webnovel

Hari Senin yang lain

"sarangeul haetta uriga manna ~ jiuji mothal chueogi dwaetda" lagu itu memenuhi kamar dengan nuansa pink. Seorang gadis malas masih saja berlindung dibawah selimutnya. Gadis itu sadar, ketika lagu itu keluar dari ponsel nya maka dia harus bangun dan bersiap. Tetapi tubuhnya seakan tak punya tenaga, matanya seakan menempel dan tak mau terbuka. "Duh kenapa Senin datang lagi". gerutunya kesal.

Hari Senin adalah hari yang paling dia benci. Hari yang menurutnya telah merenggut kebebasan nya. Yah, karena hari Minggu terlalu cepat pergi akhirnya hari Senin kembali datang. "Fonnie sayang sudah siang. kamu harus cepat bangun biar nggak terlambat ke sekolah. Dan juga jangan lupa bawa topi dasimu, hari ini upacara bendera." teriak mamanya dari bawah.

"Iye Maa..."

Namanya Fonnita Brilian. Duduk di kelas 2 SMA di SMA Pelita Bangsa. Umurnya baru 16 tahun. Tinggi badannya hanya 159 cm dan rambutnya bergelombang sebahu. Fonnie sebenarnya anak yang cukup cerdas, hanya terkadang sifat malas nya itu muncul dan membuat nilainya berantakan.

Waktu menunjukkan pukul 06.30 WIB. Fonnie dengan cepat segera mandi dan bersiap. Ranselnya sudah bertengger apik di bahu kecilnya. Tak lupa dibawanya topi dan dasi yang belum terpasang. "Aku akan menggunakan nya di bus." gumamnya sendiri.

Di Sekolah ~

"Kebiasaan, datang mepet amat Fon. Untung nggak telat. Bisa kena hukuman ntar." Bisik Pia di sebelah Fonnie.

"Males akutuh kalo hari Senin. Napa sih kalo Senin ada upacara bendera segala. Capek berdiri aku tuh." Jawabnya manja. "Pi, bantuin aku eh. Aku nggak kuat berdiri... bawa aku ke PMR dung beb." imbuhnya sambil mengedipkan mata.

Pia menggelengkan kepalanya melihat tingkah sohib nya itu. Selalu saja tiap upacara bendera dia pura2 sakit lalu disuruh bawa ke PMR. Kelakuan ni bocah emang.

"Ayolah Pi.. ntar aku contekin pr selama seminggu" melihat Pia tak bergeming, fonnie mencoba membujuk lagi dengan rayuan yang sulit tuk ditolak. Yah, kapan lagi dapet contekan pr seminggu... 😌

"Iya ayuk dah" sahut Pia kesal. Dia benar-benar kalah dengan rayuan Fonnie. Dengan agak terhuyung, Fonnie berjalan dan dipegangi oleh Pia menuju PMR. Dari kejauhan nampak sorotan mata kesal dari Mamat, sang petugas PMR.

"Napa lagi elu Fon?" lirik Mamat saat kedua gadis itu sampai di depannya. "Pusing lagi? Diare? Atau apa kali ini?" imbuhnya malas.

Fonnie meringis memegangi kepalanya. " Pusing beneran ini Mat, ga boong akutuh."

"Tuh bawa Mat, atasin gih." Pia menyerahkan lengan gadis itu ke Mamat.

"Mat tulungin aku ih, sekali iniiii aja." bisiknya.

Tanpa sepatah kata apapun Mamat membimbing Fonnie ke UKS. Jarak UKS agak jauh dari lapangan upacara dan Mamat terlihat bete kali sama Fonnie. Sesekali cowo tinggi dengan kulit sawo matang itu menengok Fonnie yang berjalan di belakangnya. "Udah ga perlu pura-pura lagi." katanya cowo itu datar.

"Ah elah Mat, kamu memang mengerti aku.. thanks My Mat."

"Sejak kapan gw jadi punya elu pe ak." Gerutunya pelan. Entah kenapa pipinya terasa hangat, memerah. Baru kali ini Mamat merasa seperti itu.

"Pagi Bu Andien..." sapa Mamat saat mereka berpapasan dengan seorang guru.

"Siapa ini yang sakit Mat? Fonnie lagi?" tanya Bu Andien dengan nada kesal. Nampaknya guru muda itupun sudah tau kelakuan Fonnie.

"Iya bu,." Jawab Mamat singkat.

"Sini biar ibu yang bawa Fonnie ke UKS. Mamat kembali bertugas kesana ya." Ujar guy itu tersenyum sinis. Mata Fonnie membelalak kaget. Kenapa pula tiba-tiba...

Aduh mampus... gimana ini... serunya dalam hati. "Nggak papa kok Buu, saya sama Mamat aja." jawabnya sambil berlindung di belakang punggung Mamat. Jarinya mencengkeram kedua siku Mamat.

"Mamat.. Cepat kembali bertugas. Sini berikan Fonnie ke ibu."

Perlahan Mamat melepas genggaman jari Fonnie dari sikunya. "yang nurut sama Bu Andien ya. Gw pergi dulu. Semoga berhasil." bisiknya singkat sebelum berbalik dan kembali ke lapangan upacara.

Dasar cowo berhati dingin..

Tak ada pilihan lain. Entah apa yang akan terjadi pada dirinya. Owh, jangan sampai kena hukuman ih. Bisa panjang urusan.. Fonnie mengerutkan keningnya dan hanya bisa mengekor Bu Andien. Eh tapi, kenapa lewat sini? bukannya kalo ke UKS harus belok kiri? kenapa ini belok kanan? Bu Andien mau membawanya kemana?

"Bu, kita nggak salah jalan?" tanya Fonnie pelan dengan nada takut.

"Sudah , ikut saja." sahut Bu Andien tegas.

Hanya satu kata yang terpikir Fonnie saat itu.

D...U...H

Setelah sekitar 5 menit berjalan, mereka sampai di depan gudang tua. Yup, gudang tua yang selama ini rumornya dihuni banyak hantu. "Aku harus kesana?" kata Fonnie spontan. Bu Andien mengeluarkan kunci dan membuka pintu gudang tersebut. "Renungilah kesalahan mu disini sampai jam pertama dimulai." Ujar Bu Andien

"Yah, kenapa saya nggak dibawa ke UKS sih Bu... " sahut Fonnie memelas

"Masuklah .. kamu akan menyadari kesalahan mu."

Duh, galak bener ini guru atu..

Fonnie masuk ke gudang tua itu dengan perasaan campur aduk. Untung aja ini pagi ya. Nggak mungkin kan hantu muncul di pagi hari? Gudang ini sungguh berantakan. Buku-buku tak terpakai tertata tak rapi di sebuah rak yang sudah dipenuhi jaring laba-laba. Selebihnya banyak hasil tugas karya seni yang sudah tak terpakai di dalam kardus. Beberapa lukisan, ukiran, dll.

Sepi sekali disini... yah, walaupun tak ada AC seperti di UKS, tempat ini punya banyak jendela besar yang membuat angin sepoi-sepoi masuk. Membuat Fonnie mengantuk. Dia memang kurang tidur semalam karena terlalu banyak main games. Ditariknya sebuah kursi dan dia duduk disana. Kepalanya diletakkan di meja. Tempat ini kotor tapi suasananya nyaman untuk tidur.

Nyaman Sekali... sampai membuat Fonnie terbuai...

Beberapa saat kemudian ~

Fonnie meregangkan tubuhnya. Entah berapa lama dia tertidur. Tidur yang sangat nyenyak dan berkualitas. Sinar matahari menembus jendela-jendela besar di ruangan itu. Apa ini sudah siang? Kenapa tak ada yang membangunkannya? Kenapa tak ada yang mencarinya?

Fonnie berjalan menuju pintu dan hendak kembali ke kelas. Namun...

Namun...

Kenapa semua nampak berbeda...

to be continued...