2 Ayah ?

" astaga!! Den damara,, aden dari mana aja??, tuan marah besar karena aden pergi dari rumah" damara di sambut oleh pembantunya dengan ekspresi terkejut ketika melihat kedatangan damara kembali ke rumah itu.

" siapa bi?? " tanya alvaro berjalan turun dari lantai 2, usai bersiap untuk berangkat kerja.

" ini tuan, den damara udah pulang" ucap bibi itu sedikit berteriak.

" oh,, saya kira kenapa, suruh dia masuk, dia pasti lapar " alvaro tersenyum sinis, melihat anaknya yang kembali pulang ke rumah.

" duduk ayo kita sarapan! ayah akan melupakan segalanya jika kamu bersungguh-sungguh menyesali kesalahanmu kali ini damara " ucap alvaro sambil mendudukan dirinya di meja makan. Damara memasuki rumah itu dengan santainya, ia bahkan tersenyum tipis ketika di remehkan oleh alvaro ayahnya sendiri.

" damara kesini, bukan untuk kembali ke rumah ini! Damara ke sini untuk mengucapkan selamat tinggal " ucap damara serius menatap alvaro. Alvaro yang mendengar penuturan damara itu menghentikan gerakan tangan yang tengah menyedokkan nasi kemulutnya. Kemudia ia beralih menatap damara setelah meletakkan sendok dan garpu itu dengan tenang.

" kamu terlalu polos damara, apakah kamu tau dunia seperti apa yang akan kmu pilih itu?" cibir alvaro remeh, sudut bibir alvaro terangkat, menciptakan senyum miring yang terkesan remeh.

" baiklah kita lihat seberapa lama damara akan bertahan, atau seberapa lama ayah dapat mempertahankan kesombongan ayah itu" ucap damara menekankan setiap kata yang ia lontarkan di hadapan alvaro dengan percaya diri, ia mengakhiri kalimatnya di sana, cukup untuk memprovikasi alvaro karena telah meremehkannya. Kemudian damara pergi dari rumah itu, tanpa penyesalan, tanpa rasa takut, ia melangkahkan kaki dengan penuh kebebasan.

" Anak tidak tau di untung!,, damara adrigantara kembali kamu! " alvaro menggebrak meja makan kesal melihat anaknya yang membangkang seperti itu Membuat kepalanya pusing, alvaro terduduk dan memijat pelipisnya kalimat damara memenuhi kepala alvaro, kalimat itu menghipnotisnya, kalimat itu menyentuh sisi sensitifnya. damara memang tau kelemahan ayahnya. Hingga ia berhasil membuat alvaro cukuo terintimidasi.

" baik lah kita lihat seberapa lama kamu akan bertahan damara" gumam alvaro sinis, ia merasa di tantang oleh anaknya sendiri. Hingga alvaro pun menerima tantangan itu, ia akan memberikan waktu damara membuktikan dirinya.

FLASHBACK OFF

" permisi tuan, saya datang untuk melapor " seorang pria mengetuk pintu ruang kerja alvaro.

" masuk" perintah alvaro, orang itu pun membuka pintu dengan sopan dan menghadap kepada alvaro. Tubuhnya bergetar keringat dingin mulai bermunculan, pria itu terdiam membeku disana menunggu izin alvaro untuk berbicara.

" katakan" perintah alvaro dingin, menatap pria itu sambil memengang dokumen yang di berikan asistentnya.

" saya sudah menemukan keberadaan anak tuan" ucap pria itu, bergetar karena ketakutan.

" saya sudah sangat jengkel karena kalian membutuhkan waktu 1 tahun hannya untuk menemuan anak ingusan itu, sekarang laporkan sedetail-detailnya" perintah alvaro tegas.

" damara adrigatara tinggal di grant a*enue lantai 3 nomor unit 302, tingkat 2 di SMP Nusa Bangsa, apartemen terdaftar atas nama darian medison anggara ketua dari genk motor jalanan, aktif dalam balap motor liar selama 5 tahun terakhir, untuk selengkapnya tertera dalam dokumen yang tuan pegang" tutur pria tadi gugup di hadapan alvaro.

" kamu boleh pergi" perintah alvaro dingin tanpa menatap pria suruhannya itu. Alvaro menyeringai, menekan tombol panggilan suara. Mendekatkan bibirnya kearah panggilan suara itu.

" siap kan mobil " perintah alvaro kemudian bangkit keluar ruangan miliknya.

~

Hari semakin sore, alina akhirnya memutuskan untuk pulang, ia sedikit murung karena harus berpisah dengan orang-orang yang baru ia temui, mereka mungkin sedikit menyeramkan namun di luar dugaan mereka cukup ramah, pikir alina.

" ra,, lo bisa turunin gue di sini " alina mengintrupsi damara, yang sontak membuat damara menarik rem nya secara mendadak.

" aduh,, lo kalo mau suruh berhenti dari tadi kek, jangan mendadak gitu " seru damara, dengan nada yang terkesan jengkel.

" sorry, " gumam alina turun dari motor damara.

" thank you udah menemenin gue seharian" ucap alina tersenyum menatap damara sebagai bentuk formalitas, namun damara tak mendengarkannya, mata itu terfokus pada sebuah rumah ber-gerbang hijau tak jauh dari sana

" lo liatin apa?" tanya alina bingung

" lo beneran tinggal di daerah sini?" tutur damara tanpa mengalihkan perhatiannya dari rumah itu

" iya,,, " jawab alina singkat

" lo tau gak keluarga yang tinggal di rumah itu?" tunjuk damara ke arah rumah ber-gerbang hijau tadi.

" tau,,! di rumah itu tinggal satu orang ayah dan anaknya " tutur alina mengikuti arah telunjuk damara

" oh ya?," tanya damara lagi

" iya!! Emank kenapa?" tanya alina curiga

" enggak, Cuma gue dulu pernah tinggal di daerah sini" jawab damara asal

" gue gak pernah liat lo di daerah sini" tanya alina lagi

" gue emank gak pernah keluar rumah, dan gue udah pindah sekarang " ucap damara kini menatap alina, sekilas

" owh,," ucap alina cuek

" ya udah lo hati-hati, gue balik" pamit damara kemudian memutar motornya dan menghilang dari pandangan alina.

Setelah damara menghilang dari pandangannya barulah alina mulai berjalan pelan memasuki rumahnya yang terlihat sepi. alina memasuki rumah itu dan melihat sang ayah tengah duduk di meja makan, terlihat seperti menunggu seseorang.

" dari mana saja kamu? " tanya effrant ketus, saat melihat alina yang baru saja memasuki rumah.

" saya hanya mencari udara segar " dalih alina, ia berjalan pelan mendekat kearah ayahnya berniat untuk memberi salam sebagai bentuk hormat kepada ayahnya sendiri.

" saya tidak peduli kamu melakukan apa, dan pergi kemana, tapi kamu harus tetap menjaga nama baik keluarga saya " sinis effrant lagi.

" sedikt saja kamu membawa rumor tidak baik ke rumah ini, saya akan mengirim kamu ke panti asuhan" ancam effrant.

" bagaimana dengan ayah?, bagaimana dengan ayah yang membawa pulang seorang wanita dan berniat untuk menikahinya bahkan belum genap satu tahun bunda meninggal! " teriak alina pada ayahnya

" saya peringatkan! saya bukan ayah kamu " tutur effrant dingin

" baiklah anda bukan ayah saya, saya harap saya tak melihat anda lagi " ucap alina bergetar menahan air matanya

" saya anggap itu sebagai jawaban mu, saya akan memberikan uang setiap bulannya, gunakan uang itu untuk hidup dengan benar dan jangan mengganggu hidup saya dan calon istri saya di rumah ini " ujar effrant, alina tak ingin mendengar perkataan effrant lagi. ia pun dengan segera melangkahkan kakinya menuju kamar miliknya di lantai dua. menjatuhkan tubuhnya di atas kasur dan menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut. Alina meluapkan emosinya di sana ia marah dan sedih, ia berteriak dalam diam. Ia menumpahkan semua kesedihan dan amarah yang ia pendam selama ini dalam 1 malam, hingga ia begitu lelah bahkan jika hanya untuk bernafas. Ia lelah akan segalanya.

~

Di sisi lain damara yang baru saja mengantarkan alina pulang dengan selamat segera menuju apartemen miliknya, ia merasa letih seharian, ia ingin segera mengguyur badannya dengan air hangat dan menyelimuti tubuhnya dengan selimut tebal dan hangat.

Damara tengah menyusuri lorong menuju ke unit miliknya, namun dari kejauhan damara dapat melihat, seseorang berdiri tegap di depan unit apartemen miliknya.

" siapa kalian?" tanya damara mendekat, kedua orang itu menoleh ke arah damara dan membungkuk. salah satunya maju lebih mendekat ke arah damara.

" tuan alvaro telah menunggu anda di dalam" ucap orang itu. DHEG jantung damara berdetak kencang ketika mendengar nama alvaro. Ia pun segera masuk ke dalam apartement miliknya. Dan menemukan alvaro yang tengah duduk santai di atas sofa di ruang tengah apartement milik damara.

" bagaimana ayah bisa masuk ke apartmen saya?" senis damara menghampiri alvaro yang tengah duduk dengan santai di sofa ruang tengah

" oh,, kamu sudah pulang?, ayah tidak menyangka akan memerlukan waktu satu tahun untuk menemukan mu damara. Dan ayah baru menyadari kamu memiliki kemampuan menyusun rencana sedetail itu, hanya untuk kabur dari ayah" tutur alvaro santai ia bahkan melipat kakinya dengan nyaman ketika didik di sofa itu.

" tentu saya harus pintar jika harus lepas dari genggaman ayah" cibir damara pada alvaro, seolah ia mengejek kesombongan ayahnya satu tahun yang lalu.

" sangat di sayangkan jika potensi milikmu di sia-siakan, kembali pada ayah damara, jadilah penerus perusahaan, ayah janji ayah akan memberikan segalanya untuk kamu" tawar alvaro, ia mulau berdiri dari duduknya, membenahi letak jam tangannya dengan elegan. Menunjukkan bertapa berkarismanya seorang alvaro sang pengusaha sukses.

" ayah pikir damara akan kembali?, setelah apa yang ayah lakukan pada bunda dan meida? " ketus damara, tersenyum kecut membalas kesombongan alvaro yang mulai terbangun tinggi.

" kenapa?, siapa yang menghianati ayah pantas mati damara! Ibumu hanya wanita tak tau diri yang berselingkuh, padahal ayah memberikan segalanya padanya, tapi dia malah memilih pergi bersama pria lain " tutur alvaro mengingat masa lalu sambil tertawa sinis. Ia memutari sofa itu berjalan pelan kearah damara, jemarinya menyapu permukaan sofa. Dan berhenti tepat di depan damara.

" tapi apa salah meida?, dia tidak ada hungungannya dengan semua itu! " teriak damaar pada ayahnya

" salahnya ?, hah,, damara-damar dia hanyalah tali pengekang agar kamu tdak memberontak lagi. Tidakkah kamu menyadari itu ? " ucap alvaro tersenyum sinis pada damara, damara yang mendengar jawaban mengerikan dari ayahnya itu hannya bisa tersenyum miris

" jadi ayah hannya memanfaatkan keberadaan nya?, apakah ayah juga berniat membunuh damara dengan cara yang sama? " sinis damara dengan senyuman miris di wajahnya

" shhsst kata-katamu sedikit berbahaya damara, ayah sarankan kamu lebih berhati-hati dalam berbicara! Jika tidak semua akan tau kamu yang membunuh meida" bisik alvaro mendekati damara

" apa yang ayah bicarakan? " tubuh damara menegang mendengarkan bisikan dari alvaro jantngnnya terasa jatuh, dan aliran daranya berhenti di detik itu juga

" kamu masih belum menyadarinya?, hah,,,! Jadi selama ini kamu membenci ayah karena mengira ayah yang membunuhnya? " alvaro berjalan melewati damara menahan tawanya, damara membeku di tempat ia marah, ia murka namun ia tak dapat berbuat apapun. Damara termakan permainan alvaro, ia masuk dalam permainannya

" apakah kamu ingat dimana kamu meninggalkan meida saat hujan deras itu? " teriak alvaro melirik kre arah damara

" ba,, bagimana ayah bisa mengetahuinya " air mata damara terjatuh, ia mengepalkan tangnnya erat, dengan urat tangnnya yang timbl jelas

" saat itu kamu berbohong kehilangan meida secara tidak sengaja. Pada kenyataannya kamulah membunuh gadis malang itu melalui keinginan yang selama itu terpendam, jangan munafik damara " jawab alvaro ia terhenti tepat di pintu masuk aprtemen damara

" lakukan semua yang ingin kamu lakukan mulai sekarang ayah akan memenuhi segala kebutuhanmu, namun ingat 1 hal damara, kamu tidak akan bisa lari dari genggaman ayah, selagi kamu masih menyandang nama adrigantara" alavro meninggalkan perhatiannya, dan ancamannya secara bersamaan, meningkalkan kesan monster di benak damara. Itu adalah terakhir kalinya damara melihat alvaro, ia benar-benar menepati janjinya, ia membiarkan damara bebas namun dengan tali pengekang di lehernya. Yang kapan saja bisa ia tarik kembali kegenggaman alvaro.

~

" halo mei,,? Ada apa? " ~

" dey,,, jemput gue,, hikss, gue gak mau tinggal di sini lagi, dey! Bawa gue pergi dari sini " ~

" hei,, kamu tenang dulu,, jelaskan apa yang terjadi,,pelan-pelan aku akan segera ke sana" ~

💗

avataravatar
Next chapter