webnovel

Khayalan

Atika menaikkah salah satu alisnya. Paket Zayn dibawa masuk ke dalam apartemen. Sekilas memang paket aneh tidak ada nama pengirimnya. Hanya nama lengkap Zayn dan alamat apartemen ini sebagai informasi saja. Nomor telepon pun tidak dicantumkan. Atika  mengangkat bahu tidak peduli.

"Nanti aku kabari Zayn jika ini menyangkut pekerjaannya. Tapi paket ini terlalu berat. Apa isinya?" Setelah berulang kali melanjutkan penasarannya, Atika membuka paket itu secepat mungkin. Mana tahu ada rahasia Zayn –rahasia pria- yang pernah diomongin teman kampus.

Brak! Atika menghentikan kegiatannya. Suara tetangganya benar-benar tidak bisa didiamkan. Hampir mengalahkan suara lagu NCT, Atika mendekatkan diri ke dinding dan membuka plester yang diyakini Atika ada hubungannya dengan pekerjaan Zayn.

Mata hitam Atika membulat sempurna. Dari sisi ini, Atika tidak akan ketahuan sama sekali. Mulut Atika mengatup rapat-rapat. Seluruh kejadian tidak bisa dikatakan dalam satu kalimat. Tubuh ramping Atika menahan keseimbangannya. Jelas sekali ada orang asing yang memakai topeng kelinci.

Bercak cairan merah di pakaian pria itu sangat banyak. Dinding, seprai dan kamar tidur menyatu dengan warna tersebut. Lampu penerangan di nakas jatuh berada di leher wanita yang meronta-ronta kesakitan akibat dicekik menggunakan kabel. Atika menutup mulutnya sekian kali.

Tontonan drama barat genre thriller mengiang di pikiran Atika. "Wah, kamu berani sekali menantang aku tidak boleh masuk ke aparteman sebagai tamu. Kamu pikir kamu siapa? Jangan menangis. Setelah ini aku pastikan kamu tenang di surga," ucap pria itu mengelus rambut wanita itu yang mulai memberhentikan aksi pemberontakannya.

Atik terjatuh ke belakang. Pertama kali melihat tempat kejadian yang nyata selain tontonan file di laptop Zayn. Zayn yakin ini bukanlah permainan semata, pikir Atika mulai membuat argumen. Beruntug apartemennya sekarang dipekuat suara lagu sehingga respon Atika tidak berpengaruh.

Beberapa menit kemudian, Atika menarik kembali tubuhnya untuk mengecek. Tidak ada orang lagi. Tercium aroma disenfektan dan wewangian bunga menyerbak di ruangan. Betapa mengejutkan Atika melihat pria bertopeng kelinci itu membersihkan perbuatannya.

Sidik jari pun dilenyapkan. Bahkan ruangan itu disulap menjadi ruangan baru. Korban wanita yang meninggal itu ditaruh ke dalam koper berukuran sedang meski suara pemotong pohon listrik dihidupkan. "Dia mau buat apa?" Atika merasakan ingin tahu tinggi memberikan spekulasi.

Wajah pucat Atika semakin menjadi-jadi. Mesin tadi bukanlah sembarang dihidupkan melainkan untuk membantu anggota tubuh yang tidak muat di koper dipotong rapi. Segera saja Atike berlari ke kamar mandi. Muntah  membayangkan tubuh wanita tadi dibuat sadis begitu. 

Keringat dingin langsung dibersihkan menggunakan sapu tangan. "Ayo! Kamu pasti bisa, Atika. Laporkan ini kepada penjaga keamanan dan Zayn," kata Atika menyelesaikan aksi muntahnya lalu berjalan sempoyongan. Belum selesai makan sarapan malah disuguhi pemandangan mengerikan.

Atika menekan tombol angka telepon rumah. Ada nada sambung tapi tidak kunjung dijawab. Gigt kuku, Atika tidak mau sendirian menerima fakta sebelah apartemennya didatangi oleh pria aneh. Hari ini Atika akan telat datang kuliahnya di jam kedua. 

Biarkan aman dulu sebelum Atika bergerak gegabah. Suara operator membuat Atika tidak nyaman. Hp di saku piyama langsung dihidupkan. Setidaknya ini pilihan terakhir menghubungi orang yang dimaksud. Paket milik Zayn saja ditelantarkan di meja makan.

"Halo? Ini pengurus apartemen. Ini nomor Atika ya?" Wanita paruh baya mengecek kembali nomor yang dihubungi dengan menekan ujung pulpen. Atika mengiyakan pelan lalu meminta petugas keamanan mengecek apartemen 205 dengan alasan membuat kegaduhan.

"Aku minta tolong, Bu. Sejak tadi pagi suara-suara itu tidak hilang," bela Atika ketika ibu pengurus apartemen mempertanyakan kredibilitas masalah tersebut. Sekarang Atika yakin tidak ada yang membantunya kecuali Zayn. Pembicaraan itu tidak berlangsung lama dan dimatikan sepihak.

Atika igin mencampakkan hpnya kalau tidak ingat Zayn. "Ok, ini terakhir. Jika Zayn tidak angkat, aku benci dia!" Atika menekan tombol satu sehinga muncul nama Zayn sedang tersambung. Suara seberang telpon diangkat. Harapan Atika membuahkan hasil.

[Kamu yakin dia memotong semua tubuh wanita itu? Bukan khayalan kamu takut dengan drama barat yang aku kasih?] Atika menolak tegas. Seenaknya saja Zayn mengatakan hal begitu. Jika Zayn di posisinya kemungkinan lebih besar menangkap pria itu sendirian daripada Atika.

Atika saja tidak pernah belajar beladiri. Kalau bisa memutar waktu, seharusnya Atika mendengarkan nasehat orang tuanya sejak dulu. "Jangan salahkan aku kalau aku mati sekarang. bye! Aku mau ke kampus," kata Atika mematikan hpnya cepat-cepat. 

Jam dinding sudah menunjukkan jam sembilan pagi. Satu jam lagi masuk mata kuliah kedua. Atike membuang napas berat. Dikumpulkan dulu keberanian untuk keluar dan melanjutkan sarapan yang tertunda. Atika sedang berusaha mengenyahkan kejadian sebelumnya. 

***

"Telat lagi? Kebiasaan ini kamu hilangkan. Mau lulus S2 cepat? Jangan mimpi!" Perkataan professor itu membuat Atika memilih melihat ke luar jendela. Lantai lima bukanlah masalah  besar jika liftnya penuh. Sedari tadi Atika mengambil jalan darurat dan lari mengejar waktu.

Atika tahu mendapatkan omelan di kelas. Tatapan teman kampus beragam. Ada yang merendahkan, menggelengkan kepala, berbisik-bisik dan diam menatap Atika di depan. Hukuman diberikan profesor pun dianggap memalukan. 

Menyelesaikan soal matematika murni dan memberikan sumpah berjanji. Selain itu Atika disuruh lari di lapangan khusus anak jurusan olahraga. 'Bisa mati hidrasi. Dasar professor!' batin Atika menggerutu walaupun diucapkan dalam hati.

Tangan kanan Atika menulis jawaban soal yang diberikan dengan tenang. Ini lebih baik memikirkan persoalan sulit sekaligus membangun mood yang baik, Atika memilih jalur ini saja. Air lantai berubah. Atika membeku kembali. Cairan merah di lantai mulai penuh. 

Kelas kampus Atika gelap. Sendirian. Satu kepala menggelinding tepat di depan kaki Atika. Atika menahan napas. Sejak kapan pikiran Atika liar begini? 'Fokus! Jangan palingkan kamu dari soal? What?' Detik itu juga, papan tulis dilumuri cairan yang sama. Bahkan permintaan tolong dari kepala yang menyentuh kaki Atika tidak pernah berhenti.

Teriakan profesor semakin jelas. Atika menoleh ke samping ketika profesor tadi mulai khawatir. "Apa yang terjadi? Kamu tidak fokus lagi?" Atika menggelengkan kepalanya lalu menuntaskan hasilnya. Padahal suara sekelilingnya tidak ada dan diganti dengan dimensi yang lain.

"Maaf mengecewakan kamu. Aku akan duduk dan mendengarkan materinya," jawab Atika menaruh spidolnya, melirik seluruh teman kelas dan menundukkan wajahnya. Sepertinya khayalan yang dimaksud Zayn perlahan-lahan menghantuinya.

Tring! Wa masuk dari Zayn. Atika tidak bisa membalas pesan wa selama pembelajaran berlangsung. Pemikiran tadi tidak bsa diputar lagi. Entah itu firasat Atika si korban wanita meminta keadilan atau psikis Atika sedang tergoncang akibat tadi pagi.

"Ya, kali ini kita kedatangan mahasiswa baru. Kemari Nak Axel."

Bersambung

Next chapter