1 Zumigodds (I)

"Berhenti lah, wahai darah kotor!" teriak sekumpulan prajurit peri. Sayap hitam legam mereka berkilau dengan garis pola bersinar merah. Dalam genggaman terdapat panah dan pedang yang berkilat tajam, pekat oleh energi yang meminta kedamaian, serta bersahutan dalam suara nyaring yang mengilukan telinga Mangsa. Mereka membara, berambisi untuk menangkap pelaku kejahatan yang dalam hukum kerajaan disebut sebagai Pangeran Kedua Michael Alf Irydeus, atau dalam sebutan rahasia para peri yaitu Benih Petaka.

Sejatinya, seluruh peri—kecuali keluarga kerajaan—tidak begitu menyukai sang Pangeran Kedua karena beberapa alasan. Selain karena karakteristik yang buruk, ia juga memiliki penampilan yang cacat dan cukup berbeda dengan ciri khas keluarga kerajaan maupun para peri lainnya: lebih pekat dan memancarkan sedikit bubuk cahaya. Seluruh penduduk pun mengetahui hal itu; berbeda dengan rambut pirang cemerlang ibunya atau pun selembut cokelat ayahnya, surai Pangeran Kedua berona perak dengan belasan helai berwarna hitam. Kedua sayapnya emas pudar dengan garis pola berkilat obsidian. Sedangkan kulitnya pucat seputih salju dengan manik merah gelap yang kadang kala terlihat menyala. Atas tanda-tanda itu, mereka meyakini bahwa Pangeran Kedua merupakan kelahiran sekaligus petunjuk munculnya bencana besar di masa depan.

Akan tetapi, hal yang paling utama ialah dunia peri pernah hampir kehilangan rahasianya karena kecerobohan kisah romansa antara adik perempuan sang Raja dengan seorang manusia, yang tak lain merupakan orang tua dari Pangeran Kedua. Sejak saat itu, muncul berbagai masalah ringan yang bertumpuk-tumpuk, lalu memuncak dengan terbaringnya Raja dan Ratu beserta bukti-bukti kuat nan mengerucut ke arah Pangeran Kedua. Lalu sekarang, penjahat itu justru kabur, bahkan dari hukuman ringan berupa pengasingan yang diberikan oleh Putra Mahkota yang asih—barangkali karena Pangeran Kedua adalah bagian dari keluarganya.

Prajurit peri kembali melepaskan serangan dalam jumlah banyak dengan perhitungan yang teliti dan cepat. Namun, meski Pangeran Kedua adalah keturunan berdarah campuran yang secara langsung hanya mewarisi setengah kekuatan peri saja, tapi ia selalu berhasil melindungi dirinya. Apabila mengenai pun, segera tertutup karena keunggulan kemampuan healer-nya.

"Jangan khawatir. Dewa Lumight selalu menemani langkah kita," tutur pemimpin pasukan. Senyumnya mengembang melihat buronan itu jatuh ke dalam perangkap, terkepung oleh belasan peri Luminas—peri terlatih yang diberkati oleh kekuatan cahaya Dewa Lumight—nan bersiaga melepaskan panah-panah tajam dengan energi cahaya yang mengintimidasi segala jenis kegelapan di sekitar.

"Berhentilah, Tuan. Akan lebih baik jika Anda menyerahkan diri dan menebus dosa-dosa Anda," lanjut pemimpin pasukan. Rambut merah panjangnya terurai dan berkobar. Menyala bersama bubuk ruby yang menghiasi kelopak mata juga jubah agungnya.

"Kenapa aku harus melakukan hal yang tidak berguna?" tanya Pangeran Kedua seraya mengeluarkan pusaran energi yang kian masif. Itu mengode para peri Luminas untuk melancarkan serangan, melepas satu panah yang akan digandakan hingga seratus buah, karenanya sesaat langit menerang layaknya pelepasan suar raksasa.

Namun, Pangeran Kedua yang mewarisi sedikit kekuatan kerajaan tentu berhasil menangkisnya. Beberapa yang menembus atau tertahan di tubuh diabaikannya. Termasuk mengalirnya darah gelap berwarna perak kemerahan. Itu mengotori pakaiannya nan dominan berwarna putih dengan motif juga permata merah cemerlang.

Peri-peri Luminas dan peri lainnya segera melepaskan serangan hingga awan yang semula berputar menepi karena ledakan. Prioritas ialah membawa kepala pelaku kejahatan. Mereka menang, seharusnya demikian. Karena yang tersisa hanya jejak bubuk-bubuk energi dari peri Roxace, peri yang mampu mengendalikan ruang. Pangeran Kedua telah melarikan diri tanpa mampu dilacak keberadaannya.

Jauh dari mereka, sangat jauh dari dunia peri, yaitu sebuah ruang yang dibuat oleh anggota kerajaan, di sanalah Pangeran Kedua berada. Ia baik-baik saja setelah melakukan pemulihan.

"Terima kasih," ucap Michael kepada peri Roxace yang menyelamatkannya.

"Sudah menjadi tugas saya, Yang Mulia Pangeran Kedua," jawab Evryl Loziren—teman masa kecil Michael yang biasa menemaninya berlatih pedang—setelah membuka tudung dari jubah ungu berkilaunya dan menunduk hormat. Cahaya memantulkan permata-permata berwarna biru gelap yang melekat di pengait dan pita, juga hiasan bunga dari kristal yang ada pada kepang sebelah kanan nan dikaitkan ke belakang dari surai sebiru laut sebahunya, serta pada bubuk berwarna ungu yang memperindah kelopak mata.

"Berhentilah bersikap formal, Evryl."

"Maafkan saya. Saya tidak mampu menuruti keinginan Yang Mulia Pangeran Kedua karena memilih terikat dengan aturan. Mohon beri sedikit kebaikan Anda."

"Ini sudah di luar kerajaan."

"Maafkan saya, Yang Mulia Pangeran Kedua."

Michael menghela napas. "Laporkan lah."

"Saya berhasil mengevakuasi penduduk yang tersisa dan sampai sekarang belum ada masalah yang ditemukan. Selebihnya masih sama."

"Kerja bagus."

"Maaf, Yang Mulia Pangeran Kedua. Apakah Anda benar-benar akan pergi ke dunia manusia?"

"Ya. Dia bilang, energi dari peri hitam legendaris serta penawar yang dibutuhkan Raja dan Ratu ditemukan di sana. Jika aku berhasil menggenggam keduanya, maka kegaduhan ini akan segera mereda."

"Apa Anda akan pergi seorang diri, Yang Mulia Pangeran Kedua?"

"Tentu. Aku tidak ingin membahayakan kalian. Memang, dunia tersebut mencakup cahaya dan kegelapan yang saling bertarung dalam diri manusia. Kita tidak tahu rahasia, petaka atau keberuntungan apa yang akan datang di setiap detiknya. Terlebih, kekuatan kita akan menurun setelah melewati perbatasan dunia. Aku paham dengan kekhawatiranmu, tapi jangan meresahkan hal yang tidak berguna. Aku pasti akan kembali dengan membawa kemenangan. Jaga lah tempat ini dan yang ada di dalamnya sampai aku kembali. Laporkan jika menemukan sesuatu."

"Saya mematuhi keputusan Yang Mulia Pangeran Kedua dan akan menjaga semua yang ada di sini dengan mempertaruhkan nyawa saya."

Rupanya dia menentang keputusanku, batin Michael. "Tenang lah, Evryl. Aku bukan sosok yang lemah."

Evryl yang semula masam, tersenyum kalah. "Saya memang tidak dapat menyembunyikan sesuatu dari Anda."

"Waktu itu sangat berharga. Tunjukkan di mana letak perbatasan dunia. Kamu pasti dapat melakukannya karena sudah pernah ke sana, bukan?"

Dengan setengah hati, Evryl menyanggupi perintah tuan sekaligus sahabatnya. Ia membuka portal yang langsung mengarah ke perbatasan dunia. Tatap khawatir lekat ia tujukan pada punggung tegap Michael yang semakin menjauh. Pangerannya—yang tak dianggap oleh negerinya sendiri—telah keluar memikul tanggung jawab nan besar.

"Oh, ya." Michael menoleh ke belakang, segera Evryl mengubah raut wajahnya menjadi tenang. "Apapun situasinya, jangan mengamuk sendirian di kerajaan. Tunggu aku."

Peri Roxace itu membalas senyum sahabatnya. "Saya berjanji kepada Anda, Yang Mulia Pangeran Michael Alf Irydeus."

Michael melanjutkan langkahnya. Gerbang di belakangnya tertutup, tersisa ruang gelap tak berujung dengan noktah cahaya safir nan berkerlip. Atmosfer yang dirasakan berubah-ubah, kadang kala tenang, di suatu waktu mampu mencekam. Michael mampu menerka bahwa dirinya hampir sampai di perbatasan dunia. Semakin dekat, semakin cepat kekuatannya diambil secara paksa. Tersengal ia melanjutkan langkah yang kian melambat. Menuju ujung cahaya, menuju tantangan yang lebih sulit, untuk menjatuhkan para perusak, hingga terjatuh lah ia di dunia manusia.

avataravatar
Next chapter