PROLOG

Setiap manusia memilik candu masing-masing, seperti candu akan bermain video game, candu akan membaca, bergosip, berkhayal, minuman keras bahkan candu menonton video-video yang dilarang pemerintah. Dan aku, candu akan gulungan kertas dengan isi nikotin.

Ya, aku adalah perokok berat sejak aku duduk di bangku kelas 8. Aku mengenalnya dari keluarga ku sendiri. Ibu tiri dan ayah tiri, jadi dimanakah keluarga kandung ku?

Wanita berparas cantik dengan bentuk wajah oval yang selalu dipanggil ibu kos ini adalah, mantan dari istri ayahku. Aku sering memanggilnya Bu Lina. Ia pemilik kos-kosan yang di wariskan ayahku sebelum meninggal. Ia menjalankannya dengan sangat baik, walaupun dua bulan kemudian ia menikah dengan pria yang pernah ia sebut. Mantan terindah. Benji.

Belum sempat ku tanyakan dimana ibu kandung ku. Ayah telah tiada, obesitas membuatnya terkena diabetes dan kolestrol. Serangan jantung yang merenggut nyawanya. Aku cukup merindukannya.

Bu Lina cukup baik dalam mengurusi ku, ia tak seperti di sinetron atau FTV. Menyiksa dan menyakiti anak tirinya, bisa kukatakan. Ia cukup menyayangiku dengan memenuhi apapun yang kuinginkan. Walaupun terkadang, jika mood-nya buruk aku bisa di telan hidup-hidup olehnya.

"LEXIZ!"

"Ya, Bu?" Balasku kaget, saat ia tiba-tiba membuka pintu kamarku. Dan plus, pada saat aku sedang merokok. "Astaga! Merokoklah diluar, kau ingin seperti obat nyamuk ya?" Ujarnya dengan mengibas-ibaskan tangannya di udara. Asap rokok yang ku ciptakan memang cukup membuat pandangan buram. Ditambah, dikamar ini tak memiliki fentilasi. "Maaf, bu."

"Sudah kau kerjakan PR mu?" Aku mengangguk menjawabnya, "Ikut ibu ke pasar, sekarang." Perintahnya yang harus dilaksanakan, aku keluar dari kamar sambil menghisap rokokku. "Apa kau masih ada rokok?"

"Ada , bu."

"Berikan ibu satu, bibir ibu sangat gatal." Aku memberikannya satu batang rokok dan pemantik padanya. Dan kami berjalan keluar dari rumah kos dengan menghisap rokok masing-masing.

Terlihat keluarga kami memang berantakan, tapi ini cara kami menjalani hidup nyaman. Walaupun cacian, makian, keluhan dan penolakan warga. Bu Lina tak perduli, bahkan ia akan bertarung untuk kenyamanan keluarga sendiri.

Waktu telah berlalu, aku sudah lulus dari SMA. Aku memutuskan untuk keluar dari tempat tinggal sempit itu. Bu Lina masih sangat makmur dengan kos-kosannya yang semakin meluas. Pak Benji sakit-sakitan hingga menimbulkan keributan di rumah. Walau Pak Benji mengalami stroke, yang mengharuskan ia terbaring di ranjang. Tapi mulutnya, tidaklah mengalami kelumpuhan. Bahkan ia masih sangat sempat mengomeliku dengan sebutan tak pantas.

Malam ini, tanggal 5 Oktober akan menjadi malam terakhir aku berada di sini.

avataravatar
Next chapter