webnovel

BAB 34

Knop pintu kamar tempat Ayisa dirawat terbuka dengan keras.

Tanpa mengucapkan salam seorang pria memasuki kamar itu dan menarik tangan Ilyas dengan keras.

"eh!! kamu itu apa-apaan sih??!" bentak pria tersebut.

"kamu yang apaan??" tanya Ilyas.

Pria itu mendorong bahu Ilyas.

"aku udah lama jadi teman kamu!! dan masalah kayak gini kamu sembunyiin dari aku!! kamu masih anggap aku teman kamu atau gimana??" bentak keras pria itu.

"Irwan! aku nggak bermaksud buat nyembunyiin masalah ini sama kamu" ucap Ilyas pelan.

Irwan menggelengkan kepalanya kecewa pada Ilyas yang telah menyembunyikan pernikahannya dengan Ayisa.

"sudahlah itu urusan kamu!! bukan urusan aku!!! aku kesini cuman pengen kasi tau tentang penyakit Ayisa dan aku udah tau tanpa harus di CT SCAN" ucap Irwan mulai pelan.

"apa? Ayisa sakit apa? penyakitnya nggak parah kan??" tanya Ilyas mendesak.

"Ayisa sebenarnya nggak sakit apa-apa!!!" ucap Irwan.

Ilyas mengerutkan keningnya." maksud kamu Ayisa cuman pura-pura!!" bentak Ilyas mendorong bahu Irwan.

Irwan mengangkat kedua tangannya menahan serangan pukulan Ilyas."aku nggak bilang gitu ya!!". Jeda beberapa detik."jadi, aku udah hubungi prof. Hamdan, aku juga udah bicarakan soal Ayisa, dan ternyata dia sudah pernah menangani masalah seperti ini sebelumnya!" ucap Irwan.

"terus menurut prof. Hamdan apa?" tanya Ilyas penasaran.

"dan dia bilang".jeda beberapa detik."kalau Ayisa itu cuman terpengaruh efek samping dari obat penenang!" ucap Irwan.

"Maksud kamu Ayi". Jeda beberapa detik."narkoba???" ucap Ilyas tak percaya.

Irwan menggelengkan kepalanya."bukan narkoba! tapi kata prof Hamdan obat penenang itu semacam obat herbal yang memang untuk menenangkan diri dan obat itu hanya bisa dikonsumsi oleh mereka yang usianya 20thn keatas karena dosisnya sangat tinggi!!" ucap Irwan sedikit nada tinggi.

"efek samping?"

"iya! dan ini sangat berbahaya untuk kesehatan Ayisa! dan iya prof juga bilang kalau obat itu sangat tidak dianjurkan untuk mereka yang usianya dibawah 20thn karena bisa membahayakan otak juga jantungnya!" ucap Irwan.

Jujur Ilyas sangat tidak percaya dengan apa yang dikatakan oleh Irwan karena setahunya Ayisa tak pernah mengkonsumsi obat apapun.

"nggak! Ayisa nggak pernah minum obat apapun! lagi pula juga untuk apa dia mengkonsumsi obat seperti itu!??" ucap Ilyas.

"aku saranin buat kamu sekarang kamu cari obat itu karena aku juga penasaran seperti apa sih obat itu? sebelum Ayisa sadar!" titah Irwan.

"tapi aku nggak bisa tinggalin Ayisa sendiri!" ucap Ilyas.

"soal Ayisa! istri kamu itu" menunjuk Ayisa." biar aku yang jagain! karena nggak mungkin kan kalau aku yang kesana!" ucap Irwan.

"yaudah aku titip Ayisa! kalau ada apa-apa kami telfon aku!" ucap Ilyas.

Ilyas berlari kecil pergi untuk mencari obat tersebut.

Menuju ke parkiran dan dengan laju cepat mengendarai mobilnya.

Sesampainya dirumah ada sedikit kebingungan dimana dia akan mencari obat tersebut.

Dan sampai akhirnya di memutuskan untuk kerumah Ayisa dan memeriksa kamar Ayisa.

Menghela nafas panjang dan berjalan kecil memasuki rumah Ayisa.

"Assalamualaikum" ucap Ilyas.

"waalaikumsalam" dijawab seorang perempuan.

"Ilyas?!"

"Hy Ari!? aku mau ke kamarnya Ayi!" ucap Ilyas.

Sedikit senyum yang diiringi oleh detak jantung yang tak beraturan.

"hy Ilyas!" ucap Arisa dengan nada gemetaran.

Ilyas menunjuk keatas mengarah ke kamar Ayisa."aku naik dulu ya!" ucap Ilyas sembari tersenyum pada Arisa.

Arisa mengangguk kecil dan membalas senyuman Ilyas.

Arisa terus menatap Ilyas dari kejauhan sampai akhirnya Ilyas tak terlihat lagi telah mata eloknya.

***

Ilyas memasuki kamar Ayisa dan memeriksa setiap sisi kamar juga tempat penyimpanan seperti laci juga lemari.

Ilyas tak berhenti mencari obat itu semua dilakukan karena kekhawatiran pada Ayisa.

"adek ipar lagi ngapain??" tanya seorang pria yang tiba-tiba muncul.

Ilyas sedikit terkejut dengan kedatangan Bagas."kamu ngagetin aja! ini aku lagi nyari obatnya Ayisa!" jawab Ilyas.

"obat?? obat apaan?" tanya Bagas.

"obat!! ya obat!" ucap Ilyas.

"obat?! oh iya aku ingat! Umi itu kalau Ayisa makan suka di campurin sesuatu di makanannya! kayak semacam kapsul bubuk gitu! katanya sih itu buat penambah nafsu makan!" ucap Bagas.

"kapsul bubuk penambah nafsu makan?" tanya Ilyas.

Bagas mengangguk."iya! itu sih kata umi!" ucap Bagas.

"terus obat itu ada dimana?" tanya Ilyas.

"obat itu ada di umi! umi yang simpan kak!" ucap Bagas.

"di umi?! bagaimana caranya aku bisa ambil obat itu dari Umi ya??" tanya Ilyas dalam hati.

Bagas menatap bingung wajah Ilyas yang terdiam, entah apa yang dipikirkan olehnya?.

"kak ada apa? kok jadi bengong?" tanya Bagas.

"ngga apa-apa!"

Ilyas melangkah keluar dengan rasa putus asa karena tak mungkin dia meminta obat tersebut pada Ani.

"kak!"

panggilan itu membuat langkah Ilyas terhenti, dia membalikkan tubuhnya melihat Bagas.

"ada apa?" tanya Ilyas.

"aku ingat kak! Ayi itu dulu kalau di kasih obat itu sama umi dia suka simpan di kotak-kotak!". Jeda beberapa detik Bagas mencari kotak tersebut."nah ini dia! dia tuh suka simpan disini kalau dikasi obat sama umi! makanya umi itu lebih suka kalau obat itu di campurkan langsung ke makanan Ayi! abis Ayi nggak mau makan obatnya pahit katanya!" ucap Bagas.

dengan cepat Ilyas menjangkau kotak yang dipegang oleh Bagas. Dan ternyata benar ada beberapa obat kapsul didalam kotak tersebut.

"makasih ya,? assalamualaikum!" ucap Ilyas.

"waalaikumsalam!"

Ilyas sangat bahagia karena telah mendapatkan apa yang dicarinya.

Ilyas dengan cepat menuruni anak tangga dan segara pergi kerumah sakit.

Ilyas memarkirkan mobilnya di parkiran khusus untuk para dokter yang bekerja dirumah sakit tersebut.

***

sekitar setengah jam Ilyas pergi.

Ayisa terbangun, wajahnya masih terlihat pucat.

Dia melihat kesegala arah dan tak mendapati siapa pun berada di ruangan itu.

Ayisa menangis."bang Ilyas jahat banget sih! dia ninggalin aku sendiri cuman karena suster itu!!" ucap Ayisa kesal.

Ayisa mencoba melepas jarum infus yang melekat di tangannya.

"awas saja kalau kamu sampai lepasin itu! saya buang kamu ke jembatan!!" ucap seorang pria.

Ayisa melihat kesegala arah mencari sumber suara tersebut.

Tiba-tiba muncul seorang pria di hadapannya.

"kamu mau ngapain pasien? mau coba kabur?" tanya Irwan.

Irwan memanggil Ayisa dengan sebutan pasien bukan karena dia tak tau nama Ayisa sebenarnya tapi hanya untuk sebagai bahan bercandaan untuk Ayisa.

Ayisa tak menjawab pertanyaan Irwan.

Dan kembali hendak melepas jarum infus yang melekat di tangannya.

"kamu anggap saya bercanda ya?"

Ayisa berhasil melepaskan jarum infus tersebut dari tangannya."ini!! ini sudah terlepas!" ucap Ayisa nada rendah tapi kesal.

"kamu itu benar-benar nekat ya!? eh pasien kamu itu benar-benar keras kepala yah? saya jadi heran kok bisa ya Ilyas mau menikah dengan kamu?" tanya Irwan memancing kemarahan Ayisa.

Ayisa hanya terdiam mendengar perkataan Irwan dan tanpa ada respon kata sedikit pun dari Ayisa.

"Ilyas itu sabar banget ya jadi suami kamu? menghadapi istri yang kekanak-kanakan juga keras kepala kayak kamu! aku salut banget sama Ilyas! bisa jadi suami yang sangat sabar dan baik buat kamu!" ucap Irwan.

Irwan berhasil memancing kemarahan Ayisa. Ayisa membulatkan matanya menatap tajam pada Irwan.

"suami? suami sabar? suami baik? saya beri tau sama dokter baik-baik!! Ilyas bukan suami saya, suami macam apa yang tega menyakiti istrinya sendiri demi membela perempuan lain! dia bukan suami yang sabar ataupun suami yang baik!!! dia hanya laki-laki pengecut!! yang cuma bisa menyakiti perasaan saya!! kalau dia memang suami yang baik! dia tidak akan meninggalkan saya untuk perempuan lain!! dia tidak akan menyakiti perasaan saya dok!" ucap Ayisa.

Tubuh Ayisa kembali melemah dan terjatuh tak berdaya.

Irwan menjulurkan tangannya dihadapan Ayisa. Tapi Ayisa menepis tangannya.

"saya nggak butuh bantuan dokter! dan iya dokter bilang, dokter pengen buang saya ke jembatan kan? buang aja sekarang dok buang aja! saya nggak kuat hidup! hidup saya tidak ada gunanya lagi! biarin aja saya mati" ucap Ayisa dengan nada yang mulai surut.

Ilyas yang melihatnya dan menyaksikan Semua curahan hati Ayisa. Rasanya di tak bisa menjadi suami yang baik dan bertanggung jawab untuk Ayisa.

Dia hanya seorang suami pengecut yang hanya bisa menyakiti perasaan istrinya.

Hati Ilyas benar-benar terluka dengan ucapan Ayisa.

Dia samasekali tidak menyangka jika Ayisa akan sekecewa dan semarah ini padanya.

Next chapter