webnovel

"Jangan terlalu benci! Biasanya benci akan menumbuhkan benih cinta." 1. Pertemuan Pertama~

"Gila ini udah jam 9 woi! Mampus gue," Ara tampak berjalan mondar-mandir didepan gerbang sekolah. Dirinya tampak menggerutu akibat semalam ia begadang menonton drama Korea.

"Lo terlambat?" Suara berat membuyarkan pikiran Ara. Dirinya menatap sang pemilik suara dingin khas anak Sma.

"BUTA YA MATA LO?!" Ara malah ngegas membuat cowok tersebut melototi Ara. Ia bertanya dengan baik-baik namun respon cewek yang didepannya ini sunggu mengagetkan bagi dirinya.

"Yaudah santai aja gak usah ngegas kali," ujar cowok itu meninggalkan Ara yang masih merenung menatap gerbang sekolah. Ini hari pertama dirinya sekolah namun kesialan menimpa dirinya.

"Tolong datangkan lah penyelamatan," teriak Ara membuat anak-anak Osis yang berjalan untuk membuka pintu gerbang.

"Ngapain lo nyusep disitu?" Satu anak cowok berpakaian rapi khas anak-anak Osis menatap Ara yang duduk di lantai tanpa peduli lagi rok miliknya akan kotor.

"Lo tau gak? Gue capek nunggu disini?!" Ara ingin menerobos cowok itu masuk namun di cegat.

"Lo tau sopan santun?"

"Ha? Sopan santun? Buset! Kakak kelas jaman sekarang gini semua ya," ujar Ara membuat cowok tersebut menjewer telinga Ara.

"Gue ini ketua Osis di Sma ini. Gue punya tugas untuk mendidik anak-anak kayak lo yang ga tau diri," ujar cowok itu lalu menarik lengan Ara masuk.

"Eh? Lepas dong! Enak aja narik-narik gue. Kusut nih baju," ujar Ara melepaskan paksa tangan Ketos tersebut.

"Yaudah ikut!"

"Eh tadi ada satu cowok juga selain gue," ujar Ara namun tidak diladeni oleh cowok tersebut. David sudah tau siapa yang dimaksud cewek ini. Salah satu murid yang pemberontak tak ingin diatur.

"Curang lo pada! Gue doang yang di hukum."

"Lo tau siapa dia? Dia itu bad boy, udahlah jangan urusin dia."

"Tapi kan dia juga harus di bimbing dong masa cuma gue?" Ara masih saja mengomel dengan alasan cowok yang ia temui di depan gerbang tadi.

"Jangan terlalu permasalahin orang itu. Bahaya."

"Dih? Jahat lo pada!"

"Lo bisa tutup mulut? Bentar lagi udah ruangan Kepala Sekolah," ujar David membuat Ara menggembulkan pipinya malas.

"Aku tuh ga bisa diginiin," ujar Ara berhasil membuat anak Osis lainnya tertawa. Receh banget.

"Lo pada juga ikutin nih anak. Udah kerja sana. Biar gue yang antar nih anak tengik," ujar David membawa Ara kedepan pintu ruang Kepala Sekolah.

-o0o-

"YES! GUE GA DIHUKUMMM!! YUHUUU!!" teriak Ara saat keluar dari ruang Kepala Sekolah. Dirinya menggendong tas ransel hitam miliknya menuju kelas.

"Woi! Nama lo siapa?" David mengejar Ara, menarik tas hitam milik cewek itu. Badan Ara tertarik kebelakang dan hampir saja terjungkal.

"Santai dong! Napa sih lu?" Ara mengomel sambil mengunyah kacang kesukaannya. "Mau gak? Biar lo bisa santai-santai kayak gue," tawar Ara memberika kacang pada David. Cowok itu terdiam menatap Ara bingung.

"MAU GA?!" tanya Ara ulang dengan suara seperti toa sekolah.

"Santai ga usah ngegas."

David mengambil satu kacang lalu memasukkannya kedalam mulutnya. "Kenapa sih suka kacang? Malahan gue ga suka, kacangnya suka nyangkut di gigi."

"HAHAHAHA." Ara malah tertawa nyaring dengan ucapan spontan David. "Lo aja tuh kacang nyangkut di gigi."

"Lo ledekin gue mulu."

"Bodo amat dih!" Ara berjalan meninggalkan David sambil menghentakkan kakinya.

-o0o-

"HALO SEMUA! SEPERTI BIASA, KALAU KITA KEDATANGAN MURID BARU, ADA TRADISI DONG?" perkataan itu muncul saat Ara memasuki kantin. Keningnya berkerut, tradisi? Baru kali ini Ara mendengar ada tradisi untuk siswa baru. Namun bukan Ara jika ia mudah di taklukan.

Dirinya memberikan tepukan tangan sedikit panjang membuat siswa lainnya yang berada di kantin terdiam. Baru kali ini seorang murid baru menyukai tradisi ini.

"Tradisi apa?" Ara maju menuju cowok yang berkata tadi. Dirinya tampak menatap sinis dan melihat sekeliling sambil tersenyum manis. "Kok diam? Ga ada yang jawab?"

"Lo jadi cewek jangan songong!"

Ara melihat wajah cowok yang berkata tidak lama tadi, tidak asing. Oh, Ara tau. Cowok yang bersamanya tadi di depan gerbang sekolah.

"Lo jangan songong jadi cowok. Mentang-mentang cowok lo berani ama cewek?" Ara tersenyum.

"Gue gak ngelawan makhluk lemah."

Ara tersenyum meremehkan lalu berucap, "Dengan lo bilang begitu? Lo pikir lo bakal terlihat lebih kuat? Lebih jago?"

"Semua orang juga tau gue jago," ujar cowok itu lalu duduk memakan satu cireng milik kantin.

"Ga. Ga semua. Gue ga tau kalau lo jago yang gue tau lo cuman sok jago!"

"Asik udah ada cewek yang berani nih!"

"Palingan cuman cari tenar doang!"

Perlahan bisikan itu terdengar di telinga hangat Ara. Lalu ia menatap sekelilingnya.

"Gue ga tau salah gue dimana tapi gue cuma mau bilang, gue ga mau tunduk ama senior di sini," ujar Ara lalu pergi meninggalkan kantin.

Namun satu kaki berhasil membuat dirinya jatuh. Apa lagi jika bukan seseorang kakak kelas cewek yang sengaja. "Gitu doang jatuh?"

"Kenapa? Ga terima kalau gue bilang gitu ke cowok yang kalian bangga-banggain? Dasar lo semua, cupu!"

"Catet! Sampai kapan pun gue ga akan berdamai ama dia!" Satu jari Ara menunjuk kearah cowok yang sudah menantang dirinya tadi. "Cewek bukan berarti lemah, gue bisa lawan lo sekarang juga makanya jadi cowok jangan songong doang!"

"Berani banget dia boss!" Rendy menepuk pundak Daffa (cowok yang tadi menatang Ara).

"Apaan sih?" Daffa melangkah meninggalkan kantin yang masih tegang. Kedua tangannya di masukkan kedalam saku celananya.

"Kenapa dia?" tanya Rendy pada teman-teman lainnya yang semeja dengan dirinya.

"Mana gue tau," ujar yang lainnya.

"Sinting tuh anak," ujar Rendy sambil memakan cireng kesukaan di kantin ini.

-o0o-

"Gila perut gue mules Vani!!" Ara berjalan bungkuk saat keluar sekolah. "Gara-gara dia nih tadi pake debat lagi di kantin."

"Makanya jangan ladenin mereka. Mereka itu jahat banget sumpah. Ditakutin di sekolah!"

"Sekarang jangan mikirin mereka. Sekarang gimana caranya biar gue makan?"

"Yaudah sih tinggal nyari aja tempat makan," ujar Vani membuat Ara melototkan matanya.

"Segampang itu? Gila! Dimana gue harus cari tempat makan??" Ara merasa makin lapar. "Mana bisa gue naik angkot perut gue sakit? Yakali gue kentut-kentut di mobil."

"Hahahaha. Ga masalah sih kan lo yang malu bukan gue," ujar Vani membuat Ara makin muak.

Ara menarik Vani untuk mendekat saat motor anak-anak berwarna hitam dan Ara tau siapa mereka. Orang yang sudah mempermalukan Ara di kantin tadi. Ara menggenggam tangan Vani berharap anak motor itu segera pergi.

Namun harapan itu musnah.

-o0o-

Terima kasih sudah mampir teman-teman.

Salam hangat,

Karin.