8 Chapter 8 : Happy?

Sesampainya di apartemen Christine hanya bisa menangis. Ia malu mengingat kejadian dimana Peter menciumnya di tempat umum.

'Apa aku harus pulang? Apa aku harus menerima perjodohan itu?' Pikir Christine, ia terus terisak. Untuk pertama kalinya dia merasa sangat membenci dirinya sendiri karena sudah membiarkan Peter menciumnya di depan banyak orang.

Di sela-sela tangisannya, Christine bisa mendengar seseorang mengetuk pintunya. Sebenarnya Christine tidak ingin membuka pintunya karena ia sedang tidak ingin diganggu, ia hanya ingin sendirian sekarang.

Tapi suara ketukan itu tidak berhenti setelah cukup lama. Mau tidak mau dengan langkah malas, Christine berjalan ke arah pintu. Ia terkejut kala melihat Siapa yang Berasa di pintu apartemennya. Maxime.

"Kenapa lama sekali membukanya?"

"Untuk apa kau kemari?"

"Aku ingin menjelaskan kesalahpahaman yang terjadi beberapa hari yang lalu Christine." ucap Maxime lembut.

"Sudah kukatakan aku tidak ingin mendengarkan apapun darimu! kita sudah selesai! Jangan menggangguku lagi!"

"Tapi kau harus mendengarkan ku Christine, kumohon." pinta Maxime dengan wajah memelas.

Christine menghela napas panjang

"Baiklah, tapi hanya lima menit, sekarang jelaskan!"

"Namanya Nadine, wanita yang kau lihat bersamaku saat di pesta. Nadine adalah tunangan ku. Orang tuaku memaksaku untuk bertunangan dengannya dan aku menyetujuinya karena sejujurnya awalnya aku memang sudah bosan denganmu. Kau tidak pernah berdandan, selalu dengan dandanan yang sama dan monoton Dan itu membuatku bosan, jadi saat ayah memintaku untuk bertunangan dengan Nadine aku menerimanya. Sebenarnya aku memang berniat memutuskan mu malam itu tapi kemudian aku, aku mengurungkan niatku karena aku sangat terpesona melihatmu malam itu jadi aku datang kesini u-"

"Sudah cukup! Pergi dari sini aku tidak ingin melihatmu lagi! Dan selamat atas pertunangan mu!"

Christine menutup pintu dengan sangat keras membuat Maxime terkejut Dan menganga. Ia tidak menyangka Christine akan membanting pintu dihadapannya. Dan lagi, ini masih belum lima menit

Sedangkan disisi lain, Christine tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. Satu lagi hal yang membuat hatinya sakit. Ia benci laki-laki! ayahnya yang menjodohkannya, Maxime yang hanya mencintai fisiknya, dan Peter yang memperlakukannya seperti wanita murahan! Ia sangat membenci semuanya!

Christine menangis, ia tidak kuat menahan semuanya, ia tidak kuat lagi membendung air matanya, ia menangis sejadi-jadinya. Tidak peduli jika akan ada tetangga yang mendengar ataupun terganggu dengan suara tangisannya. Ia tetap menangis dengan keras melepaskan semua beban yang dia rasakan saat ini. Ia hanya ingin sendiri.

Christine tertidur setelah cukup lama menangis, ia lelah. Ia tertidur selama beberapa jam dan terbangun karena lapar. Ia melirik jam dinding yang sudah menunjukkan angka lima. Ternyata ia tertidur cukup lama, ia bahkan melewatkan makan siang.

Christine berdiri dari tempat tidurnya, ia berjalan ke arah dapur dan tidak mendapatkan bahan makanan di sana. Ia lalu memutuskan untuk pergi membeli makanan cepat saji di luar. Namun lagi-lagi, ia kembali mendengar suara ketukan pintu ketika ia hendak mengambil dompet dikamar.

Sejujurnya ia merasa ragu untuk membuka pintu, tapi keraguan itu lantas hilang setelah ia mendengar suara Lexy dari luar yang meneriakkan namanya.

"Christine!! Aku kira kau mati di dalam sana!" Pekik Lexy begitu melihat Christine membuka pintu .

"Tidak, aku masih hidup."

Lexy mengamati penampilan Christine yang berantakan, matanya sembab, bibirnya kering, wajahnya pucat, suaranya terdengar lemah dan pilu.

"Kau pasti belum makan, ayo masuk aku bawa makanan untukmu." ajak Lexy.

Christine hanya mengangguk dan menuruti perkataan sahabatnya itu. Lexy tidak banyak bertanya ia hanya mengamati Christine yang terlihat sangat menyedihkan di hadapannya.

"Jangan menatapku seperti itu, aku sudah lebih baik sekarang."

"Aku sudah mendengar kejadian tadi pagi antara kau dan Peter. Percayalah saat mendengarnya aku langsung mendatangi Peter tapi ia bilang ia sangat menyesal." ucap Lexy.

"Yeah terserahlah, aku tidak peduli." ucap Christine datar.

"Tadi siang setelah aku pulang, Maxime menemuiku, kau ingat wanita yang kita lihat bersamanya saat di pesta? Wanita itu bernama Nadine, dan dia tunangan Maxime." Christine kembali bersuara, pelan namun masih bisa didengar Lexy

"Apa!!"

"Iya, wanita itu tunangannya. Max mengatakannya sendiri padaku. Ia bilang ia bosan denganku karena aku tidak pernah berdandan, ia bilang aku sangat membosankan." tangis Christine kembali pecah. Ia menangis di hadapan Lexy yang menatapnya kasihan

"Aku menyayangi Max Lexy. K-kau tau aku sangat menyayanginya tapi dia memperlakukan seperti ini. Dia hanya menyukaiku secara fisik dan itu sangat menyakitiku."

"Ssshhh tidak Christine, kau tidak menyayangi Max, kau menyukainya karena dia laki-laki pertama yang berpacaran denganmu ditambah lagi kau berpacaran sudah sangat lama dengannya. Memang akan sedikit sulit tapi aku percaya kau pasti akan segera melupakannya. Jangan bersedih lagi." Hibur Lexy.

"Sekarang makanlah, kau harus makan. dan malam ini kau tidak usah bekerja aku sudah menghubungi Anton agar memberimu Ijin, kubilang kau sakit. Ia bilang cepat sembuh. Jadi setelah makan, kau harus istirahat." ucap Lexy lembut.

Christine mengangguk menuruti setiap pperkataan Lexy. Lexy sangat baik, ia beruntung punya teman seperti Lexy karena wanita itu sangat bisa diandalkan. Lexy selalu mendukung semua yang dilakukannya.

Ia sangat senang memiliki sahabat seperti Lexy disampingnya, ia tidak pernah merasa sendiri, ia tidak merasakan kesepian, tidak seperti saat pertama kali ia kabur dari rumah karena menolak perjodohannya.

Ayahnya bahkan memblokir kartu kredit dan ATM-nya. Kevin memang mendukung perjodohan Christine tapi melihat Christine di usir dari rumah karena menolak perjodohan itu membuat Kevin secara diam-diam selalu memberikan uang yang cukup banyak pada Christine.

"Kakak tidak tau apa alasanmu menolak perjodohan itu, kau bahkan tidak tau siapa lelaki yang dijodohkan ayah denganmu" ucap kakaknya kala itu

"Aku sudah punya pacar kak," jawab Christine sedih.

"Christine kakak tidak tau sejak kapan kau pacaran, tapi kakak tidak akan memaksamu seperti ayah. Ini gunakan uang ini untuk bertahan hidup sampai kau mendapatkan pekerjaan, kalau sudah habis dan kau tidak mendapatkan pekerjaan tidak apa-apa kakak akan selalu memberimu uang" ucap Kevin memberi Christine setumpuk uang cash.

"Tapi kak, ayah akan memarahimu kalau ayah tau kau memberiku uang."

"Biarkan ayah memarahiku, palingan nanti juga akan reda sendiri. Tapi kakak tidak bisa membiarkan adik kesayangan kakak harus menjadi gelandangan hanya karena memilih jalan hidupnya sendiri! jadi gunakan uang ini dengan baik, bekerjalah untuk bertahan hidup. Berjuang dan berbahagialah Christine buat kakak bangga dan buat ayah sadar kalau pilihannya tidak membuatmu bahagia." ucap Kevin sambil mengecup kening adiknya kemudian pergi.

Setelah Kevin pergi, Christine hanya terdiam. Dia tidak tahu mau berbuat apa. Ia tidak pernah seperti ini sebelumnya. Tapi ia tidak ingin pulang ke rumah, ia akan bekerja, berjuang dan berbahagia seperti yang diucapkan kakaknya.

Mengingat semua kejadian itu membuat dada Christine sesak. Ia tidak bahagia seperti yang kakaknya ucapkan. Apakah ia harus kembali ke rumah dan menerima perjodohan itu? Tapi ia tidak mau!

Jadi mau tidak mau, Christine akan bertahan. Tidak, ia memang harus bertahan.

avataravatar