webnovel

Part 1

POV ALTO

"Kamu udah siap, Sayang?" tanya Vanya sembari mendekat. Dia duduk di sebelahku sambil bergelayutan manja. Aroma parfum mewahnya yang menguar, membuatku mengernyitkan dahi. Berbeda sekali dengan Ariana, aroma keringat gadis itu saja sudah membuatku bergelora, tanpa menggunakan parfum apa-apa.

"Aku lebih dari siap untuk menjadi suamimu," kataku bercanda sambil mencubit dagunya.

"Kalau begitu, ayo berangkat," tambah Vanya lagi sambil menarikku untuk berdiri.

"Iya, tunggu sebentar, aku lagi balas pesan teman dulu." Aku sibuk mengetikkan sesuatu di ponselku. "Ada kerjaan mendesak yang harus aku beresin di kantor, nih," kataku berbohong. Padahal sebenarnya aku lagi chat mesra dengan Ariana. Dia adalah sekretaris bohai yang membuatku lupa daratan.

"Masih lama, nggak?" Vanya memasang wajah manyun.

Aku mencium pipinya. "Bentar lagi sayang," balasku lembut sambil menekuni gawai lagi. Chattingan sama Ariana semakin panas, sekarang ia sedang di konter dapur dan mengirimkan foto aduhai. Membuatku beberapa kali menelan ludah.

"Kalo masih lama, batalin aja deh fittingnya. Sekalian batal nikah." Vanya semakin menjadi-jadi.

"Iya, Sayangku bawal," kataku mengusap lembut puncak kepalanya. Setelah itu, aku berdiri sambil merentangkan tangan. "Ayo berangkat dan menjemput kebagiaan kita," kataku bersemangat. Vanya tersenyum dan menyambut uluran tanganku.

Kami datang ke vendor fitting baju paling terkenal di kota ini. Rancangan gaun pernikahanku dan Vanya dibuat oleh desainer selebriti. Desain yang sering tampil di televisi berbagai acara. Gaun itu berwarna putih dan dipadu warna emas. Terlihat mewah dan elegan. Harganya bagiku tidak seberapa, karena keluargaku berkecukupan. Bagi sebagian orang, aku tidak begitu yakin, bisa dibilang harganya fantastis.

Tapi untuk standar aku dan Vanya, dua keluarga konglomerat terkaya di kota ini, tidak mungkin pernikahan kami biasa saja. Terlebih lagi ada televisi yang meliput. Jadi kami akan membuat decak kagum bagi siapa yang memandangnya.

"Bagaimana penampilanku, Sayang?" tanya Vanya ketika sudah memakai gaun berekor dengan aksen bunga mewah itu.

Aku melirik Vanya sekilas. "Bagus sekali, Sayang. Terlihat pas dan di tubuhmu. Sepertinya gaun itu hanya tercipta untuk tubuhmu," kataku sekilas, masih mempelototi gawaiku. Sekarang chattingan kami semakin panas. Ariana semakin agresif untuk mempertontonkan kebolehannya.

"Ih, kok gitu aja, sih!" Vanya memasang wajah tidak suka, tapi aku terlanjur tidak peduli. Karena perhatianku benar-benar tertuju dengan yang dipertontonkan Ariana.

"Kamu serius, nggak sih nikah sama aku?" ledak Vanya kemudian sambil menarik-narik gaunnya.

Aku menghela napas. "Bagus, kok. Aku malah nggak bisa berkata-kata lagi," jawabku berusaha menenangkan Vanya. Aku sudah tahu sifatnya itu, yang gila pujian dan sanjungan. "Kamu adalah bagian terbaik dalam hidupku. Seakan segala keindahan ada pada dirimu. Termasuk gaun yang kamu pakai."

Wajah Vanya berseri-seri. Dan aku sepertinya berhasil menenangkan gadis itu.

"Kamu nggak coba?" tanya Vanya mendekat sambil menyeret ekor gaunnya. Gaun itu beratnya hampir mencapai 20 kg, ditaburi dengan kristal swarovski yang sangat langka.

"Nanti aja, cowok pakaiannya sama aja. Nggak ribet kayak cewek," balasku tersenyum manis sambil mengusap pipi gadis itu.

"Kok gitu, padahal aku mau kita pakainya bareng-bareng, terus aku upload di Instagram. Pasti akan jadi buah bibir netizen," kata Vanya dengan senyum terkembang. Membayangkan dirinya akan menjadi pembicaraan lagi melebihi seleberiti yang sering tampil di televisi.

"Lebih baik jangan bocorin ke publik dulu mengenai gaun kita. Kita beri merela kejutan," usulku, yang aku tahu Vanya akan menyetujuinya.

"Ide bagus. Kok aku nggak kepikiran, ya?" Vanya kembali bergelayut manja.

Fitting itu memakan waktu beberapa jam. Vanya mengenakan semua gaun yang akan dipakai pada acara. Beberapa bagian perlu diperbaiki karen ada yang tidak pas. Sedang aku, dengan terpaksa akhirnya mencoba juga, walaupun nggak ada perombakan. Ketika kami kami selesai pukul lima sore, ponsel Vanya berbunyi. Vanya mengangkatnya. Setelah ia menutup telepon, Vanya memandangku dengan wajah memelas.

"Maaf ya, Sayang. Tadi Nania telepon, katanya mau ngajak aku keluar. Aku lupa kasih tahu kamu tadi. Nggak apa-apa kan kalo aku nggak diantar ke rumah?" ucap Vanya dengan wajah menyesal.

Aku menghela napas sembari memasukkan tangan ke dalam saku blazer. "Baiklah, kamu mau ketemu sama Nania di mana? Biar aku antar."

"Makasih, Sayang. Pengertian banget calon suamiku ini. Calon suami sempurna. Calon suami idaman. Tidak ada duanya di dunia ini." Vanya mencium pipiku satu kali, lalu mengusap cabang tumbuh halus dan pendek di sekitaran wajahku.

"Ayo aku antar," balasku sambil masuk ke mobil terlebih dahulu. Sebelumnya, aku sudah chat Ariana, kalau sehabis mengantar Vanya akan menemuinya di apartemen. Aku akan menuntaskan chattingan panas kami tadi di apartemennya.

Next chapter