1 Pengalaman Pertama (1)

Cesario membuang napas dengan keras, dia kesal sekali saat tidak ada satupun orang di istananya yang bersedia menemaninya bersenang-senang. Sederet peraturan yang dibuat oleh orang tuanya membuat remaja belasan tahun yang tampan itu tambah semakin meradang.

Kedua matanya bergerak ke sana kemari untuk mencari gadis seusia dirinya untuk diajaknya bersenang-senang. Namun, baru sebentar dirinya bertualang di dapur, seorang kepala pelayan menegurnya dengan halus.

"Tuan Muda, ada perlu apa? Nanti Nyonya Besar bisa marah kalau tahu Anda sampai ke sini."

"Beri aku satu perempuan untuk menemaniku di kamar," perintah Cesario dengan alis melengkung tegas.

Kepala pelayan perempuan yang bernama Wilda itu terkejut mendengarnya seakan Cesario baru saja mengatakan hal yang sangat tidak pantas diucapkan.

"Tuan Muda ... saya ... saya tidak berani," geleng Wilda dengan kepala tertunduk, gestur tubuhnya menunjukkan bahwa dia tidak berdaya oleh peraturan ketat yang dibuat oleh majikan agungnya.

"Kenapa tidak berani?" tanya Cesario dengan nada tajam. "Aku juga berhak memberi kamu perintah kan? Apa bedanya aku dengan ayah atau ibuku?"

Wilda kelihatan gelisah dan tidak berdaya.

"Maaf Tuan Muda, kalau Anda butuh hiburan ... bagaimana kalau saya kirimkan pelayan pria untuk menemani Anda bermain panah atau berkuda di arena?" Wilda mengusulkan.

Namun, Cesario justru semakin kesal karena menurutnya Wilda sama sekali tidak paham dengan permintaannya.

"Bukan itu yang aku inginkan, dasar pelayan tak berguna!" marahnya seraya meninggalkan dapur dengan langkah-langkah pongah.

Sepanjang perjalanan menuju ke halaman rumahnya yang mewah bak istana megah di negeri dongeng, Cesario tak henti-henti menggerutu. Dia kesal dengan sikap para pelayan dapur yang menganggapnya masih seorang anak kecil ingusan sehingga belum layak untuk bisa bermain dengan para gadis cantik dan menarik.

Dengan menggenggam ponsel di tangannya, Cesario berusaha menghubungi kedua orang tuanya yang tengah berbisnis ke luar negeri. Namun, seperti dugaannya tidak ada satupun dari mereka yang bersedia menjawab panggilannya.

Dirundung kekesalan yang tidak habis-habis, remaja tampan itu membanting ponselnya ke lantai.

Suara bantingan yang cukup keras membuat salah seorang penjaga rumahnya terkejut dan menoleh.

"Ada apa, Tuan Muda?" tanya penjaga itu dengan kening berkerut.

"Rumah ini membuat aku bosan," sungut Cesario. "Tidak adakah yang bisa bikin hatiku senang sebentar saja? Cuma sebentar!"

Penjaga itu memaklumi sifat tuan mudanya yang gampang meledak-ledak karena dia tumbuh menurut instingnya sendiri. Kedua orang tuanya acapkali sibuk berbisnis hingga terpaksa mengesampingkan waktu berkualitas untuk anak mereka.

"Memangnya apa yang Anda inginkan, Tuan Muda?" tanya si penjaga. "Supaya Anda tidak bosan lagi."

Cesario menghela napas kemudian memandang penjaga di rumahnya dengan tajam.

"Aku menginginkan pelayan perempuan untuk melayaniku secara pribadi di kamar," jawab Cesario dengan nada tidak menerima bantahan. "Aku tunggu sekarang, awas kalau kamu sampai gagal. Ucapkan selamat tinggal untuk pekerjaanmu."

"Baik, Tuan Muda." Penjaga itu mengangguk dengan pasrah, kemudian dia segera berlalu meninggalkan tempatnya berjaga dan pergi ke dapur.

Sementara itu Cesario tengah duduk ongkang-ongkang kaki di kamarnya yang seluas kebun. Dia sudah menantikan dengan penuh gairah tentang sosok pelayan perempuan yang sebentar lagi akan menemani harinya. Hormon peralihan yang membuat letupan gairahnya meletup-letup kini menggiringnya dalam fantasi yang tak terlukiskan.

Tidak berselang lama, terdengar pintu kamarnya diketuk oleh seseorang.

"Permisi, Tuan Muda ..."

"Masuk!" perintah Cesario dengan suara keras.

Pintu bergerak terbuka, dan memperlihatkan wanita paruh baya yang melangkah masuk sambil membawakan senampan minuman dan makanan kecil untuknya.

"Ngapain kamu yang ke sini?" hardik Cesario.

"Penjaga di halaman rumah tadi bilang kalau Tuan Muda ingin dilayani oleh pelayan perempuan ..." katanya beralasan.

"Iya, tapi kenapa kamu yang datang?" sentak Cesario berang karena penjaga tadi rupanya tidak memahami instruksinya dengan benar.

"Karena saya kan juga perempuan, Tuan Muda ..." pelayan wanita itu secara samar menunjuk dirinya yang walaupun sudah berumur tapi kenyataannya dia memang seorang perempuan tulen.

"Jangan membantah!" seru Cesario dengan hidung kembang kempis. "Kembali sana ke dapur, panggil pelayan lain yang lebih muda. Yang gadis, kalau kamu tidak paham juga."

Pelayan wanita itu mengangguk sopan dan membawa kembali nampannya keluar kamar.

Selanjutnya Cesario berguling-guling di kamarnya karena terkungkung oleh rasa bosan dan kesepian yang mendera. Hingga akhirnya suara ketukan pintu membuatnya tersadar.

"Tuan Muda, saya bawakan minuman untuk Anda."

"Masuk!" perintah Cesario.

Mangikuti perintahnya, sepasang kaki halus nan mulus terlihat memasuki kamar Cesario yang luas.

Kedua bola mata Cesario bergeser dari bawah hingga perlahan hinggap ke atas, lalu tertumbuk pada sebuah wajah elok dan menawan. Tubuh indahnya terbungkus rapat oleh seragam pelayan yang dia kenakan.

Sebuah seringai kecil terbit di wajah tampan Cesario.

"Ini yang aku mau," gumamnya.

"Permisi, Tuan Muda." Gadis pelayan itu membungkukkan tubuhnya dengan hormat dan berjalan melewati Cesario yang kini menatapnya penuh hasrat.

"Taruh saja di manapun kamu suka," ucap Cesario sambil mendekatkan dirinya, tangannya terulur untuk meraih pinggang ramping pelayan itu. Namun ...

"Tuan Muda, jangan lakukan itu." Pelayan itu berkelit dengan berani. "Kalau Nyonya Besar tahu, saya yang akan dihukum."

"Tidak akan ada yang tahu, Honey ... " bisik Cesario mesra merayu. "Temani aku sebentar saja."

"Tidak," tolak pelayan itu tegas kemudian buru-buru kabur meninggalkan kamar Cesario.

"Bodoh, beraninya dia menolakku." Cesario yng geram segera meraih telepon interkom yang ada di kamarnya, kemudian dengan marah dia meminta dikirim pelayan yang baru ke kamarnya.

Untung rupanya belum dapat diraih Cesario, beberapa gadis pelayan yang datang ke kamarnya menolak untu bermain dengannya karena alasan takut kepada orang tuanya. Namun, Cesario tentu tidak menyerah segampang itu.

Sampai akhirnya, tibalah pelayan terakhir yang mendatangi kamarnya.

"Permisi, Tuan Muda. Saya Kejora, pelayan yang akan melayani apa pun yang Anda mau." Seorang gadis berdiri dengan sikap hormat dan patuh. Saat dia membungkuk, belahan bukitnya nampak sedikit dan membuat Cesario harus mereguk salivanya.

"Kemarilah," perintah Cesario sambil menangkup pinggang Kejora dengan kuat dan menghirup aroma tubuhnya yang harum. Insting kelaki-lakiannya yang beranjak dewasa mulai membimbingnya untuk segera bersenang-senang dengan gadis ranum itu.

Bersambung -

avataravatar