8 KEPUTUSAN DEVIAN

"Apa kau gila ya?!"

"Euum." Daisy menopang dagunya di meja, dia tampak frustasi.

"Kau dengan mulutmu itu melamar Dev di malam ulang tahunmu?"

"Euum."

"Kau dengan tampang lugumu ini, melamar seorang pria, dihadapan orang tuamu, dan kau masih bisa hidup walaupun ditolak? Kalau aku pasti sudah menghilang saja ditelan bumi." Oceh Naomi.

"Benar aku gila, aku kurang waras. Hiks. Tapi siapa bilang aku ditolak, dia hanya sedang mempertimbangkan saja."

"Parah. Benar-benar parah." Naomi masih tidak percaya.

"Jangan terlalu dekat dengan wajahku." Daisy mendorong wajah Naomi menjauh, ludahnya memuncrat ke wajahnya, dia bukannya membantu malah memaki Daisy.

"Lalu, ekspresinya bagaimana? Dia kesal? Senang?"

"Flat."

"Hisss ekspresi macam apa itu."

Daisy frustasi, sampai sekarang dia berulang kali mengecek ponselnya, dan itu tidak berhasil.

"Haruskah aku datang menanyakannya?"

"Kau gila ya?! Jual mahal sedikit dong. Kenapa sih kau kejar-kejar dia."

"Bukan begitu, aku hanya tidak suka digantung begini."

"Tunggu saja, aku yakin dia juga sedang tidak tenang otaknya. Dia bilang mempertimbangkan bukan? Sudah jelas,"

"Apa?"

"Dia pasti akan menolakmu."

"Naomi!" Naomi benar-benar terlalu blak-blakan, dia tidak tahu kalau Daisy sedang kacau. Apa yang Kak Dev pikirkan tentangnya? Padahal niat Daisy benar-benar untuk menjauhkan Kak Dev dari Bella. Karena waktu itu, hidupnya hanya dipenuhi skandal, dan Kak Dev tidak mau melepaskannya. Daisy tau itu bukan urusannya, tapi dia tidak tahan melihat Kak Dev-nya disakiti, meskipun Kak Dev tampak baik-baik saja, Daisy yakin tidak ada yang baik dalam hatinya. Kak Dev, ingin hubungannya dan Bella jelas, tapi wanita itu, memilih karirnya, tapi dia juga tidak mau melepaskan Kak Dev.

***

Sudah 3 hari berlalu, hanya ada Mama dan Papa yang terus menerus bertanya kapan Daisy akan pulang ke rumah, juga Paman dan Bibi yang menanyakan apakah Dev sudah menghubunginya. Tapi tidak. Devian, tinggal di apartemen, dia bahkan tidak menghubungi orang tuanya, mungkin karena dia sibuk, atau memang sedang menghindari topik itu.

"Aku benar-benar tidak tahan. Jam berapa sekarang?" Daisy melihat arlojinya pukul 17.30, Kak Dev pasti masih di rumah sakit, dan dia pasti masih ssenggang karena ini bukan jam sibuk. Dia akan datang pada Kak Dev,

"Tunggu jika aku datang apa yang akan kukatakan? Jika aku menagih jawabannya bukankah itu seperti pemaksaan? Haissss!"

"Tidak, tidak, aku akan datang untuk melihat keadaannya saja. Setelah itu aku akan pulang."

Daisy mengambil ransel kecilnya, dan ponselnya, dia memesan taksi setelah itu bergerak menuju rumah sakit. Setelah 10 menit, dia pun sampai. Daisy segera turun, dan langsung menuju rumah sakit kardio terbesar di kotanya itu. Lorong rumah sakit tampak sepi, tidak se ramai biasanya, dan ruangan Kak Dev ada di lantai 3.

Pintu ruangan Dev tertutup, Daisy hendak mengetuknya sebelum terdengar suara dari dalam.

"Dev. Haruskah aku pension dari dunia entertainment supaya kau percaya?"

"Tidak perlu."

"Kalau begitu, kenapa sikapmu dingin."

"Bella dengar, aku mencintai wanita yang sederhana dan jujur di masa lalu, dirimu yang ada di masa lalu. Tapi melihat dirimu yang sekarang, Aku berusaha mati-matian mengerti bahwa kau mencintai karirmu, tapi apa aku tidak boleh bersikap layaknya manusia? Aku tidak boleh marah?"

"Aku tau, tapi kau benar-benar salah paham, aku melakukan itu demi-

"Demi popularitas? Apa kau begitu ingin terkenalnya sampai merelakan dirimu terlibat skandal percintaan terus menerus?"

"Dev. Kau bilang aku harus mengutamakan mimpiku, aku hanya—"

"Bagaimana denganku? Kau pernah memikirkan aku saat melakukan itu?! Apa kau memikirkanku, saat wartawan memergokimu pergi ke hotel dengan pria iitu?"

"Dev, bagaimana kau bisa-

"Aku tahu. Aku sudah lama tahu, dan saat itu aku masih berpkir positif, aku percaya padamu. Tapi apa- kau selalu saja-menguji kepercayaanku."

"Aku Devian Carl Arvie, akulah kekasihmu, tapi apa pernah kau memikirkan perasaanku? Tidak pernah."

Deggg. Daisy menahan air matanya, baru kali ini dia mendengar Kak Dev semarah itu. Dia tidak mengira dugaannya benar, Kak Dev memang tidak bak-baik saja, dia hanya tampak arigan di luar, tapi sebenarnya, dia menyimpan perasaannya sendiri, hanya dia yang tau.

"Aku menyerah. Aku ingin kita berhenti di sini."

"Tidak dev- ku mohon, satu kali, satu kali beri aku kesempatan. Aku tidak akan menyakitimu lagi, aku akan berhenti dari profesiku, aku akan hidup di sampingmu, aku janji Dev." Bella terisak, dia mencoba menahan Dev yang tampak dingin.

"Aku akan menikah."

"Apa maksudmu?"

"Jadi berhenti sajalah di sini. Karena setelah ini, kita memiliki hidup masing-masing. Aku akan menikah."

Daisy tercengang. Apa yang barusan dia dengar? Apa itu keputusan Kak Dev? Apa dia benar-benar setuju menikah dengannya? Tapi benarkah? Kenapa timmingnya bisa pas sekali? Bukankah ini kesempatan bagus?

"Dev kau pasti bohong. Berhentilah mencari alasan untuk menghindariku, aku tahu kau marah karena cemburu."

"Bukan. Apa kau pikir aku segitu mencintaimu sampai aku cemburu dan membuatmu marah? Tidak. Aku tidak akan menyia-nyiakan perasaanku untuk wanita yang tidak tulus."

"Dev-

Knock. Pintu pun terbuka, sontak memotong ucapan Bella. Daisy muncul dengan senyumnya.

"Apa Kakak tidak dengar? Kalau Kak Dev bilang akan menikah?"

"Kenapa kau di sini?"

"Kenapa? Aku istrinya, kenapa aku tidak boleh datang?"

"Dev! Apa kau menyuruh adikmu untuk bersandiwara denganku."

"Tidak. Asal kau tahu-dia bukan adikku sesungguhnya."

Dev menarik lengan Daisy, Daisy merasakan jantungnya benar-benar tidak karuan. Daisy berusaha melihat situasi.

"Kak Dev memangnya belum cerita kalau dia akan menikah? Memangnya Cuma Kak Bella saja yang bisa diam-diam pacarana? Kita juga bisa.'

Wajah Kak Dev mengernyit, tatapannya tiba-tiba membunuh, seolah mengatakan 'hey ucapanmu barusan seolah-olah membuatku menjadi f*ck boy.'

"Dev, kau benar-benar memilih meninggalkanku?"

"Bukan aku. tapi kau."

"Baiklah. Semoga kalian bisa berbahagia." Wanita itu mengusap air matanya, tapi Daisy tau, ucapannya itu tidak tulus, dia masih belum mau melepaskan Devian. Bella pergi begitu saja dengan gusar, tanpa pamit, tanpa sepatah katapun, dan dia menutup pintu itu dengan keras.

"Maaf." Ucap Kak Dev tiba-tiba.

"Untuk apa?"

"Karena melibatkanmu dalam masalahku."

"Kak Dev, bisakah Kak Dev percaya padaku?" Daisy menatap mata Kak Dev lekat.

"Aku percaya."

"Kalau percaya, kenapa Kak Dev menolakku? Kak Dev melihatku tumbuh selama 10 tahun ini, apa karena itu Kak Dev tidak bisa jatuh cinta padaku? Kalau begitu tetap anggap aku sebagai adik Kak Dev, hanya saja kali ini, biarkan aku belajar, menjadi istri sekaligus adik bagi Kak Dev. Tidak bisakah?"

"Kau tidak akan menyesal? Kau tahu kau masih muda."

"Memangnya Kak Dev setua apa? 1000 tahun? Apa aku tidak boleh menikah dengan pria yang lebih dewasa 10 tahun dariku?"

"Bukan begitu."

"Lalu kenapa?"

"Kau mungkin hanya kagum sejenak denganku, kau tidak bisa berpikir arti pernikahan yang sebenarnya." Kak Dev mencoba menasehati Daisy layaknya seorang Kakak

"Apa Kakak pikir aku menikah hanya karena kagum?' Daisy menggeleng. " Karena-aku benar-benar ingin menemani Kakak, aku ingin membuat Kakak tertawa, aku ingin memeluk Kakak saat kakak sedih. Aku ingin selalu bersama Kakak. Tidak bolehkah?"

Kak Dev terdiam, dia menatap Daisy. 'benar-benar tidak terbesit sekalipun bahwa wanita yang 10 tahun ini, yang kuanggap sebagai adikku, yang selalu menangis jika tidak kuturuti keinginannya, yang selalu meminta cokelat dan gadis kecil inilah yang sekarang melamarku. Apa yang harus kukatakan?"

"Daisy."

"Euum?"

"Apa kau mau menikah denganku?" 'aku tahu, tidak seharusnya kulakukan ini. Tapi kenapa aku malah mengatakannya. Aku tidak mencintainya, tapi kenapa aku mengatakannya? Kenapa kuturuti kemauannya?

"Eh?"

"Aku pria dewasa, bagaimana bisa aku di lamar oleh bocah."

"Kakak serius?"

"Aku sudah berjanji."

"Eummm. Mau! Aku benar-benar mau!" Daisy tersenyum lebar.

'Aku tahu, aku baru saja putus dari Bella, dan sekarang aku memilih Daisy untuk menggantikannya? Apa aku sejahat itu? Tapi gadis ini, entah kenapa, dia begitu yakin, melihat sorot matanya membuatku yakin. Jika otak geniusku, tidak bisa menyerap cinta dengan logika, aku mencoba membuka hatiku lagi, aku tahu itu sulit. Tapi bagaimanapun juga, aku sudah berjanji.' Batin Devian

'Aku tahu, Kak Dev masih mencintai Bella dan aku hanyalah obat untuk perasaannya. Meski begitu aku senang, aku tidak bodoh dengan memberikan diriku begitu saja pada orang yang tidak mencintaiku. Meski Kak Dev tidak mencintaiku, tapi dia peduli padaku, dan rasa peduli itu, aku yakin, suatu hari akan berubah menjadi cinta. Aku yakin itu, itu sebabnya aku berani mengambil peluang ini. Aku senang, aku benar-benar senang, kita tidak perlu waktu bertahun-tahun untuk pacaran dan saling mengenal, karena aku dan Kak Dev sudah tahu diri kita masing-masing." Batin Daisy.

***

avataravatar
Next chapter