5 Part 4 : Tak Ada Salahnya Mencoba

Tepat jam sembilan malam, Gerald pun pulang bersama Nayla. Di perjalanan Gerald sedikit menyinggung soal perjodohan itu.

"Nay, menurut kamu, Nathan itu orangnya seperti apa?" Gerald memulai pembicaraan.

"Em, Nathan itu baik kok, Pah," jawab Nayla, tak mungkin rasanya jika dia membeberkan semua aib Nathan pada Papahnya.

"Menurut Papah juga begitu. Dia mungkin sedikit labil, tapi dia anak yang baik. Papah yakin, dia adalah orang yang tepat untuk menggantikan posisi Arkan di hidup kamu," begitulah Gerald, tidak terlalu pandai berbasa basi.

"Papah," Nayla cemberut.

"Ah, bukan apa-apa, Nay. Papah Cuma tidak mau melihat anak Papah ini sedih terus," Gerald menoleh sekilas ke arah Nayla, sebelum kembali fokus pada jalanan.

"Tapi, Pah. Enggak segampang itu juga kan, aku pindah ke lain hati," Nayla memalingkan wajahnya ke luar jendela.

"Apa salahnya kamu coba dulu. Nay, Papah dan Om Evans sudah merencanakan tentang perjodohan ini. Demi Papah, Honey," Gerald meraih tangan Nayla, kali ini pandangannya tetap lurus ke depan.

"Emang Papah pikir hati aku ini bahan percobaan?"

"Loh, bukan begitu maksud Papah. Kamu coba dulu menjalin hubungan dengan Nathan. Papah udah terlanjur setuju sama kesepakatan ini. Kalau seandainya, kamu memang tidak cocok. Ya Papah, tidak akan memaksa kamu," Gerald berusaha membujuk putrinya.

Nayla masih terdiam. "Aku selalu gak tega kalau Papah udah ngebujuk kaya gini. Apa aku ikutin dulu aja kata-kata Papah? Semoga aja, aku juga bisa sambil ngerubah sikap Nathan. Ya meskipun, aku belum ada rasa," katanya dalam hati.

"Gimana, Sayang?" Tanya Gerald.

"Iya, demi Papah. Aku mau nyoba ngejalanin hubungan sama Nathan. Tapi bener ya, Pah. Kalau aku masih ngerasa enggak cocok, Papah gak akan maksa aku?" Nayla memastikan.

"Iya, Sayang. Papah janji," Gerald tersenyum bahagia. Dia berharap semoga Nathan bisa menggunakan kesempatan ini dengan sebaik-baiknya untuk meluluhkan hati Nayla.

***

Pagi ini Nayla berangkat sekolah seperti biasa. Dia di antar oleh sopir pribadinya, seperti biasa.

"Naylaaaaaa ... " Fanny berteriak dari kejauhan sambil merentangkan tangan melihat Nayla yang baru keluar dari mobil.

"Hay, Fan-Fan," Nayla melambaikan tangannya.

Funny dan Jessy berlari-lari kecil menghampiri Nayla.

"Makin hari Nayla makin cantik aja, ihh," Fanny menggandeng tangan Nayla, sambil tangan sebelahnya memegang kipas angin hello Kitty berukuran mini.

"Kenapa Lo, Fan, Sirik Mulu jadi orang," Jessy, si galak nan judes itu, selalu hobi meledek Funny.

"Apa sih, Jessy. Sewot Mulu sama Funny," Fanny cemburut memonyongkan bibir tipisnya.

"udah, udah, masih pagi, gausah ribut," Nayla menengahi.

"Tau tuh, Jessy," Funny mencubit lengan Jessy main-main. Jangan salah, meski sering ribut, tapi mereka itu tetap solid. Mereka berjalan beriringan menuju ke kelas.

"Eh, gays. Itu JoNaTa ngapain berdiri di depan kelas kaya gitu?" Jessy bertanya dengan nada mengejek. JoNaTa adalah sebutan untuk Jojo, Nathan, dan Tarno. Mereka bertiga itu tiga serangkai yang cukup populer di sekolah itu.

Bagaimana tidak, ketiganya adalah anak pengusaha sukses dan donatur terbesar di sekolah. Ya meskipun, otak dan gaya mereka bertolak belakang.

"Wah, pagi-pagi udah liat My baby Jojo," Fanny berjingkrak kegirangan.

"Hih, gak usah centil Fan-Fan," Jessy terlihat sangat geram.

"Pagi, Nay," Nathan tersenyum pada Nayla.

"Pagi, My dear Jojo. Makin ganteng aja deh," Fanny ikut menyapa Jojo sambil mengedipkan sebelah matanya.

Alih-alih senang karena di sapa cewek cantik, Jojo malah terlihat ngeri dan bersembunyi di punggung Tarno.

"Ih, Jojo, saya teh geli tau. Kamu nempel-nempel kaya ulet bulu aja," Tarno berkata dengan logat sundanya yang khas sambil terus menghindari Jojo.

"Tau nih, Jojo. Sok jual mahal banget sih, Lo," Jessy memang sudah lama geram dengan tingkah Jojo yang menurutnya sangat keterlaluan karena selalu menolak Funny.

Tapi yang di hardik justru menggubris sama sekali.

"Kedengeran gak si Jessy ngomong apa tadi?" Tanya Tarno

"Kedengeranlah," kata Jojo masih dengan gaya songongnya.

"Bagus, biasanya kan, kamu teh suka bolot, Jo," Tarno merangkul pundak Jojo kali ini.

Jojo terdiam beberapa saat seperti orang yang sedang berpikir. Lalu katanya, "Jessy, tadi Lo bilang mau ke Taj Mahal, ya? Mau beli sop. Ngapain jauh-jauh ke sana, di Pasar Badak juga ada tukang sop mah," Jojo berkata dengan wajah seriusnya. Sontak saja, semua orang melongo mendengar perkataannya. Jessy, Nayla, Nathan, Tarno, dan juga Funny, saling berpandangan, sebelum akhirnya tawa mereka pecah seketika.

"Ayi kamu teh kunaha? Kata saya geh, kamu jangan malu-maluin saya atuh, sebaga temen, hihh," Tarno sangat kesal pada Jojo, dia memukul pantat Jojo berkali-kali.

"Aww, sakit, Tarno. Lah, bener kan, Jessy Lo ngomong begitu kan tadi?" Jojo meringis sambil berusaha menghindar.

"Heh, Pak Tarno, jangan pukulin my dear Jojo, kasian," teriak Funny.

"Terus aja belain, lagian gue aneh, ko Lo bisa sih suka sama Jojo yang bolot itu?" Jessy geleng-geleng kepala.

"My dear Jojo itu emang bolot, tapi damage nya itu loh, gak nahan," Fanny berkata dengan wajah centilnya.

"Hiss, Udah, udah, bikin gila emang ngomong sama kalian tuh," Jessy menepuk jidatnya, seraya berjalan masuk ke kelas.

"Jessy, tunggu fanny,"

"Kalian duluan aja, gue ada perlu dulu sama Nathan," kata Nayla.

"Sama gue?" Nathan yang sedari tadi hanya tertawa melihat tingkah dua temannya yang memalukan itu, tampak terkejut tapi matanya berbinar senang.

"Iya, sama Lo. Yakali sama si Jojo. Yuk, ikut gue," Nayla mengajak Nathan berbicara empat mata di bawah tangga.

"Ada apa, Nay? Masalah perjodohan lagi?" Nathan bisa langsung menebaknya.

Nayla mengangguk, "gimana ya ngomongnya?" Nayla bertanya seperti kepada dirinya sendiri.

"Ngomong aja, Nay. Gak usah sungkan-sungkan. Lo mau terima perjodohan itu kan?" Tanya Nathan dengan gaya pedenya yang selangit.

"His, ini nih, yang bikin gue ilfil. Dia itu terlalu narsis. Kalau bukan karena Papah, gue juga ogah," Nayla menggerutu dalam hati.

"Jadi gini, setelah gue pikir-pikir gak ada salahnya kan, kita coba dulu ngejalanin perjodohan ini. Itung-itung buat ngebahagiain orang tua kita," Nayla menjelaskan keinginannya.

"Lo serius, Nay? Wah ... Gue, gue, gue seneng banget, Nay. Yess.. akhirnya," Nathan berjingkrak-jingkrak kegirangan, dia tidak pernah menyangka kalau Nayla akan mengatakan ini.

"Eiiittt ... Tapi, ada syaratnya," kata Nayla kemudian.

"Apa, Nay? Gue janji, apapun syaratnya gue akan penuhi. Tinggal Lo sebutin aja," Nathan sangat antusias, hingga rasanya jantung Nathan seperti akan melompat keluar karena saking senangnya.

"Gue mau liat perubahan Lo. Lo harus janji, kalau Lo bakalan ngerubah sikap Lo yang jelek itu," Nayla mengangkat jari kelingkingnya sebagai tanda perjanjian.

"Gue janji, gue janji, Nayla," dengan senang hati, Nathan pun membalasnya.

Hari ini adalah hari yang sangat bahagia bagi Nathan. Hari yang selama bertahun-tahun lamanya dia tunggu untuk menjadi kenyataan.

avataravatar
Next chapter