11 Ancaman

Terhitung 1 minggu damara menjauh. Dalam rentang waktu itu hari-hari alina tanpa damara cukup untuk membuat alina terbiasa. Kadang, teman-teman damara datang untuk menemani alina di atap, terkadang reygan dan daniel. Atau daniel sendiri. Alina telah terbiasa tanpa

damara dan alina mulai dekat dengan tema-teman damara. Walaupun waktu itu hanya di isi oleh canda gurau mereka namun alina cukup terhibur oleh itu. Terkadang pertanyaan seperti ' kenapa lo suka ke atap?' ' lo gak punya temen lain?' atau ' lo di jauhin?' muncul. alina hanya menjawab dengan hal seadanya tanpa berbohong, alasan kenapa ia suka pergi ke atap karna ia menyukainya itu seperti tempat miliknya sendiri, alasan alina tak mempunyai teman karena alina lah yang tidak ingin dan pertanyaan apakah alina di jauhi?, alina menjawab ia bukan di jauhi tapi ia yang menjauh. Jadi alina meminta pada mereka untuk tidak menyebarkan hal yang tidak-tidak karena hidup alina saat itu adalah yang ideal untuk alina. Yah walaupun banyak dari mereka yang tidak mengerti namun mereka menghargai pendapat alina. Jadi mereka menarik diri dari kehidupan pribadi alina

" lo siapa?" alina yang tengah duduk menikmati makan siangnya tiba-tiba di ganggung oleh seseorang yang datang dan melemparkan kotak makan alina begitu saja.

" lo tanya gue siapa?, lo bego atau pura-pura bego?" sinis wanita itu.

" gue gak punya urusan sama lo" tutur alina masih dengan berduduk santai di tempatnya

" jangan sok polos lo ya, gue minta lo jauhin damara!" meigna memperingatkan alina untuk menjauh dari damara yang telah ia perjuangkan selama 1 tahun belakangan ini

" kapan gue deket sama damara?" balas alina santai

" gue gak tau ya, asal usul lo itu kayak gimana lo jangan sok kecentilan deh ngegodain damara, damara itu Cuma tertarik sebentar aja sama lo" tutur meigna memprovikasi alina

" emank apa hak lo, buat nyuruh gue menjauh dari damara?" alina kini bangkit dari duduknya menyilangkan tangannya di dada dan menatap sinis meigna

" gue,, gue cewenya damara" tegas meigna

" oh ya??, kapan lo berdua jadian?" alina melangkahkan kakinya maju menepis jaraknya dengan meigna. Meigna membeku di tempatnya dengan kaki yang terus melangkah mundur perlahan mempertahankan jarak di antara mereka.

" kenapa lo diem?," sinis alina lagi

" jalang kayak lo gak cocok buat damara!, anak jalang kayak lo mending jauh-jauh dari pandangan gue dan damara!" sentak meigna terbata membalas hinaan alina

" apa lo bilang?, gue anak jalang?, terus kalo lo apa? Generasi jalang jaman now?" alina tersenyum sinis menatap meigna yang tengah ketakutan

" tutup mulut lo ya!" meigna tersulut emosi tanganya tak terkendali dan berakhir dengan tamparan yang di terima alina.

' kenapa? Gue padahal udah berusaha keras untuk menahan diri' tangan alina mengepal menekan amarahnya. Wanita itu datang tanpa di undang dan tiba-tiba mencacimaki dirinya.

" udah?. Puas lo? " ucap alina dengan gigi yang mengatub. Ia tersenyum remeh.

" tamparan lo gak seberapa" sinis alina. Menatap meigna yang kini tengah mengeratkan tangannya satu sama lain di depan dada. Itu juga mengejutkan dirinya. Yang melayangkan tamparannya untuk pertama kali karena tersulut emosi

" sebenarnya apa yang damara lihat dari wanita kayak lo?. Wanita yang hanya dipenuhi oleh sandiwara!" sindir alina. Meigna membulatkan matanya dengan wajah yang sudah memerah karena marah. Walaupun yang pertama berhasil membuatnya ketakutan sendiri. Namun jika telah melakukannya sekali tidak akan sulit untuk mengulanginya. Tangan meigna kini kembali melayang. Entah ia pengecut atau hanya tau cara untuk menampar saja. Kali ini ia bahkan melayangkan tangannya dengan mata melotot kearah alina dengan penuh amarah. Namun dengan cepat alina menahan tamparan meigna, dengan satu tangan dan tangan yang satunya lagi ia gunakan untuk meraih leher meigna dan mendorongnya ke sisi pagar pembatas atap.

" heh!!, lo gila ya ?, lepasin gue sialan" meigna berteriak ketakutan karena tindakan alina yang di luar batas wajar.

" kenapa?, lo takut?. Kemana lo yang tadi dengan berani ngatain gue anak jalang?" tutur alina menatap remeh meigna

" BERHENTI! " senyum merekah di bibir alina, ia menolehkan kepalanya kebelakang melihat damara yang tengah berada di pintu masuk

" pahlawan lo dateng" gumam alina, melepaskan tangannya dari leher meigna

" uhukk,, uhukk!!" meigna terjatuh memegangi lehernya dan mulai menangis sesenggukan. Damara yang berlari menghampiri meigna segera menopang tubuh meigna agar tak jatuh.

' Uhuk-uhuk apaan? Gue kan cuma megang lehernya doang. Gak makek tenaga sama sekali' pikir alina memutar bola matanya melihat akting meigna yang patut di acungi jempol.

" lo gak apa-apa?" tanya damara khawatir dengan keadaan meigna. Meigna hanya menggeleng sebagai jawabannya pada damara

" lo apa-apaan sih, lo tau gak tadi itu bahaya banget " bentak damara pada alina

" gue Cuma membela diri" balas alina menatap kebawah karena posisi damara sedang berjongkok menopang tubuh meigna

" gue gak nyangka lo punya sifat se brutal ini!" balas damara, mensejajarkan dirinya dengan alina. Menatap alina kecewa

" udah gue bilang gak ada yang tau, apa yang akan terjadi besok. Manusia bisa berubah kapan aja " balas alina menatap damara dingin

" lo bilang apaan sih!, gak jelas tau gak!"

" sekarang lo udah tau, semua tentang gue. gimana?, masih ingin tetap tinggal?" jawab alina lagi

" bener-bener gila lo ya!" jawab damara

Alina hannya tersnyum menanggapi semua perkataan damara, kemudian berbalik meninggalkan atap dan 2 orang itu.

" gue mau tau penjelasan lo!" teriak damara terdengar samar di telinga alina, ketika alina sudah menuruni tangga. HAH? Penjelasan?. Apakah penjelasan itu termasuk dalam kategori memojokkan?. Rasa kecewa alina memenuhi lubuk hatinya. Wanita itu yang datang membuat masalah pertama kali pada alina. Wanita itu yang pertama kali menghina dirinya. Lalu apakah salah jika ia membela dirinya?, bahkan alina sama sekali tak melukai wanita itu.

' lo terlalu fokus sama dia sampai-sampai lo gak sadar pipi gue juga merah. Bukan dia korbannya tapi gue pelaku di mata lo '

~

Alina menyibukkan dirinya di cafe, di temani daniel yang turut membantu di cafe itu dengan suka rela. Daniel bertemu alina di tangga menuju atap dan alina mengabaikan keberadaan daniel begitu saja. Hingga daniel mengikuti alina saat pulang sekolah hingga ke cafe milik tante annya barulah alina sadar bahwa sejak tadi daniel mengikutinya.

" al,, lo duduk aja dulu gih, ini biar gue yang handle, pelanggannya juga gak rame " saran daniel pada alina yang terlihat sedang kusut

" lo gak apa-apa?, kalau gitu gue ke counter dulu ya, tolong handle bentar ya dan " pesan alina sebelum meninggalkan pekerjaannya pada daniel. Sedangkan alina pun menuju counter minuman untuk bersembunyi sejenak

" lo mau minum al?" tanya egar menyadari bahwa alina sedang kelelahan

" apa aja deh kak" tutur alina kemudian duduk di bawah agar tak terlihat pelanggan cafenya.

" ngomonng-ngomong itu siapa al?, gue baru liat" tanya egar,

" temen gue, katanya dia gak ada kerjaan jadi dia mau bantu-bantu di sini. Bunda annya juga udah ngizinin jadi gue biarin aja" balas alina malas

" gue kira cowok lo" ucap egar lagi memberikan minuman racikannya pada alina

" es kopi?" tanya alina setelah meneguk minuman yang egar buatkan untuknya

" iya,, biar lo seger lagi" ucap egar sambil tersenyum

" dia bukan cowok gue" tutur alina menjawab pertanyaan egar sebelumnya

" belum kan magsud lo?" goda egar pada alina

" apaan sih lo kak, enggak gitu lah" sangkal alina lagi

" kenapa?, dia baik kok, gue suka" tutur egar

" kalo suka, kakak aja yang pacarin" balas alina santai, yang kemudian mendapatkan jitakan oleh egar

" dih,, amit-amit. Lo jangan gitu dong ngomongnya"

" kan tadi kakak sendiri yang bilang kalau kakak suka " balas alina mengelus kepalanya yang tadi di jitak egar

" ya gak gitu juga magsud gue, pokoknya kalo lo pacaran sama dia, gue mah setuju. Kayaknya baik tuh dia"

" gue gak mikir ke situ" alina menyerahkan gelas kosong pada egar. Karena isinya telah berpindah ke dalam perut alina

" thank u ya kak " ucap alina lagi

" its oke" balas egar.

Hari itu, pelanggan tidak terlalu ramai hingga daniel memiliki banyak waktu luang untuk mengobrol dengan alina dan tante annya seputaran sekolah dan cafe itu.

" al gue duluan ya, maaf gue gak bisa nganterin lo pulang, gue harus jemput kak reygan " hari telah beubah gelap, daniel berpamitan pada alina untuk pulang terlebih dahulu

" eh??, kak reygan kakak lo?" tanya alina terkejut

" lo baru tau?"

" iyaa,, abis lo berdua kaga ada mirib-miribnya" ujar alina

" tapi nyatanya kita kakak adik" balas daniel dengan senyum lebarnya

" ya udah lo balik sana entar lo di omelin lagi" tutur alina

" ya udah, see you tomorrow al" pamit daniel

Alina hanya tinggal membersihkan, sisa beberapa meja ynag masih kotor dan kemudian, ia bisa pulang

" al,, temen kamu mana?" tante annya yang baru saja selesai mengurus pembukuan. Langsung membantu alina untuk bersih-bersih

" daniel udah pulang duluan bun,, dia ada urusan " balas alina

" yah,, tante belum sempet bilang makasih lagi " gerutu annya membawa try yang berisi gelas kotor ke counter

" besok alina sampein bun" alina telah terbiasa memanggi annya dengan sebutan bunda. Ia sangat menyayangi annya seperti ibunya. Maka dari itu alina menganggap annya sebagai ganti ibunya sendiri

" eh tunggu. Pipi kamu kenapa? Kok rada bengkak?" tanya annya

" keliatan ya bun? Padahal udah alin tutupin pakek make up" tutur alina mengelus pipinya

" orang lain mungkin gak nyadar. Tapi ini bunda bukan orang lain" annya mengelus pipi alina lembut. Sambil menatap alina dalam seakan ia mengatakan ' gak apa-apa kalau kamu gak mau cerita bunda ngerti' itu mungkin hanya asumsi alina. Namun tatapan itu penuh pengertian dan kehangatan. Hingga alina membalasnya dengan senyum tulusnya.

" cepat sembuh ya sayang " ucap annya lagi

" iya. Makasi bun" jawab alina dengan senyum yang masih terukir disana.

~

Semua pekerjaan alina telah selesai, kini alina tengah menusuri jalanan malam menuju halte bus

" awas!!" tubuh alina terasa melayang akibat, di tarik oleh seseorang yang tak ia tau siapa. Bertepatan dengan itu alina mendengar suara derum motor yang melaju dengan kecepatan tinggi melewati alina, seandainya tidak ada yang menarik tubuh alina, mungkin alina telah terkapar di jalanan.

" lo gak apa-apa?" tanya pria itu, menopang tubuh alina dengan lengannya

" aldo?" gumam alina saat kesadarannya telah terkumpul

" gue nanya lo gak apa-apa?" bentak aldo membiarkan alina berdiri dengan kakinya sendiri

" gua gak apa-apa" balas alina kebingungan

" telinga lo masih bisa di gunain kan? Masa lo gak nyadar ada motor yang mengarah ke elo?" tegur aldo pada alina

" gue pikir dia Cuma lewat doang di samping gue" balas alina

" untung ada gue, kalo enggak lo mau mati muda?" bentak aldo lagi

" makasi, tapi lo ngapain disini?" tanya alina

" itu gak penting, yang penting sekarang keselamatan lo!. Lo mau kemana? Gue anter"

" gak usah, gue Cuma mau ke halte depan doang" balas alina menolak tawaran aldo

" lo gak takut tiap malem, pulang sendiri kayak gini?" tanya aldo

" enggak, gue udah biasa" balas alina berjalan beriringan dengan aldo

Tak lama kemudian mereka pun sampai di halte bus, alina menaiki bus itu dan aldo diam di tempatnya mengawasi alina, tadinya ia ingin mengantar alina sampai rumah dengan selamat, namun alina menolak dengan keras niat baik aldo,  hingga aldo mau tak mau pun harus mengalah

~

Nomor tak dikenal

Sekali lagi lo sentuh meigna seujung rambut aja. Bukan hannya hampir. Tapi lo akan benar-benar mati.

Alina

Lo siapa?

Sesampainya di rumah alina menerima pesan tak di kenal, yang berisi tentang ancaman yang di tujukan padanya. Ini ada hubungannya dengan meigna. Di sana di peringatkan agar alina tak lagi mencari masalah dengan meigna. Siapa kiranya ?, mungkinkah deon?, deon adalah kandidat yang tepat. Karena deon memiliki perasaan terhadap meigna dan itu wajar jika ia tak menyukai tindakan alina terhadap meigna sebelumnya.

Nomor tidak di kenal

Lo gak perlu tau gue siapa.

Yang perlo lo tau, lo dalam bahaya kalau berani mengusik meigna

Alina

Lo deon?

Nomor yang tidak di kenal

Gue bukan deon, ataupun orang yang lo kenal

Lainnya.

Alina mencoba menelfon nomor itu namun nomor itu telah tidak aktif, orang itu benar-benar teliti, dan ia sangat melindungi meigna

' gue iri, karena ada banyak yang ngelindungin lo' pikir alina dalam hati. Setelah ia menerima ancaman mulai dari hampir di tabrak dan di kirimi pesan ancaman. Hal pertama yang alina rasakan bukan rasa takut, namun rasa iri. Ya,, dia iri karena meigna memiliki banyak orang yang melindungi dan menyayanginya di sekelilingnya. Berbanding terbalik dengan alina.

💗

" kamu kenapa? Dari tadi diem aja"

" enggak "

" cerita sama kakak kamu kenapa?"

" gue takut! Di sekolah damara mulai deket sama orang lain"

" terus kenapa?. Posisi kamu gak bisa di gantikan mei"

" orang itu, sama sekali gak takut waktu gue ancem. Dia bahkan nyekik gue"

" what? Lo gak apa-apakan?"

" dia nyekik sambil mepetin ke pembatas besi di atap sekolah kak. Gue takut"

" sialan ! Siapa yang berani ngancem lo? Dia bakalan berurusan sama gue"

' yang gue bilang gak salah. Nyatanya dia emank nyekik gue '

~

avataravatar
Next chapter