3 Chapter 2 # PELARIAN

Tiba - tiba lampu ruang tamu menyala.

"Kamu sengaja pulang larut agar tidak bertemu dengan mereka?" suara Erwin mengejutkan Jessica yang telah memasuki rumah dengan mengendap - endap layaknya pencuri yang tertangkap basah.

"Jessie kan sudah bilang, Jessie gak mau nikah!" jawab Jessica.

"Lagian mereka pasti marah kan karena Jessie gak pulang? Apa mereka batalin perjodohannya?" tanya Jessica antusias.

"Hehehe.. Ternyata itu niat kamu pulang malam," Erwin tersenyum menanggapi pertanyaan Jessica. Jessica mengerutkan keningnya bingung.

"Mereka malah memajukan pernikahannya minggu depan," tutur Erwin.

"What??" Jessica terkejut dengan ucapan papanya.

"Kata Mr. Robert, putranya menyukaimu jadi dia ingin menikah secepatnya"

"Bagaimana mungkin? Kita kan belum pernah bertemu? Bagaimana dia menyukaiku?"

"Dia pernah melihatmu dan dia suka"

"Kapan?" Jessica mencoba mengingat - ingat tapi dia memang tidak ingat.

"Apa pun itu, Jessie tetap tidak setuju dengan pernikahan ini!" Jessica tetap dengan pendiriannya. Jessica berlari menaiki anak tangga menuju kamarnya.

"Mau atau tidak kamu tetap harus menikah dengannya!" teriak Erwin.

°°°°°

Hari berganti hari,Jessica terus gelisah menghadapi hari pernikahan yang semakin dekat. Dalam mansion tempat Jessica pun sibuk dengan persiapan pernikahan. Jessica semakin bingung apa yang harus dilakukannya untuk membatalkan pernikahan ini.

Haruskah aku menerima takdir dan menikah?, pikir Jessica.

Haruskah ku korbankan diriku demi perusahaan ayah?

Apakah aku akan bahagia?

bagaimana kalau malah sebaliknya?

Jessica tidak tau harus minta tolong dengan siapa? Haruskah minta bantuan Helen?

Satu hari menjelang pernikahan,Jessica masih kalut dengan pemikirannya.

Jessica memandang gaun putih yang terpasang pada sebuah patung di dalam kamarnya. Gaun itu begitu indah, sesuai dengan angan - angan Jessica.

"Andai saja pernikahan ini karena cinta, aku pasti akan sangat bahagia memakainya" Gumam Jessica.

Jessica meneteakan air matanya lagi,entah sudah berapa kali dia menangis dalam penantiannya.

"Tuhan, inikah takdirku!"

Beberapa menit kemudian ponselnya berbunyi menandakan ada pesan yang masuk. Jesaica tidk menghiraukan pesan tersebut. Tak lama ponsel Jeasica berbunyi lagi menandakan ada panggilan. Namun lagi - lagi diacuhkan oleh Jesaica. Tiga kali ponsel Jesaica berdering, karena merasa terganggu Jesaica hendak mengangkat dan memarahi si penelpon.

"Hallo!" jawabnya dengan nada kesal.

"...."

"Iya ini saya!"

"..."

"Apa? Benarkah?",Jessica tersenyum mendengarkan jawaban dari seberang.

"..."

Jessica nampak diam mendengarkan ucapan dalam ponselnya. Sesekali dia dia tersenyum bahagia. Dia begitu bersemangat dan antusias mendengarkan apa yang disampaikan si penelepon.

"Baik,saya akan segera kesana. Terima kasih," ucap Jessica mengakhiri panggilannya.

"Yes! Horee!" Jessica melompat kegirangan di atas ranjang.

"Inilah takdirku yang sebenarnya! Akhirnya!" teriaknya.

"Eh tunggu!" Jessica berhenti melompat.

"Apa yang harus aku lakukan? Besok kan sudah hari pernikahan? Tapi aku harus pergi. Ini adalah impianku untuk bekerja di perusahaan besar," gumamnya.

Ya,telepon tadi adalah panggilan kerja dari perusahaan besar di Sydney.

Beberapa minggu lalu Jessica melamar di perusahaan itu dengan cara online. Tidak disangka hari ini dia dipanggil untuk langsung bekerja minggu depan. Sebenarnya bisa saja Jessica bekerja di perusahaan papanya,tapi Jessica ingin mencari pengalaman di luar dan bisa hidup mandiri. Jadi dia melamar pekerjaan tanpa sepengetahuan papanya.

"Tidak! Aku harus pergi kesana! Mungkin ini cara tuhan menolongku dari pernikahan ini," ucap Jesaica meyakinkan hati.

Akhirnya Jessica memutuskan untuk pergi, melarikan diri dari pernikahan yang tak diinginkannya.

Jessica mempersiapkan beberapa hal yang akan dibawanya. Semua dia masukkan di sebuah ransel termasuk beberapa baju. Jessica tidak bisa membawa koper,itu akan sulit dalam pelariannya. Setelah dirasa semua sudah beres,Jessica menyembunyikan ranselnya agar tidak diketahui oleh papanya dan akan pergi di saat sudah tengah malam.

Tok..tok..tok

Suara pintu diketuk,kemudian masuklah Erwin.

"Bagaimana keadaanmu?" tanya Erwin khawatir. Dia tahu kalau putrinya itu tidak menginginkan pernikahan ini.

"Baik pa!" jawab Jessica datar.

"Maafkan papa karena memaksamu menikah. Percayalah kamu akan bahagia bersamanya"

"Jessica juga minta maaf pa," sahut Jessica sambil memeluk Erwin.

"Maafkan Jessica karena harus pergi pa," ucapnya dalam hati.

Erwin tersenyum,dia menyangka kalau Jessica sudah bisa menerima pernikahan ini.

"Ya sudah kamu istirahat! Kamu tidak boleh capek untuk acara besok"

"Baik pa! Jessie sayang papa!" ucapnya dengan air mata menetes.

"Hei,pengantin wanita tidak boleh menangis. Kamu harus bahagia," ucap Erwin menenangkan hati putrinya. Jessica hanya mengangguk dalam pelukan papanya.

"Ya sudah kamu cepat istirahat! Papa pergi dulu!" ucap Erwin dan pergi meninggalkan kamar Jessica.

Jessica menulis surat untuk papanya. Sebenarnya dia berat harus meninggalkan papanya dalam keadaan seperti ini. Tapi inilah kepitusannya,dia tidak mau menikah.

Dalam surat Jesaica tidak memberitahu kemana dia pergi.Dia hanya menuliskan bahwa dia tidak mau menikah dan kelak dia akan binisaha untuk membantu perusahaan ayahnya atas kerugian yang disebabkan karena membatalkan pernikahan ini. Serta permintaan maafnya yang telah meninggalkan rumah di saat seperti ini.

Setelah menulis surat Jessica menangis. Dia tidak pernah membayangkan akan melakukan hal yang akan menyakiti orang paling disayanginya.

"Papa,maafkan Jessie! Maafkan Jessica yang egois!" gumam Jessica.

Jessica pun mengambil ranselnya dan mencoba mencari jalan untuk pergi dari rumah

Satu jam setelah Jessica sembunyi - sembunyi untuk melarikan diri. Cukup susah juga keluar dari mansion,karena sedang banyak orang yang sibuk menyiapkan pernikahan besok. Namun akhirnya dia pun bisa sampai di jalan raya dan menaiki taksi menuju Sydney. Dalam benak Jessica masih meras bersalah pada ayahnya. Mungkin ini adalah keputusannya yang sangat egois. Tapi Jessica berhanji pada diri sendiri,bahwa kelak akan menjadi anak yang bisa dibanggakan oleh papanya.

"Sydney, I'm coming!" teriaknya.

°°°°°

Keesokan harinya Erwin menghampiri kamar Jessica. Namun lama dia mwngetuk ointa tak kunjung dapat jawaban. Erwin pun membuka pintu yang ternyata tidak terkunci. Kamar Jessica kosong.

"Kemana anak ini?" gumam Erwin. Dia mencari tiap sudut kamar dan kamar mandi tapi tak kunjung menekan Jessica. Pandangannya berhenti ketika melihat selembar kertas yang berada di atas meja rias. Erwin mengambil kertas itu yang ternyata surat dari Jessica.

"Kenapa kau pergi nak? Apa kau tidak memikirkan ayah?" ucapnya lirih setelah membaca surat itu.

"Apa yang harus aku katakan pada Mr. Robert?" Erwin pun bingung.

Setelah membaca surat dari Jessica, dia sadar mungkin keputusannya untuk menjodohkan putrinya adalah salah. Jessica begitu keras kepala menolak perjodohan ini. Erwin sendiri juga tidak ingin putrinya menderita. Sekarang dia bahkan tidak tahu putrinya pergi kemana. Selama ini hanya Jessica yang dia punya,tapi sekarang putri satu - satunya meninggalkan rumah karena kesalahannya. Erwin merasa bersalah karena memaksa Jessica menikah sampai membuat putrinya pergi. Tapi apa yang bisa diperbuatnya? Mungkin ini memang takdir!. Hanya itu yang bisa dipikirkan Erwin, menerima semua ini sebagai takdir yang harus dihadapi.

"Aku akan mengatakan sejujurnya pada Mr. Robert. Apa pun keputusan mereka akan aku terima," ucap Erwin pasrah.

avataravatar
Next chapter