3 Lo apain temen gue

Aya meminta maaf kepada semua penghuni kamar saat Aya salah membuka kamar. Mata Aya ternoda, sangat ternoda melihat banyak hal yang sedang dilakukan pengunjung di kamar itu.

Aya hampir menangis saat belum berhasil menemukan Citra, khawatir jika Aya tidak berhasil menyelamatkan Citra dari Farhan. Jika Aya tahu Farhan orang yang tidak benar, Aya pasti larang Citra dan memilih mengadukan Citra pada Abinya.

Aya menemukan satu ruangan yang terkunci. Aya mendorong sekuat tenaga dan mencoba menggedor pintu itu sambil meneriakkan nama Citra.

"Citra!"

"Lo didalem gak?"

Aya masih berusaha menggedor pintu itu, saat dua orang berbadan besar menghampirinya. Sial, pasti ada yang melapor bagian keamanan.

"Maaf nona, nona tidak bisa mengganggu ketenangan disini." Yang benar saja. Aya juga ingin pergi dari sini.

"Pak bentar aja. Aku cuma mau jemput temen. Dia kayaknya ada didalem." Hati Aya hampir copot saat kedua pria besar itu menatam tajam.

"Beneran pak. Dia sendiri yang minta jemput."

Kedua penjaga itu terdiam sejenak, kemudian ikut menggedor pintu itu. "Permisi, bisakah keluar sebentar." Tak lama setelah itu, terdengar suara pintu terbuka.

"Aya, lo ngapain disini?" Aya terdiam melihat Tian keluar dari kamar itu tanpa menggunakan atasan. Fokus Aya beralih saat seorang wanita berpakaian seksi memeluk manja Tian dari belakang.

"Benar ini teman anda nona?"

"Bukan, yang saya cari perempuan. Dia tadi minta jemput disini." Aya menggeser layar hpnya, menunjukkan foto Citra pada kedua penjaga itu.

"Ada apa Ya? Citra disini?" Aya mengabaikan Tian yang berusaha melepas pelukan posesif dari gadis nakal itu.

"Aya!" Aya menoleh kesumber suara, mendapati Citra yang sedang dibopong oleh cewek seksi lainnya. Aya berlari menuju Citra, memggantikan cewek seksi itu untuk memegangi Citra.

"Gue Silvi. Dia mabuk berat, mau gue bawa ke ruang staf biar tidur." Aya tak berhenti mengucapkan kata terima kasih kepada cewek baik yang membantu Citra itu.

"Kayaknya dia pemula. Tapi berani minum banyak, sendirian lagi. Ya udah, karena udah sama temennya gue tinggal." Sepeninggal Silvi, Aya menatap Citra sedih. Citra yang dikenalnya tidak mungkin mau ketempat seperti ini.

"Nona butuh bantuan? Untuk memesan taksi?" Tawar salah seorang penjaga.

"Mereka sama saya saja." Ucap Tian membantu Aya memegangi satu sisi Citra. Tian terlihat berantakan memakai kemejanya asal-asalan dan wanita yang bersama Tian tadi pergi sambil menatap Tian sebal.

"Ya sudah, nona lain kali jangan buat keributan. Jika butuh bantuan datang saja ke bagian keamanan. Kami akan bantu." Aya mengucapkan beribu kata maaf dan terima kasih.

Setelah kedua penjaga itu pergi, Aya dan Tian membawa Citra menuju mobil Tian. Citra sudah tidak sadarkan diri sejak Aya menggantikan Silvi memeganginya.

"Kok bisa kayak gini sih Cit? Jilbab lo mana coba?" Aya menggeleng pasrah. Tian hanya mendengarkan ocehan yang Aya lontarkan kepada orang yang tak sadarkan diri itu.

Aya menidurkan Citra dikursi belakang. Kemudian beralih kekursi penumpang didepan. Aya menghela nafasnya lega, melihat Citra sejauh ini baik-baik saja.

Aya menepuk dahinya, menatap Tian yang bersiap menghidupkan mesin mobil.

"Yan turun, tuker tempat sama gue."

"Lah? Kenapa Ya?"

"Lo minum kan?"

"Enggak."

"Jangan bohong, udah hampir bugil kok ngaku gak minum." Aya melirik area sensitif Tian. "Nanggung ya?"

Tian mendelik, tidak biasanya Aya seberani ini padanya. "Aku gak minum Ya." Keukeuh Tian, Aya mendelik malas.

Tian membeku saat Aya mendekatkan wajahnya untuk mencari aroma dari minuman. Aya memencet hidungnya sendiri saat aroma tajam menusuk hidungnya.

"Turun, gue gak mau mati muda." Tian membuka pintu pasrah, membiarkan Aya memegang kemudi malam ini.

*

Aya membopong Citra kesulitan saat membuka kode akses pintu rumahnya. Aya menidurkan Citra disofa nyamannya, menyelimuti Citra dengan selimut wangi yang diambil dari lemarinya.

Aya menatap Tian datar. "Lo ngapain ngikut masuk? Sana pulang." Tian yang dari tadi bersendehan di sofa untuk satu orang itu langsung bangkit mengikuti Aya ke dapur.

"Tadi katanya aku minum. Bahaya, aku gak mau mati muda." Lily membuka kulkasnya dan mengambil sekaleng susu murni diberikannya pada Tian. Tian menghabiskannya dengan cepat.

"Terus lo mau tidur mana? Gak ada kasur, selimut cadangan udah aku kasih ke Citra. Lo mending pulang." Tian tak mengindahkan perkataan Aya. Pergi ke ruang tengah, melepas jasnya dan menjadikannya bantal di karpet berbulu depan tv.

Sudahlah, Aya terlalu lelah. Jika Aya tidur sekarang karena lelah, mungkin mimpi itu tidak akan datang.

Aya membasuh seluruh tubuhnya sebentar sebelum masuk bergelung dalam selimut. Mengenakan piyama yang tadi dipakainya, bermotif buah strawbery.

Semoga dengan kebaikannya menolong Citra hari ini, untuk malam ini saja Aya tidak akan bermimpi.

*

Aya mengerjapkan matanya perlahan. Suara adzan subuh bersahut-sahutan. Aya ingin tidur lagi jika tak memiliki kewajiban kepada Allah, karena sepertinya Aya tidak mendapatkan mimpi malam ini.

Ditambah lagi dengan guling hangat ini. Membuat Aya sulit membuka matanya.

Ceklek!

Citra membuka pintu kamar Aya. "Ya, yuk sholat. Aku mau tooo.. Astagfirullah. AYA! TIAN!"

Aya bergegas keluar dari kenyamanan itu dan membuka matanya lebar-lebar. Aya melotot tak percaya, dirinya tidur sambil memeluk Tian?

"Bangun." Citra sudah rapi dengan pakaian panjangnya lagi. Dengan aurat yang tertutup sempurna, tidak seperti tadi malam. Citra menarik Aya bangkit dari kasur.

Aya terkejut, saat tahu Tian tidur disampingnya hanya menggunakan celana boxer walaupun tadi selimut menutup seluruh tubuh mereka.

Tian gila. Ingin Aya menjerit di pagi buta, menjadi alarm tetangga sekitarnya.

Yang ada Aya dan Tian dibawa ke KUA untuk dinikahkan. Tak sedetikpun Aya pernah memikirkan hal itu, begitu terbesit Aya ingin menampar dirinya jika bisa.

Aya melihat sekeliling kamarnya, berantakan. Kemeja, sabuk dan celana bahan milik Tian berserakkan di lantai.

Dengan cepat Aya dan Citra membangunkan Tian paksa karena tak ada tanda-tanda akan bangun.

"Tian!" Sentak Citra. Tian malah menarik selimut hingga menutup sampai atas kepalanya.

Aya mengambil sepotong pakaian ganti dan pergi ke kamar mandi. Tak ingin mendengar ceramah Citra di pagi buta.

"Tian lo apain temen gue? Ha?!" Tian masih terduduk lemas, sesekali menguap.

Tian tersenyum, membuat Citra semakin ingin memukul wajah tampan itu yang sayangnya Citra lebih tertarik pada wajah tampan lainnya.

"Ngapain senyum? Kayak joker tau gak? Sana bangun, wudhu terus turun sholat jadi imam."

*

Setelah mendirikan sholat, Aya dan Citra langsung menyiapkan sarapan. Mereka bertiga sudah berpenampilan rapi, sebagaimana mestinya.

Makanan sudah tersaji dengan sempurna di meja makan. Tak diragukan, Citra calon istri idaman.

Tak satupun dari Aya dan Tian berani memulai makan, karena sedari tadi Citra menatap mereka tajam. Bukankah seharusnya Aya dan Tian yang mengintrogasi Citra, si anak baik-baik yang nyasar ke klub semalam.

Posisi mereka terbalik.

avataravatar
Next chapter