21 21. Lea Salah Apa Saturnus?

"Hmm..." sahut Antariksa hanya berdeham saja. Ia tak tahu harus bicara apa, yang jelas ia bingung. Ia takut salah bicara lagi.

"Apa? Hanya berdeham saja? Antariksa gak salah ini... Cuma jawab Lea dengan dehaman saja?" tanya Lea melotot menatap Antariksa dari kaca spion motor Antariksa.

"Udah sampai depan gerbang sekolah sayangnya gue. Silahkan Tuan Putri dipersilahkan untuk turun." ucap Antariksa mengalihkan pembicaraan. Ya memang benar, mereka telah sampai di depan gerbang sekolah Lea. Mungkin karena mereka terlalu banyak mengobrol, hingga tak terasa sudah sampai di depan gerbanh sekolah saja.

"Heh? Oh?! Udah sampai ya?" ucap Lea menolehkan kepalanya kekanan dan kekiri. Lea mengangguk sekilas dan tersenyum kecil. Benar, mereka sudah sampai. "Lea turun!" sambung Lea lagi dan turun secara perlahan dari motor Antariksa. Setelahnya Lea berdiri di samping Antariksa dan membenarkan rok seragamnya. Setelah semuanya beres Lea tersenyum manis menatap Antariksa yang juga menatapnya dan memperhatikannya sedari tadi.

"Lea masuk ya? Dadah Antariksa... Ingat nanti jemput Lea ya?" ucap Lea tidak tahu malu. Lea memang tak memiliki rasa malu jika sudah berada di dekat Antariksa. Rasanya... Ia sudah menganggap Antariksa sebagai kakaknya sendiri. Mereka kenal sudah sangat lama, bagaimana mungkin Lea masih bersikap malu-malu pada Antariksa?

Antariksa mengangguk. Antariksa menjulurkan tangan kanannya keatas dan mengelus puncak kepala Lea pelan. "Belajar yang benar ya sayangnya gue. Jangan bercanda. Ingat tetap fokus, Oke!" ucap Antariksa dengan senyum lebarnya. Setelah mengatakan itu, ia menurunkan tangannya menjauh dari puncak kepala Lea. Entah mengapa, ia selalu memperlakukan Lea dengan sangat manis, ia merasa gemas pada Lea. Apa mungkin... Karena ia menyukai Lea lebih dari sekedar sahabat?

"Siap bosku!" sahut Lea tegas dan meletakkan tangan kanannya di dahi membentuk tanda hormat yang ditujukan pada Antariksa.

"Aduh sayangnya gue ini bisa aja ya buat gue tersipu. Yaudah gih sana masuk. Bye... Sampai ketemu nanti pulang sekolah... Gue berangkat ke sekolah gue dulu ya." ucap Antariksa lembut dengan senyum manisnya.

Lea hanya mengangguk sekilas dan tersenyum kecil untuk menanggapi perkataan Antariksa. Dengan gerakan cepat ia membalikkan badannya dan berjalan menjauh dari Antariksa. Lea terus berjalan tanpa menoleh ke belakang lagi untuk sekedar melihat Antariksa masih disana atau sudah pergi.

Berbeda dengan Antariksa. Ternyata, ia masih disana. Memperhatikan Lea yang berjalan tanpa menoleh kearahnya lagi. Entah kenapa hatinya terasa begitu sakit. Ia merasa tak terima. Tak terima jika nyatanya Lea tak pernah memilihnya. Di mata Lea hanya ada Saturnus. Hanya Saturnus. Selamamya hanya Saturnus saja. Ternyata sebegini menyakitkannya mencintai sahabat sendiri...

"Semoga lo bahagia cantik." ucap Antariksa dengan pelan dan setengah berbisik. Bahkan mungkin hanya dirinya yang mampu mendengarnya. Karena suaranya tertelan oleh angin dan hiruk pikuk orang yang berlalu lalang di kala itu.

Setelah mengatakan itu Antariksa menancap gasnya, lalu membelah jalanan kota Denpasar dan menuju sekolahnya. Pergi menjauh dari sekolah Lea.

Tanpa sepengetahuan mereka ada sepasang mata yang memperhatikannya dari kejauhan dari dalam mobilnya. Orang itu sengaja berhenti karena melihat pemandangan yang tak biasa di pagi itu, terlebih lagi ini adalah Lea. Perempuan yang selama ini mengejarnya.

Siapa orang itu? Tentu saja dia adalah Saturnus.

"Cih! Murahan!... Ngemis sama gue, tapi diluar sana mesra-mesraan dengan laki-laki lain, di depan umum pula. Jijik gue." ucap Saturnus bermonolog sendiri dengan raut wajah kesalnya. Ia tak sadar bahwa ia membanting stirnya dengan cukup keras sebagai pelampiasan emosinya.

Wait a minute!

Apa yang ia lakukan barusan? Lagian ini bukan urusannya, kenapa ia marah begini? Apa mungkin ia cemburu? Tidak! Tidak mungkin! Saturnus yakin bahwa ia tak menyukai Lea, namun kenapa ia merasa tak rela jika Lea diperlakukan manis oleh laki-laki asing itu? Kenapa seperti ada rasa tak terima di benaknya? Tidak. Ini tidak boleh terjadi. Dengan cepat ia berusaha mengenyahkan pikirannya ini dari kepalanya.

Saturnus langsung melajukan mobilnya melewati gerbang sekolahnya dan memasuki halaman parkir. Ia melihat Lea yang masih santai berjalan kaki memasuki area parkiran. Saturnus pura-pura tak melihatnya. Saturnus bersikap acuh dan tak peduli.

Setelah selesai memarkirkan mobilnya, Saturnus keluar dari mobil dan menggendong tasnya. Ia berjalan mendahului. Ia melihat itu, Lea ada di belakangnya. Semoga saja Lea tak menyadari kehadirannya. Ia malas melihat Lea atau disapa oleh Lea. Moodnya sudah terlanjur hancur karena melihat pemandangan tadi yang seharusnya tak ia lihat.

Namun sepertinya takdir tak berpihak pada Saturnus kali ini. Tanpa di duga-duga, ada derapan kaki yang setengah berlari mengejarnya dari arah belakang

Shit! Umpatnya dalam hati. Ia sudah dapat menebak, pasti itu Lea. Menyebalkan sekali. Disaat ia benar-benar tak ingin di dekati oleh Lea, tapi Lea malah datang menghampirinya, mengejarnya. Sungguh sangat menyebalkan.

"Selamat pagi Saturnus!" sapa Lea tersenyum sumringah ketika sudah berjalan beriringan di samping Saturnus.

"..." Hening. Saturnus hanya diam, tak menjawab sapaan Lea sama sekali. Ia masih kesal pada Lea. Tapi apa alasannya hingga ia kesal pada Lea? Padahal kan Lea tak salah apapun. Dirinya juga bukan siapa-siapa Lea, jadi sebenarnya ia tak pantas untuk marah. Tapi entah kenapa Saturnus merasa tidak terima dengan apa yang dilihatnya tadi?

"Saturnus? Kok gak jawab Lea? Lea ada salah ya sama Saturnus?" tanya Lea pelan dengan menampilkan raut wajah sedihnya. Kenapa Saturnus berubah? Baru tadi di telepon Saturnus tidak seperti ini. Ada apa dengan Saturnus?

"..." Hening. Saturnus masih diam, tak ada niat menjawab pertanyaan Lea sama sekali. Rasa kesalnya semakin meluap-luap. Semakin Lea tak merasa bersalah, semakin kesal rasanya. Apakah semudah itu Lea mempermainkan perasaan laki-laki? Baru tadi bermesraan dengan laki-laki itu, sekarang Lea pura-pura tak bersalah dengan cara mendekatinya seperti biasanya? Oh. Apakah semua perempuan seperti itu?

"Saturnus? Saturnus marah ya sama Lea? Tapi kenapa Saturnus marah? Lea memangnya salah apa sama Saturnus? Lea gak merasa ada buat salah kok sama Saturnus..." ucap Lea lagi dengan suara yang bergetar. Pertahanannya hampir runtuh. Namun ia tahan. Ia tak boleh menangis di pagi hari. Ia tak mau Saturnus menganggapnya perempuan yang sangat cengeng. Tapi... Jika sikap Saturnus seperti ini apa bisa ia tahan untuk tidak bersedih? Semoga saja bisa.

"..." Hening.

Saturnus mempercepat langkahnya menuju kelasnya. Namun tanpa di duga, Lea menghalangi jalannya dengan merentangkan tangannya lebar-lebar. Semakin menyebalkan bukan sikap Lea terhadapnya? Saturnus menatap Lea dingin dengan tatapan menusuknya. Ia langsung membuang mukanya kesamping. Ia tak ingin menatap Lea, ia sangat kesal. Kesal sekali. Lea tak merasa bersalah sama sekali padanya? Ya.. Oke... Ia tahu, dirinya dan Lea bukan siapa-siapa. Tapi tidakkah Lea sedikit menghargainya? Bukankah Lea yang mengejarnya? Tapi kenapa Lea juga tebar pesona dengan laki-laki lain?

"Stop Saturnus! Saturnus ini kenapa sih? Kok cuekin Lea? Apa salah Lea? Coba kasitahu Lea, jangan buat Lea bingung Saturnus." ucap Lea dengan volume suara yang agak keras. Lea tak tahu malu. Lea melihat sekeliling, banyak pasang mata yang memperhatikannya. Tapi Lea sama sekali tak peduli itu. Ia tak tahu kenapa, ia merasa tak peduli saja.

Saturnus menatapnya dengan raut wajah datar. Kesabarannya hampir habis, untung saja Lea perempuan. Ingin sekali rasanya Saturnus berteriak dan memaki-maki Lea dengan kasar, namun tak ia lakukan. Ia masih memikirkan perasaan Lea. Ia masih menjaga Lea agar Lea tak merasa malu karena ia permalukan di depan umum. Ia sudah melihat bahwa banyak pasang mata yang memperhatikannya secara terang-terangan.

avataravatar
Next chapter