung di antara mereka. Lili pun hanya bisa terdiam, di antara para pria di sana. Terkadang ia menjawab. Dan membalas candaan mereka dengan sedikit canggung. Namun kriss selalu memperhatikan lili sehingga gadis itu tak merasa terasingkan di sana.

Beberapa hari setelah ia mengetahui segalanya. Alina lebih sering menyendiri dan termenung di setiap kegiatan yang ia lakukan. Sehingga membuat daniel dan yang lainnya kebingungan. enggan untuk mengganggu alina.

" al, hari ini lo gak kumpul lagi sama yang lainnya?" tanya lili pada alina yang terdiam di mejanya padahal bel istirahat telah berbunyi beberapa menit yang lalu

" gue lagi gak mood li. Sorry gue gak nemenin lo" ucap alina lemah

" ya udah nanti gue bilang ke yang lainnya ya" ucap lili sedikit tersenyum kemudian meninggalkan alina di sana sendiri. Lili melangkahkan kakinya dengan semangat menuju kantin untuk berkumpul dengan daniel dkk. Semakin hari ia semakin di terima di sana walaupun alina tak ada di sana. Lili mrasa sangat senang karena ia telah merasa menjadi bagian dari mereka.

Di tengah lorong yang sepi. Di mana kebanyakan siswa/i menuju kantin untuk mengisi perutnya. Alina tengah menelusuri lorong. Melewati kelas-kelas kosong di sana.

" aaaaa" yang tadinya suasana terasa begitu tenang. Tiba-tiba tangan alina di tarik masuk oleh seseorang yang alina sendiri tidak tau siapa. Kejadian yang tiba-tiba itu berhasil membuat alina berdebar

" al... mau sampai kapan lo kayak gini" suara itu membuat alina mengangkat kepalanya. Dan meletakkan kembali tangannya ke posisi semula. Telinga tidak tertutup lagi. Kini ia tak meringkuk lagi di cengkraman damara. Gengsinya terlalu tinggi untuk memasang pertahanan yang lemah itu di depan damara

" ngapain lo narik gue ke sini?" sinis alina

" al... gue tau lo beberapa hari ini ngehindarin gue. lo sama sekali gak ke atap ataupun ke kanti. Lo selalu bersembunyi di uks atau perpustakaan"ucap damara menghujami alina dengan banyak pertanyaan.

" al, tatap mata gue" pinta damara dengan suara yang lembut,

" kenapa?. Bisa lo jawab kenapa?" ucapnya lagi suara itu terdengar lirih dan penuh keputus asaan.

" karna gue gak mau ketemu lo lagi!" bentak alina menatap mata damara tajam. Seperti yang ia minta

" puas lo?" tatapannya jatuh, ia tak dapat melihat sorot mata kecewa milik damara.

" lepasin gue sekarang" alina berusaha melepaskan cengkraman tangan damara di lengannya. Namun tenaga pria itu begitu kuat

" enggak... gue gak bisa lepasin lo sekarang sebelum kesalah pahaman ini Semakin membesar....."

" apa? Kesalah pahaman apa yang lo magsud?"ucap alina memotong klaimat damara.

" gue gak merasa ada kesalah pahamn di antara kita" lanjutnya setelah, terjeda sebentar kaget melihat ekspresi damara yang terlihat sedih.

" gue gak punya suatu hal yang bisa di bicarain sama lo. Sekarang lo lepasin gue" pinta alinamengakhiri kalimatnya,

" al.. dengerin gue dulu. Apa yang lo pikirin tentang gue. itu salah. Itu gak bener al. Gue bener-bener sayang sama lo. Gue tulus" tutur damara mempererat cengkramannya

" mana?. Mana ketulusan lo?, gue gak liat dimana itu ketulusan?"

PLAK....

" lo gila ya!" bentak alina marah. Ketika damara tiba-tiba ingin mencium alina dengan paksa

" gue gak nyangka. Ternyata lo seegois ini" alina pergi dari gudang kosong itu. Meninggalkan damara yang masih membeku di tempatnya setelah tamparan alina membuatnya sadar. Dan kembali rasional.

" lo udah gila ra" gumam damara terdiam di tempatnya sambil. Memegang pipinya yang di tampar oleh alina tadi

~

Alina baru saja pulang dari sekolah dan langsung menuju rumahnya. Hari ini ia sedang tidak ingin pergi ke cafe dan hanya ingin pulang. Rasanya ia tak ingin melakukan apa-apa hari ini.

" kalian mau kemana?" tanya alina saat ia baru saja sampai. Di rumahnya ia melihat ayah dan ibu tirinya itu sedang mengemas barang mereka yang sudah di rapikan

" kamu belum tau hari ini kita akan berangkat. Ke london ayah kamu telah menyelesaikan pekerjaannya dengan cepat di sini dan kami harus tinggal di london untuk mengurus bisnis di sana" jelas emmy singkat, sambil berlalu

" apa ini?. Kenapa ayah tidak mengatakan apapun" tutur alina terkejut

" apa yang harus saya katakan? Pada akhirnya kamu akan tau dengan sendirinya. Seperti sekarang" ucap effrant ketus

" apakah ayah tidak merasa bertanggung jawab dengan saya?. Anda bilang walaupun saya bukan anak anda, tapi saya tetap tanggung jawab anda. Namun kenapa sekarang anda malah meninggalkan saya di sini sendiri?" ucap alina lemah

" bukankah kamu ingin melakukan semuanya semaumu?. Ini adalah kesempatanmu" apa yang effrant katakan itu benar. Ini adalah yang alina inginkan. Namun tidak dengan cara seperti ini. Tidak dengan ia di tinggalkan sendiri oleh ayahnya.

" anda boleh mengabaikan dan terus mnghina saya. Tapi saya mohon tinggalah di sini. jangan tinggalkan saya sendiri. Ayah, saya masih memerlukan sosok ayah" alina terisak berbicara terbata memohon pada ayahnya

" mulai besok akan ada ibu rumah tangga yang akan memasak dan membersihkan rumah. Dan juga kamu memiliki annya. Kamu bisa menginap di sana jika kamu terlalu takut untuk sendiri di rumah ini"

" sudah lah al. Kamu jangan merengek seperti anak kecil, ayah kamu memiliki urusan yang sangat penting di sana, dia harus pergi " ucap emmy mensehati alina

" saya akan mengirimkan uang lebih setiap bulannya jadi kamu tidak perlu khawatir"

" saya benci karena anda adalah seseorang yang di nikahi ibu saya dan bukan ayah saya " mendengar ucapan effrant yang terdengar acuh dan tanpa perasaan sedikitpun ketika meninggalkan putrinya di negara itu sendirian. Membuat alina marah.

" saya akan hidup dengan tangan saya sendiri, saya bukan anak anda dan anda bukan ayah saya. Baiklah saya akan menerima kenyataan itu mulai sekarang. Selamat menempuh hidup baru dan semoga perjalanan anda menyenangkan " nada suara alina terdengar sinis dan tajam. Kakinya memutar arah untuk mengurungkan niatnya memasuki rumah itu. Yah rasanya seperti tidak memiliki rumah lagi. Rumah itu terasa asing karena itu adalah milik pria yang bernama ayah

Di taman, di jalan, alina menyusuri jalanan dengan kakinya. Ia menerpa hangatnya udara sampai dinginnya hembusan angin di malam hari, ia melihat terangnya matahari menyinari dunia hingga proses tenggelamnya matahari. selama itu lah alina tersesat di jalannya.

" udaranya segar" tutur alina merentangkan tangannya menghadap ke besi penghalang sebuah jembatan.

" rasanya seperti di peluk" gumamnya lagi. Senyumnya merekah Pahit dengan air mata yang mengalir. Suasanya remang, dan ramai arus kendaraan memenuhi telinga alina. Namun apa?, tempat itu masih terasa sunyi. Seperti hanya ada dia di sana.

" JANGAN!!! "

Tubuh alina melayang, seseorang menangkapnya dari belakang sehingga ia tak lagi memijak besi pembatas jembatan

" damara?"celetuk alina saat matanya menangkap sosok damaralah yang membuatnya terkejut.

" ngapain lo di sini?" tangannya memeluk erat tubuh alina, suara di penuhi dengan intonasi kekhawatiran

" ngapain lo bilang?. Justru gue yang nanya itu ke elo. Ngapain lo di sini?" alina menyeimbangkan tubuhnya dan berusaha untuk lepas dari rangkulan damara.

" lo gila ya?. Lo mau mati gitu aja di sini?. lo gak selemah itu al. Lo harus sadar" bentak damara tanpa mempedulikan ucapan alina sebelumnya

" siapa, yang bunuh diri?" balas alina memutar bola matanya. kesal

" ya elo lah. Ngapain juga lo berdiri di situ kalau bukan mau bunuh diri?"

" gue sempet mikir begitu tapi kayaknya airnya dingin. Jadi gue batal" tutur alina cuek

" ada apa?" tanya damara

" gue di buang"jawab alina singkat

" sini naik, gue gendong"damara berjongkok di depan alina mempersilakan gadis itu untuk naik ke punggungnya

" gue masih bisa jalan" tutur alina berjalan melewati damara

" udah sini naik"pria itu menyusul langkah kaki alina, menghentikan langkah gadis itu untuk memintanya naik di punggung pria kecil itu. alina pun pasrah dan, akhienya mengikuti printah damara, lagian kakinya itu sudah lelah karena berjalan cukup jauh.

" siapa yang ngebuang lo?. Gue mau berterimakasih karena sekarang gue bisa mengurus lo sepenuhnya" gurau damara mengngusir keheningan

" gue bukan barang" kesal alina memukul punggung damara

" al... lo gak sendiri. Lo tau anak-anak yang lain pada galau mikirin lo gara-gara lo menjauh dari mereka" peringat damara

" gue gak punya siapa-siapa"balas alina sedikit berbisik

" lo masih punya gue, lo masih punya tante annya, lo masih punya anggota rascal lainnya" ucap damara

" makanya lo senderan di bahu gue aja kalau lo lagi capek" ucap damara lagi

" apaa sih" ketus alina tak mengerti magsud perkataan damara

" gue kan juga mau lo senderin, emang daniel doang yang boleh lo senderin?"

" hmm kalau gitu gue pinjem bahu lo ya" ucap alina memeluk erat leher damara dan menyembunyikan kepalanya di bahu damara, dia sangat lelah, dia perlu istirahat. dia lelah berdebat dengan dirinya sendiri. maka ia akan melonggarkan sedikit batasannya agar dirinya pun bisa beristirahat.

" bawa pulang juga boleh" canda damara lagi

" ngeri yang ada" gumam alina di balik bahu pria itu

"nah gitu dong senyum " ucap damara dalam perjalanannya

" sok tau, gue gak senyum kok " ucap alina kesal

" ya,, ya,,, lo gak senyum dan gue yang salah " damara memilih mengalah karena tidak ingin bertengkar lagi dengan alina, ia merasakan pipi alina terangkat di punggungnya, itu pun sudah cukup baginya. ia tak ingin merusak suasana hati alina yang sudah membaik

💗

siang itu damara hendak menemui alina dan meminta maaf secara langsung. ia menunngu di depan rumah alina, karena hari itu alina tidak ergi bekerja. jadi ia nekat untuk menemuinya secara langsung.

sekitar 2 jam damara menunggu alina, pesan dan teleponnya di abaikan oleh alina, bell rumah pun terus ia bunyikan namun tak satupun anggota keluarga yang keluar dari rumah itu.

" nak,,, kamu sedang apa di sana? " seorang tetangga menyapa damara yang tengah duduk di depan rumah alina sedari tadi

" ah,, bu saya ingin bertemu seseorang di rumah ini, tapi sejak tadi saya memencet bel tidak ada orang yang membukakan pintu, atau pun menjawabnya " tutur damara

" pemilik rumah ini dan istrinya sudah pindah nak, mereka meninggalkan anak gadisnya yang masih smp di sini sendirian,hah,,,, kasihan sekali anak itu. lebih baik kamu pulang saja nak, rumah ini sedang kosong, anak perempuan pemilik rumah ini, sepertinya sedang tidak ada di rumah  " ucap wanita paruh baya itu

" ah... begitu, baik terimakasih bu kalau begitu saya pamit dulu " ucap damara kemudian melajukan kendaraannya untu mencari keberadaan alina

' damara bodoh.... gadis kecil itu sedang dalam kesulitan tapi lo malah memperbesar masalahnya ' pikir damara meruntuki dirinya sendiri

" kamu di mana al?" damara menyusuri jalanan untuk mencari ke beradaan alina. cukup lama ia mengelili kota untuk mencari keberadaan alina, sampai ia menemukan alina yang tak jauh dari nya sedang berjalan sendirian di terotoar jalanan. hari sudah sore dan akan segera gelap, namun gadis itu berkeliaran tanpa menggunakan baju yang tebal.

" kamu selalu membuat orang lain khawatir al" gumam damara, ia memarkirkan motornya tak jauh di sana, turun untuk menyusul alina.

sampai akhirnya ia tak ingin mengganggu gadis itu dan berakhir dengan mengikuti langkah alina tanpa suara.

~

avataravatar