1 Marvin Takut

[Seoul, July 2015]

 

Sebuah mobil van putih mewah tampak berhenti di depan sebuah gedung megah. Ada banyak sekali photographer dari berbagai fansite, wartawan dan lainnya yang bersiaga di tempat mereka saat ini. Kala seorang bodyguard membuka pintu mobil tersebut.

Beberapa saat kemudian, tampaklah wanita cantik keluar dari dalam van. Seketika, terdengar suara bidikan kamera, disusul blitz kamera yang terus menyerbu sosok tersebut. Banyak pula yang meneriakan namanya, tapi ia hanya menanggapinya dengan senyum tipis, melambai kecil dan dilanjutkan dengan melangkah anggun menyusuri red carpet. Kaki jenjangnya yang berbalut boots wedges, seolah mempesona berpasang-pasang mata. Hingga akhirnya, ia tiba di mini podium bersama dua orang MC yang menyambutnya.

Senyuman di bibir plumnya kian melebar, kedua mata cantik nan teduh miliknya tampak seperti bulan sabit. Kala kedua MC itu menyapanya dan memintanya untuk berdiri diantara mereka berdua.

"Teresa Lee."

"Ya?"

Ia sudah berdiri diapit seorang pria dengan tuxedo hitam dan wanita dengan gaun melangsai, berbahan chiffon. Berbeda dengan Teresa yang mengenakan dress pass body dan coat peach yang menutupi keseksian tubuh rampingnya.

"Bagaimana perasaanmu hari ini?" Tanya si MC pria.

Teresa tersenyum kecil, "Aku sangat senang sekali hari ini, dengan perhelatan awards yang diadakan setiap tahun. Suatu kehormatan karena aku turut merasakan euforianya nanti." Imbuh Teresa menjawab pertanyaan kedua, senyum kecil telah berubah menjadi senyum manis. Khas seorang Teresa Lee.

"Apa ada penampilan spesial darimu?" Tanya MC wanita, seolah dia sangat penasaran dengan penampilan Teresa nanti.

"Tentu!" Teresa mengangguk penuh semangat.

"Apa itu? Kami boleh mengetahuinya?" tanya kedua MC itu bersamaan.

"Kalian bisa melihatnya nanti. Karena ini sangat spesial, terutama untuk acara yang juga sangat spesial!"

Seketika suara teriakan yang memanggil-manggil nama Teresa terdengar jelas. Itu semua berasal dari sekumpulan fans yang turut hadir untuk melihat penampilan Teresa malam ini.

"Kami sangat tidak sabar menantinya!" ujar MC pria dengan wajah yang terlihat sangat amat penasaran dan begitu tidak sabar.

"Kalau begitu, silakan masuk Teresa Lee dan terima kasih atas waktumu."

Teresa berkata tidak apa-apa, serta terima kasih kembali. Ia melambai pada fansnya dan memberikan love sign, sebelum pergi menuju pintu masuk gedung yang memang diperuntukan bagi penyanyi, aktris, serta aktor. Ia berjalan dengan begitu anggun, persis seperti angsa putih yang tengah berenang di tengah danau. Tidak sedikit yang tidak melihat indahnya seorang Teresa Lee malam ini.

Dia selalu mempesona, daya tariknya begitu kuat. Selalu seperti itu, terlebih-.. ketika ia berada diatas stage nanti..

***

Kedua tangannya telah sibuk dengan wafer dan sepotong cokelat. Ia terus memakannya bergantian, hingga remah wafer dan lelehan cokelat mengotori bibir serta tangannya. Tapi, ia tidak mempedulikan itu. Ia lebih mempedulikan apa yang tengah ia nantikan dari layar televisi.

"Rere dimana? Rere mana?" Tanyanya, entah pada siapa.

Dia hanya seorang diri disini, hanya ditemani camilan untuk menunggu si cantik yang selalu ia tunggu setiap saat. Ketika ia tengah bergumam Rere dimana. Sebuah nama yang terpampang di layar televisi, berhasil membuatnya terlonjak senang. Ia pun berdiri dan menaikan kacamata bulatnya dengan punggung tangannya.

"Ituuuuu Rereeee!!!" pekiknya, menunjuk-nunjuk ke arah televisi.

Lalu, terdengar tawa membahana keseluruh penjuru apartemen. Kala sosok cantik Teresa Lee tengah bernyanyi dan menari dengan penuh penghayatan. Untuk beberapa saat dia hanya terdiam, begitu terpesona melihat Teresa menguasai stage seorang diri.

Lighting terus berganti warna, bergerak mengikuti irama dari musik yang tengah mengiringi tarian Teresa Lee. Sampai akhirnya, menyorot sosok Teresa yang baru saja menyelesaikan performancenya. Keringat tampak membasahi wajah cantik Teresa, namun-.. wajah dingin andalannya berubah perlahan menjadi wajah manis kala lampu sorot kian meredup. Wajah manis yang menghipnotisnya dalam sekejap..

"Cantiknya!"

***

CKLEK

 

Rasanya lelah sekali dan kantuk telah memburunya sejak tadi. Tapi, ia hanya mampu diam dengan wajah masam, sesaat ia tiba di dalam apartemen. Lalu, melepaskan boots wedges miliknya dan meletakannya di rak sepatu. Barulah, ia memasuki apartemen lebih dalam lagi. Berniat untuk segera tidur, untuk menyambut jadwal esok pagi. Akan tetapi..

Ia melihat pria bertubuh besar dengan kacamata bulat, tampak tertidur nyenyak di atas sofa. Terdengarlah helaan nafas kasar dari celah bibir plum itu. Niatnya untuk segera tidur sudah sirna dalam sekejap.

Alhasil, ia berbalik ke arah ruang tengah dan menaruh tas punggung miliknya di single sofa. Tatapannya tidak lepas dari bungkus makanan yang bertumpuk diatas meja. Ingin sekali memarahi pria itu, tapi-.. ia terlalu lelah untuk mengomel dan berakhir membersihkan semua itu.

"Menyusahkan." Gumamnya.

Saat ia selesai membersihkan sampah dari bungkus makanan tersebut. Tatapannya beralih pada pria berkacamata, yang memiliki begitu banyak noda cokelat di bibirnya hingga pipi. Bahkan, tangan besarnya pun sama kotornya.

"Kapan Marvin Kim ini bisa berhenti menyusahkanku, oh my God!" gerutunya.

Meski pun kesal, ia tidak sampai menendang Marvin agar terjatuh dari sofa. Melainkan, ia mengambil tisu basah dari dalam tasnya dan duduk di permadani untuk membersihkan jejak cokelat di bibir, pipi serta tangan Marvin.

Sejujurnya, ia ingin membangunkan pria itu dan menyuruhnya untuk pindah dan tidur di dalam kamar. Tapi, pria itu tertidur nyenyak sekali. Jadi, ia tidak tega membangunkannya-..

"Rere sudah pulang?!" Tanya Marvin, yang rupanya terbangun karena tangan lembut itu membersihkan tangannya.

"Heum."

"Teresaaa! Wah! Tadi luar biasa sekali, tahu tidak? Rere sangat cantik! Marvin juga menari seperti Rere menari tadi-.."

"Marvin, masuklah ke dalam kamarmu. Sudah malam, lebih baik kau tidur!" Ujar Teresa setelah memotong ucapan menggebu-gebu Marvin.

Sialnya, Marvin justru menggeleng keras dan menolak perintah Teresa. Ia segera mendudukan dirinya dan memegangi tangan Teresa dengan sangat erat.

"Rere! Marvin tidur bersama Rere oke? Tadi ada bayangan hitam! Seram sekali! Marvin takuttt!" Adunya lalu menarik-narik tangan Teresa.

"Tidur saja dikamarmu!" Omel Teresa, karena ia sudah cukup lelah dengan jadwalnya hari ini. Tidak ingin disusahkan Marvin lagi.

"Rere-.. t-tapi, Marvin takut diculik hantu itu! Kalau Marvin menghilang bagaimana?"

"Bagus sekali, jika kau benar menghilang!" Cibir Teresa dan menyentak kasar tangan Marvin.

Sesaat tangannya terlepas dari genggaman Marvin. Ia beralih menuju single sofa untuk mengambil tasnya. Tidak peduli dengan rengekan Marvin atau apa pun itu. Toh, dia sudah besar'kan? Hanya otaknya saja yang agak bergeser, pikir Teresa.

"REREEEEE!!!"

GREP

"YAH! KAU ITU BERAT MARVINNN KIM!!! LEPASKAN AKU!!!" Teriak Teresa, saat Marvin memeluknya dengan kaki kanan yang naik sampai ke atas lutut Teresa.

Ini sungguh keterlaluan! Dia pikir tubuhnya itu kecil, eoh? Bahkan Teresa hampir terjatuh karena tingkah konyol Marvin. Sialan memang!

"Tidak… tidak! Marvin takuttt!!!" Ujar Marvin dan mengeratkan pelukannya pada Teresa.

"Aish! Aku lelah Marvin! Kenapa kau selalu merengek? Ah!-.. si idiot ini!"

"Marvin tidak idiot! Marvin masih kecil, jadi Marvin harus meminta perlindungan pada Teresa yang sudah besar." Ujar Marvin dengan nada merajuk yang jelas sekali menyapa indera pendengaran Teresa.

'Kecil? Tubuh sebesar itu dia sebut kecil? Lalu tubuhku, dia sebut besar? Ya Tuhan, kenapa dia sangat idiot?' batin Teresa mengutuk nasibnya yang malang ini.

"Marvin takut, Rere! Jika Marvin bersama Rere, pasti hantunya takut!"

"Eh? Takut?" Teresa tampak terheran-heran.

Namun, Marvin tidak menjawab dan memilih diam. Ia turunkan kakinya dari lutut Teresa dan menjauhkan dirinya. Dia benar-benar diam, selain meraih tangan Marvin dan menarik-nariknya seperti bocah kecil yang merengek pada ibunya.

"Marvin! Kau ini kenapa?" Omel Teresa, yang mulai habis kesabaran.

"Hantunya akan takut dengan Rere!"

"Ish! Apa maksudmu, bodoh?" geram Teresa, yang kini ditarik Marvin menuju kamarnya sendiri.

"Karena Rere bisa memarahi Marvin dan membuat Marvin takut. Pasti, hantunya juga akan takut seperti Marvin pada Rere! Hehe.."

Teresa terdiam dan tampak mencerna ucapan Marvin, dengan Marvin yang telah beranjak naik ke atas ranjang dan berlindung di bawah selimut. Ia tahu, Teresa akan marah besar sebentar lagi dan dugaannya benar. Karena Teresa menoleh dengan mata cantiknya yang berkilat-kilat mengerikan. Hingga berakhir dengan teriakan sampai 4 oktaf andalannya.

"MARVIN KIMMMMM! IDIOT! AKU TIDAK AKAN MEMBELIKANMU CAMILAN LAGI! AWAS KAU ALIEN BODOH!"

Seketika Marvin terduduk diatas ranjang dan memandang Teresa dengan wajah memelas. Meski itu tampak percuma karena Teresa hanya mendiamkannya dengan lirikan sinis.

"J-Jangan Rere, Marvin tidak punya uang untuk membeli camilan sendiri. Jangan! Maaf-.. Marvin minta maaf!"

Teresa berdesis kesal dan melemparkan tasnya hingga membentur sudut lemari. Ia pergi menuju kamar mandi dan membersihkan dirinya. Meninggalkan Marvin yang duduk sendirian diatas ranjang dengan wajah ketakutan. Karena Teresa sudah marah besar padanya.

"Rere marah, bagaimana ini?" Gumamnya dan menggigiti kuku-kukunya dengan gugup.

Marvin terus seperti itu, bergumam Rere marah. Sampai Teresa keluar dari kamar mandi dengan kimononya dan memberikan lirikan sinis lagi pada Marvin. Ia berjalan menuju lemari pakaian, mengambil piyama miliknya. Hendak masuk ke dalam kamar mandi lagi. Akan tetapi, melihat Marvin masih menggunakan tas punggung dan pakaian tadi pagi. Seketika Teresa menghentikan langkahnya, ia menghela nafas kasar. Jari telunjuk lentik Teresa menunjuk Marvin dengan wajah kesal.

"Hey! Lepaskan tasmu! Kau ingin tidur dengan tas itu? Ganti pakaianmu juga, mandi di kamarmu!!" perintah Teresa dengan tegas.

"Tapi-.."

"Cepat lakukan! Atau kau tidak boleh tidur disini?!" ancam Teresa.

Marvin yang memang mudah takut dengan ancaman itu, segera pergi menuju kamarnya dan melakukan perintah Teresa. Tidak tahu saja, jika Teresa terkikik geli melihat tingkah lucu Marvin. Barulah, ia kembali masuk ke dalam kamar mandi untuk mengenakan piyamanya.

Sebelum Teresa keluar lagi dari dalam kamar mandi, Marvin sudah bersiaga di atas ranjang dan memejamkan kedua matanya. Agar Teresa tidak bisa mengusirnya, toh-.. ia juga sudah mengganti pakaiannya dan menaruh tas pororonya di kamarnya. Ide Marvin sangat cerdas'kan?

"Marvin." panggil Teresa, setelah keluar dari dalam kamar mandi.

Ia segera naik ke atas ranjang dan memperhatikan pria itu, dia masih menggunakan kacamata bulatnya. Teresa kembali merasa kesal dan berakhir melepas paksa kacamata Marvib, meletakannya dengan kasar ke atas meja nakas.

"Marvin, bergeser! Jangan mengambil kasur bagianku!"

Marvin yang memang belum benar-benar tidur, segera bergeser untuk memberikan ruang bagi Teresa. Ia sedikit mengintip, sesaat Teresa merebahkan dirinya dan hendak tidur. Melihat Teresa seperti itu, Marvin bergegas memeluk tubuh Teresa dan menganggap Teresa seolah gulingnya.

"Marvin! Kau itu berat-.."

"Rere, Marvin tidak bisa tidur. Usapi kepala dan punggung Marvin, please!" mohonnya dengan puppy eyes.

Karena Teresa sudah benar-benar lelah dan ingin tidur, ia pun mengalah. Dibiarkannya Marvin menelusupkan wajahnya pada bahunya, sedangkan Teresa menumpu dagunya di atas kepala Marvin. Ia usapi kepala belakang dan punggung Marvin dengan lembut.

"Rere, tadi-.. di televisi Marvin melihat makanan enak. Eum-.. kari-.. iya, namanya kari! Marvin ingin itu untuk sarapan besok, boleh tidak?"

"Makanan itu pedas! Makan saja sarapan seperti biasa." Jawab Teresa, yang sudah memejamkan kedua matanya.

"Tapi, itu sangat enak." Gumam Marvin, masih mencari cara agar Teresa membuatkannya makanan bernama kari itu.

"Jadi maksudmu? Masakan buatanku tidak pernah enak?!" Teresa jelas merasa tersindir.

"Masakan Rere selalu enak. Tapi, Marvin ingin itu!" rajuknya.

Teresa berdecak keras, "Kau bisa sakit perut!"

"Kenapa?" Marvin masih bertanya-tanya alasannya.

"Astaga Marvin! Makanan itu pedas! Kau'kan tidak suka makanan pedas! Aish! Bisakah kau diam?!" Teresa mulai habis kesabaran, karena tidurnya kembali terganggu.

"Rere."

"…"

"Tadi, saat Rere menari. Kenapa baju Rere sobek? Rere berkata, tidak boleh membuka baju sembarangan. Tapi, kenapa Rere seperti itu? Kalau Rere sakit bagaimana?"

"Marvin! Tidur!" Perintah Teresa dengan suara parau.

"Rere, hari ini cantik sekali! Marvin suka! Senyum Rere juga. Wah! Marvin seperti melihat Dewi bulan-.."

"Marvin!" Teresa kembali memperingatkan.

"Selamat malam Rere cantik. Marvin sangat menyayangi Rere! Ayo kita tidur dengan nyenyak dan bermimpi indah!" Ujar Marvin, ia tertawa kecil seraya mengeratkan pelukannya.

Tanpa ia ketahui, sepasang mata cantik Teresa kembali terbuka. Tatapannya begitu tajam, melirik sinis pada Marvin yang sepertinya sedang berusaha tertidur.

'Dia sangat menyayangiku? Tapi aku-.. tidak sama sekali.'

avataravatar
Next chapter