2 2. Selamat Pagi Saturnus

Pagi itu hari senin jam 03.00 WITA Saturnus bangun dari tidurnya. Ia mimpi buruk. Tapi ia tak ingat jelas apa mimpinya. Ia menghembuskan nafasnya pasrah, "Hhhhh... Untung hanya mimpi, tapi tadi itu gue mimpi apaan ya? Kok aneh banget sih mimpinya?" tanyanya bermonolog sendiri.

Saturnus tak ambil pusing dan tak mau memikirkan mimpinya yang buruk itu, toh dirinya tak ingat apa mimpinya. Saturnus membenarkan posisi tidurnya, dan bersiap untuk memejamkan matanya lagi. Baru jam 03.00 WITA, masih sangat pagi untuk bersiap - siap ke sekolah, jadi alangkah baiknya jika ia melanjutkan tidurnya lagi, agar nanti di sekolah ia tidak mengantuk.

Baru saja Saturnus memejamkan matanya beberapa menit, ponselnya berdering. Saturnus membuka kedua matanya dan menatap ponsel itu dengan berang. Tak bisakah ia tenang dalam tidurnya. Ingin sekali ia membuang ponselnya ke tempat sampah. Namun ia ingat, ia belum bisa mencari uang untuk membeli ponsel baru nantinya.

Ditatapnya ponsel sialan itu yang menyala - nyala dan berdering terus tanpa henti. Saturnus mengalah, ia memilih untuk mengambil ponselnya. Sungguh siapapun penelpon ini, ingin ia kutuk sekarang juga. Apakah sang penelpon tidak tahu waktu bahwa ini masih dini hari? Apakah jam di rumah si penelpon itu mati hingga menelpon jam segini? Astaga! Ia ingin mengumpati sang penelpon itu sekarang juga.

Ia mengernyit menatap layar ponselnya yang menampilkan sederetan nomor tak dikenal. Siapa ini? Apakah salah sambung? Saturnus terdiam menatap layar ponselnya tanpa berniat untuk menggeser tombol hijau ataupun tombol merah. Hingga layar ponselnya mati ketika sang penelpon berhenti menelponnya. Ia pikir ini adalah salah sambung, namun ternyata ia salah. Layar ponsel itu kembali menyala dan menampilkan sederetan nomor yang sama seperti tadi. "Siapa sih?" tanyanya pelan, hingga hanya dirinya sendiri yang mampu mendengarnya.

Akhirnya setelah berkutat dengan pikirannya sendiri, Saturnus memutuskan untuk mengangkat teleponnya. Ia tak habis pikir, siapa sih orang yang berani mengusik ketenangannya pagi - pagi buta begini? Sumpah serapah sudah ia keluarkan sejak tadi. Namun sang penelpon itu tak menyerah juga, masih menerornya sepagi ini. Gila!

"Halo...?" ucap Saturnus langsung dengan nada malas - malasan. Ya kalian pikir saja, siapa yang tidak kesal di telepon jam 3 pagi. Jam 3 Pagi itu harusnya ia masih bisa tidur nyenyak, dan berkelana di dunia kapuknya.

"...."

Hening. Tak ada jawaban dari seberang sana.

"Halo... Ini siapa sih?! Ganggu aja pagi - pagi." ucap Saturnus semakin kesal.

"...."

Masih tidak dijawab.

"Yaudah kalau gak nyahut, gue matikan teleponnya sekarang juga!" ancam Saturnus dengan nada kesalnya. Astaga! Siapa sih yang mengerjainya? Kurang kerjaan banget!

"Ehhh... Wait! Jangan dimatikan Saturnus, sebentar aja..." sahut sang penelpon itu dari seberang sana.

Suara perempuan? Siapa? Firasatnya mulai tidak enak. Darimana perempuan ini mendapatkan nomor teleponnya? Bukankah ia baru beberapa hari lalu mengganti nomor teleponnya? Astaga! Sampai se-begininya ia di stalker orang!

"Ini siapa sih?!" tanya Saturnus dengan nada kesalnya. Ia sedikit kenal dengan suara di seberang sana.

"Ihh... sayang! Masa gak ngenalin suara pacarnya sendiri sih?" tanya perempuan dari seberang sana.

"Maaf, gue gak punya pacar. Gue matikan ya, bye!" sahut Saturnus langsung menekan tombol merah, tanpa memberikan kesempatan untuk lawan bicaranya berkata - kata lagi.

Hhhhhhh.... Menyebalkan sekali, Ia pikir siapa... Ia pikir penting... Ternyata hanya membuang - buang waktu saja, sudah mengambil waktu tidurnya lagi. Arghhhhh! ngantuknya seketika hilang, terganti dengan rasa kesal yang meluap - luap. Dan ia tak bisa tidur lagi karena kesal, lalu apa yang harus ia lakukan sekarang? Masa iya ia harus menunggu sampai jam 5 pagi dan tidak melakukan apa - apa?

Drrttt... drtttt... drtttt... drttttt... drttttt

Ponselnya berdering lagi. Saturnus yang masih menggenggam ponselnya hanya bisa menghembuskan nafas pasrah. Oke! Sepertinya ia harus meladeni perempuan itu hingga ia puas mengganggu ketenangannya di pagi ini. Saturnus langsung menggeser tombol hijau, dan sambungan tersambung.

"Halo Saturnus ganteng! Selamat pagi cintaku!" ucap perempuan itu dengan sangat antusias.

"Mau apa?" tanya Saturnus dengan singkat. Ia menahan rasa kesalnya mati - matian. Ingin sekali ia berkata kasar, tapi ia tahan - tahan. Ia masih berpikir dua kali untuk kasar dengan perempuan.

"Mau teleponan sama Saturnus, boleh kan?" tanya perempuan dari seberang sana dengan polosnya.

"Jam di rumah lo mati?" tanya Saturnus dengan nada dinginnya.

"Hah? Maksudnya?" tanya perempuan itu dari seberang sana. Terlihat jelas bahwa perempuan itu sedang bingung sekarang. Apa maksud Saturnus?

"Lo tahu ini jam berapa?" tanya Saturnus lagi dengan nada dingin yang sama.

"Tahu kok. Sekarang masih jam 3 pagi. Kenapa memangnya?" tanya perempuan diseberang sana dengan polosnya, seakan - akan itu adalah hal yang biasa dilakukannya.

"Kenapa ga sekalian aja lo nelpon gue jam 12 malam? Biar di sangka kuntilanak!" sahut Saturnus dengan nada kesalnya. Ia menggerutu kecil. Apakah kalian tidak kesal jika di telepon jam 3 pagi hanya untuk sesuatu yang tidak penting?

"Eh? Beneran mau di telepon jam 12 malam? Yaudah deh besok gue telepon jam 12 malam ya?" tanya Perempuan di seberang dengan sangat antusias. Senang sekali rasanya, Saturnus memang sangat baik.

"Gak! Jangan! Awas aja lo nelpon jam segitu ya?! Gue blok beneran nomor ponsel lo!" sahut Saturnus dengan geram. Oh tidak bisakah perempuan yang diajaknya bicara ini sedikit serius?

"Loh tadi katanya mau, sekarang kok enggak mau?" tanya perempuan itu lagi dari seberang sana.

"Gue gak ada bilang kalau gue mau. Gue kesel aja sama lo. Emangnya ngapain sih nelpon pagi - pagi buta begini? Memangnya lo gak tidur?" tanya Saturnus sedikit mengontrol emosinya.

"Aaaa cie perhatian banget sih sama pacar sendiri." sahut perempuan di seberang sana dengan tersenyum - senyum sendiri. Walaupun Saturnus tak melihatnya tersenyum, tapi ia sangat senang dan bahagia. Saturnus masih mau meresponnya saja, ia sudah sangat gembira. Ternyata di balik cueknya Saturnus padanya, Saturnus masih peduli padanya.

"Gue gak punya pacar. Harus berapa kali gue tegasin ke lo?" tanya Saturnus dengan dingin. Ia kesal jika ia dianggap punya pacar, nyatanya ia tidak punya pacar. Dan gilanya, teman - teman di sekolah pada menganggapnya berpacaran dengan perempuan ini. Padahal Saturnus selalu menjaga jarak dengan perempuan ini.

"Iya iya maaf, iya Saturnus gak punya pacar kok." sahut perempuan itu dengan nada menciut. Jika Saturnus sudah begini, ia selalu takut. Takut jika Saturnus benar - benar marah padanya. Sangat susah untuk meluluhkan hati Saturnus.

"Hm... Jadi ngapain lo nelpon gue jam segini?" tanya Saturnus lagi kembali ke topik utamanya. Apakah sebegitu kurang kerjaannya lawan bicaranya ini?

"Gak ada ngapain kok, kangen aja sama Saturnus. Kangen denger Saturnus marah - marah." sahut perempuan di seberang dengan lugunya.

"Aneh lo..." ujar Saturnus singkat. Apa kata perempuan itu? Kangen dirinya marah - marah? Apakah ada perempuan yang se-ajaib itu? Dirinya marah bukannya malah segan, ini malah kangen? Astaga! Sepertinya dunia akan kiamat besok!

"Iya gue memang aneh. Aneh karena udah ngejar - ngejar lo sampai kaya gini." sahut perempuan itu dengan nada pelan. Apakah Saturnus dapat mendengarnya?

"Gue gak ada minta lo buat ngejar - ngejar gue, Lea." ucap Saturnus sedikit merasa bersalah.

Ia juga tidak mengerti dengan dirinya sendiri, kenapa ia tak pernah bisa membuka hati untuk Lea. Padahal Lea tulus menyayangi dan mencintainya. Sudah terhitung hampir 1 tahun lamanya, dari awal MOS sampai sekarang Lea tak pernah menyerah mengejarnya. Padahal sudah ia tolak berulang kali. Lea tetap saja tak menyerah, dan Lea selalu baik padanya.

"Iya Saturnus, lo memang gak minta gue buat ngejar - ngejar lo. Ini kemauan gue sendiri." sahut Lea dengan volume suara yang kecil.

"Kenapa?" tanya Saturnus lagi. Ia merasa bersalah, lagian ia mau mencari yang bagaimana lagi? Lea sudah nyaris sempurna sebagai perempuan. Bahkan banyak yang mengejar Lea di sekolah, namun Lea hanya melihatnya. Lea tak pernah memandang banyak laki - laki yang menyukainya.

"Kenapa apanya Saturnus?" tanya Lea sedikit tidak paham dengan pertanyaan Saturnus.

"Kenapa lo gak nyerah buat ngejar - ngejar gue?" tanya Saturnus lagi dengan perasaan yang tidak dapat ditebak. Hatinya kadang luluh dengan sikap Lea, namun kadang juga ia merasa kesal jika di kejar - kejar setiap hari oleh Lea. Saturnus masih belum memahami perasannya sendiri.

"Karena gue ingin." sahut Lea singkat dari seberang sana.

"Maksudnya?" tanya Saturnus tidak memahami maksud dari perkataan Lea.

"Karena gue ingin ngejar - ngejar lo. Seberapa seringnya lo nolak gue, sebegitu gencarnya gue gak akan pernah nyerah. Gue yakin suatu hari nanti lo gak nolak gue lagi. Gue yakin suatu hari nanti lo bakal luluh karena perjuangan gue dan gue yakin suatu hari nanti lo sendiri yang bakal ngizinin gue buat berjalan beriringan disamping lo sambil menggenggam tangan lo Saturnus." tutur Lea dengan suara yang bergetar. Tidak! Lea tidak menangis. Lea hanya sedih, sedih karena perjuangannya sama sekali tak terlihat oleh Saturnus. Tapi Lea tak akan pernah menyerah.

Saturnus bungkam, ia tak mampu berucap apapun. Dirinya semakin merasa bersalah sekarang.

avataravatar
Next chapter