webnovel

PART 02

PART 2.

"Om... kenapa bisa jadi kapten Pilot. Om, sudah punya pacar? Dari gue lihat, Om itu ganteng, loh. Apalagi, berewok bulu kecil rambutnya gak panjang. Teringat sama kucing. Eh... bukan ding... masa mirip kucing," oceh lagi Prilly.

Aliando, mulai menguap. Matanya terasa berat. Ingin tidur. Di tutupnya laptop diletakkan di meja depannya.

"Om, sudah mau tidur? Kenapa tidur di sini, Om. Nanti sakit kayak gue gimana?" cerocos Prilly sok perhatian banget.

Aliando tetap cueki, ia lebih baik memilih tidur daripada harus mendengar ocehan dogeng si cewek sialan - katanya.

"Om... Boleh pinjam laptopnya, gak?" Bersuara lagi.

Aliando membuka matanya lebar-lebar menatap arah Prilly. Prilly menatapnya. Manik matanya warna cokelat hitam pekat.

"Ya pakailah. Jangan ganggu tidur saya," ucap Aliando mengizinkan Prilly menggunakan Laptop-nya.

Prilly dengan senyum lebar segera mengambil laptop-nya Aliando. Di buka, lalu di nyalakan. Untung di dalam tidak dikunci. Jadi, Prilly bisa melihat foto yang di kirim temannya si Jo.

Aliando belum tidur, dia menyamping sebelah kiri menghadap arah Prilly menyaksikan foto kota New York. Aliando bisa melihat dengan jelas. Facebook-nya sedang chatting dengan temannya.

Aliando melirih larut wajah arah samping Prilly, sebenarnya cantik menurut Aliando. Tapi, rese, labil. Belum lagi... terlalu badgirl. Cukup lama Aliando menatap wajah menyamping si Prilly. Tiba sesuatu berbunyi. Prilly akan video call dengan temannya yang ada di New York. Aliando pura - pura tidur, namun telinga terpasang dengan jelas. .

"Di sana jam berapa?" tanya Prilly menanyakan jam dunia pada Temannya si Jo.

"Jam 8 malam," jawab Jo. Saat ini Jo sedang berada di menara tower jembatan New York.

"Sana indah ya. Gue jadi pengin ke sana deh. Kapan lagi gue bisa menyusul lo," rengek Prilly sama Jo.

"Sabar saja. Nanti juga lo bisa ke sini. Sama calon lo," kata Jo.

"Enak saja, Calon dari mananya. Gue gak sudi di jodohi sama kakek-kakek walau kaya raya," ucap Prilly. Aliando mendengar jelas banget pembicaraan mereka.

"Makanya jangan bandel jadi cewek. Elo, gak kangen sama bonyok lo. Kasihan mereka loh di sana. Sedangkan lo, pakai nekat kabur segala. Jakarta luas loh. Jadi lo sama siapa di sana? Lo pakai punya siapa? Sudah minta izin belum?" omel atau ceramah sih si Jo.

"Sudah, sama Om pilot. Kangen gue sama lo. Lo kapan pulang ke sini," rengek Prilly.

"Mungkin minggu depan gue pulang. Lo mau oleh apa? gue beliin. Kalau mobil belum bisa ya. Heheh.. oiya, obat yang gue kasih masih ada kan. Atau sudah habis. Ingat, lo gak bisa di udara dingin. Jaga kesehatan. Nanti lo sakit lagi siapa yang jagain lo," ceramah lagi si Jo.

" Ada kok. Lo tenang saja. Gue bisa kok. Eh... Tapi jangan bilang ke bang Irvan ya. Kalo gue ada di Jakarta. Nanti gue di seret pulang lagi. Hidup gue gak seindah diri lo, Jo," curhat Prilly

"Tidak semuanya, Pril ... hanya belum beruntung. Lo tenang saja, Bang Irvan gak akan tahu lo di jakarta. Kenapa? Lo masih belum maafin si Bang Irvan? Sampai takut di seret pulang."

"Gimana gue bisa maafin dia. Sedangkan gue gak mau di jodohi sama kakek-kakek tetap paksa. Gue manusia masa di jadikan barang tukar uang. Ah... gak mau. Mending gue hidup susah daripada di jual beli sama orang gak gue kenal," merepet Prilly serasa kesal.

"Iya... iya... sorry. kan, gue cuma tanya. Ya sudah, lain kali video call lagi ya. Gue mau pulang. Udaranya dingin." ucap Jo untuk mengakhiri pembicaraan di Facebook.

Prilly mematikan video callnya, Kemudian matikan laptop nya. Prilly meletakkan seperti semula. Prilly menoleh sekilas. melihat Aliando telah tidur pulas.

"Terima kasih sudah meminjam. Maaf sudah merepotkan, Om. Mungkin besok, gue nyari kost sekitar sini saja. Terima kasih sekali, Om," ucap Prilly pelan. Masih bisa di dengar oleh Aliando.

Prilly naik ke atas tempat tidur, bersiap untuk tidur. Aliando membuka matanya. Melihat larut wajah dari jauh, Prilly sudah tertidur pulas.

Aliando membuka laptopnya, di sana media sosial milik Prilly tidak di keluarkan. Di bacanya status milik Prilly

Kemarin, 20:00PM

Hidup itu tidak pernah abadi, jika bukan kekuatan menutupi rasa gusar di dada.

Yesterday, 13:24PM

Horeee... gue bisa liburan lagi.

03Nov2018, 15:00PM

gue benci, kenapa hidup selalu hanya harta

gue tidak suka nama arti dalam perjodohan.

Kalo saja bisa. gue ingin hilang. hilang selamanya daripada harus menerima penderitaan.

Hingga seterusnya, Aliando membaca status Prilly. Sepahit itukah hidupmu. batin Aliando

****

Prilly bangun lebih pagi, ia harus mencari kos-kos terdekat. Tidak ingin menggantungkan Aliando lagi di sini. Prilly harus hidup mandiri, walau apapun itu. Prilly keluar pun dari kamar hotel itu dengan kopernya.

Masuk ke dalam lift, seseorang menghadang lift yang akan di tutup. Prilly menoleh, siapa dia yang menghalangi ke pergiannya. Ya pasti Aliando. Masalah semalam Aliando mendengar obrolan pembicaraan mereka berdua. Nekat Prilly benar nyali..

"Om... kok bangun?" tanya Prilly bingung.

"Kamu mau kemana pagi begini?" Aliando balik bertanya.

"Eh... mau pulang," jawab Prilly berbohong.

"Oh..."

Lift terbuka, Prilly keluar menarik kopernya. Aliando mengekorinya sampai di lobi. Prilly berhenti, mencari taksi di sana. Aliando berdiri di belakangnya.

"Eh... Om... kenapa berdiri sana. Balik sana tidur lagi. Nggak perlu antar gue sampai begini." seru Prilly merasa diperhatikan mulu.

"Siapa juga antar dirimu, saya mau ke suatu tempat juga." ujarnya datar.

Mobil Taksi berhenti di depan Prilly. Tapi, Prilly tidak naik. Aliando juga sama. Sudah lima mobil taksi di lewatkan oleh Prilly dan Aliando depan lobi. Prilly sesekali menoleh melihat Aliando, masih sama tetap menatapnya lurus.

"Om... kenapa masih di situ. Malu gue di lihati begitu terus," ucap Prilly merasa kedua pipinya memerah.

Aliando berbalik badan melangkah keluar arah jalan berlawanan. Prilly yang terheran - heran sikap Aliando.

Mobil Taksi berhenti di depan Prilly, Prilly masuk ke dalam taksi itu. Kemudian pergi meninggalkan area lobi hotel Jakarta tersebut. Aliando yang tadi berjalan santai, di sana sudah tidak terlihat lagi Prilly berdiri.

****

Prilly Pov

"Neng, mau ke mana?" tanya Supir taksi melirik arah spion depan.

"Eh... ke Senayan mal ya, Pak," jawabku.

Ke Senayan mall kira-kira mau Terima gue kerja gak ya. Dia ada di sana gak ya? Apa gue harus pulang saja ya.

"Neng, sudah sampai," ucap supir taksinya.

"Ah ya. Ini pak, makasih ya." Setelah berikan beberapa uang lembaran ribuan pada supir Taksi. Prilly menarik kopernya masuk ke dalam mal.

Sambil mencari pekerjaan yang bisa di dalam Mal.

"Prilly... Elo Prilly kan?!" Sesorang mendekati gue. Kok dia tahu nama gue.

Perasaan selama gue kabur dari rumah, tidak ada yang tahu gue ada di sini.

"Elo siapa?" tanyaku curiga. "Elo, dah lupa sama gue?" tanyanya balik.

"Memang elo, siapa? Gue gak ingat," jawabku ketus.

"Masih sama gak pernah berubah lo. Sahabat SMA lo lah. Yang sering minta contekan sama lo. Ingat gak?" ucapnya menyebutkan ciri-ciri padaku.

"Nita?" tebakku.

"Tuh ingat. Ngapain lo ke sini? Gue dengar dari teman, bukannya elo dah nikah?" tanya Nita.

"Nikah? siapa? Gue belum nikah. Gue ke sini jalan-jalan. Liburan," jawabku heran. Kenapa gosip bisa menyebar ke lain yang lain.

"Masa? Jadi lo ke sini sama siapa? Kok bawa koper segala. Jangan bilang lo kabur dari rumah." Nita tidak yakin kalau gue benar-benar jalan-jalan.

"Btw, lo sekarang kuliah apa kerja?" tanyaku.

Sekali saja gue tanya ada pekerjaan gak di tempatnya.

"Sekarang gue kerja, kuliah gak minat. Bilang saja lo mau cari kerjaan 'kan. Tenang, tempat gue banyak lowongan kok. Di jamin lo betah deh di sana," ucap Nita sambil menawarkan pekerjaan padanya. Seperti tahu pikirannya

"Memang ada?" tanyaku meyakinkan sekali lagi.

"Ada dong," ujar Nita.

****

Aliando Pov

Duduk di kamarnya, serasa gusar. Kurang nyaman. Bagaimana tidak nyaman. Dari tadi aku duduk uring-uringan. Serasa aneh dan sesuatu yang hilang. Siapa lagi coba, kenapa aku harus pikir cewek sialan plus labil itu. Sangat gusar banget. Kira-kira dia di mana ya. Kenapa setiap kali di panggil Om, Om, Om mulu. Aku jadi terbiasa di panggil sama dia.

"Halo!"

"Bro, lo di mana sekarang," jawab seberang sana

"Di hotel," ucapku.

"Gue ke sana sekarang."

"Ngapain?!"

"Buka pintunya."

"Hah??"

Aku buka pintu kamar, di sana sudah berdiri seorang pria tegap, sang pengganggu. Siapa lagi, kalau bukan Andy. Co Pilot. Seorang gay

"Ngapain ke sini. Bukannya lo bertugas?" tanyaku.

"Gue bentar doank. Gak ada lo, sepi hati gue," jawabnya.

"Sepi apa-an," cecar ku

Andy mendekatiku, seperti biasa. Hari-hari aku hanya berciuman dengannya. Boleh di bilang aku, pria gay. Tapi, hidup normal ku masih bisa bersentuhan dengan lawan jenis.

Hidupmu tak normal saat pikiranku penat. Dua karakter yang aku miliki sangat langka. Selain gay. Hubungan dengan sesama jenis hal wajar bagiku.

Selama aku belum setubuh dengan lawan jenis. Hidup tak normal ku masih aktif menjalani. Sekarang saja aku sedang berciuman dengan Andy. Andy hanya pemuasan nafsu gila mesum ku.

Next chapter