webnovel

Bab 1

16.20 WITA

Clara Zaphetaya tak henti-hentinya mengawasi keadaan sekitar. Terkadang ia melihat jam tangan yang melingkar di pergelangan tangannya. Bibirnya menipis sebal, sudah 30 menit lebih ia menunggu balitanya, tapi bocah itu tak kunjung sampai.

"Itu bocah balita kemana sih? Lupa jemput atau gimana?" Pipi Clara menggembung. Kepengen pesan taksi online, tapi nanti ada yang mengamuk.

Tapi beberapa menit kemudian harapan Clara terkabul. Deru suara motor trail terdengar memekakan dengan pengendaranya adalah sosok cowok berjaket army tentara dan ber-helm fullface.

"Lama aku nunggunya!" keluh Clara saat pengendara motor tadi membuka helmnya dan menampilkan wajah dengan pahatan sempurna.

"Maaf, Cakra tadi main dulu. Jadi lupa jemput Clara."

Cakrawala Langit Dirgantara mengerutkan bibir dengan mimik wajah memelas. Rambutnya yang berantakan setelah keluar dari sarang helm, membuatnya terkesan keren dan sexy. Apalagi keringatnya yang menetes menyusuri wajahnya yang di pahat sempurna, membentuk struktur wajah rupawan yang membuat kaum adam merasa iri.

"Besok-besok gue bilang sama Bang Zaki, biar gue naik taksi aja. Nungguin lo kayak nunggu siput sampai ke kutub, lama!" omel Clara yang merasa dongkol.

Abangnya Cakra itu sahabatnya Chokky Marzaki, abangnya Clara. Dulu Clara pulang sekolah selalu di jemput sama Zaki, atau tidak dia akan naik taksi. Tapi itu berubah ketika Cakra menawarkan diri untuk menjemput dan mengantar Clara. Clara sih fine-fine aja, tapi kalau Cakra-nya sering telat kan lama-lama Clara juga muak!

"Ish, Clara jangan ngomong gitu. Cakra bakalan usahain tepat waktu kok nanti!" Cakra turun dari motornya lalu memegang tangan Clara. Bibirnya merengut tak suka ketika menyadari bahwa ada plester luka di kening cewek itu.

"Ini kenapa, Clara? Siapa yang nyakitin, Clara? Sakit enggak? Ayo ke rumah sakit!" Cakra panik, dan menarik tangan Clara untuk naik ke motornya.

Namun Clara segera menarik tangannya dan berdecih, "Lebay amat lo! Asal lo tahu ya, plester ini tuh buat nutupin jerawat!"

Sebagai bukti, Clara menarik sedikit plesternya hingga sebuah jerawat terlihat. Lalu ia menutup kembali ketika Cakra manggut-manggut. "Puas lo?"

"Cakra puas. Tapi kenapa ditutupi? Kan lucu, Cakra aja pengen punya jerawat."

Kampret! Clara mengumpat dalam hati. Bisa-bisa ia terkena darah tinggi jika berlama-lama disini. "Capek gue ngomong sama lo, ayo pulang!"

Mata Cakra mengerjap tak mengerti, ingin bertanya mengapa Clara lelah berbicara padanya-tapi ia urungkan. Cakra tidak boleh membuat Clara marah, titik!

"Buruan naik, malah ngelamun nih bocah!" sentak Clara.

Cakra segera naik ke atas motornya dengan diikuti Clara. Cowok itu menyerahkan helm miliknya kepada Clara. Ia lupa membawa helm lebih.

"Yang di depan kan elo, jadi lo dong yang pakai, gimana sih!"

"Nggak mau!" Cakra menggeleng kencang. "Keselamatan Clara lebih penting, kalau keselamatan Cakra bisa ditunda dulu."

Wajah Clara berubah masam. Ingin menghardik, tapi bocah ini nanti mengamuk-cukup satu kali ia melihatnya dan tak mau lagi!

"Yok jalan!" ucap Clara setelah memakai helm. Tapi Cakra tak kunjung menghidupkan mesin motornya, kenapa lagi ini bocah?

"Pegangan dulu, Clara. Nanti jatuh, jatuh itu sakit loh!"

Clara menepis tangan Cakra yang menuntun tangannya untuk memeluk pinggang cowok itu. "Nggak mau!"

Kepala Cakra menoleh ke belakang, ia mengerjap polos. "Kalau enggak mau peluk pakai tangan, Clara boleh peluk pinggang Cakra pakai kaki. Cakra ikhlas kok!"

G*blok!

Clara mengumpat dalam hati sembari mengertakkan gigi saking kesalnya. Ingin menonjok wajah sok polos ini, tapi sayangnya dia ganteng. Akhirnya dengan berat hati, ia memegang-hampir memeluk pinggang Cakra.

"Nah gitu dong, kan kita jadi kayak orang pacaran." Cakra tersenyum sumringah. Yang dibalas dengan cibiran oleh Clara.

"Dih, apaan. Gue kan udah punya pacar!" That's true, Clara memang sudah punya pacar. Baru saja jadian tadi siang.

"Beneran?" tanya Cakra yang suaranya berubah menjadi datar.

Clara terdiam. Entah hanya perasaan Clara atau bukan, hawa dingin mulai melingkup sekitarnya. Ia meneguk ludahnya kasar. Belum sempat ia menjawab, Cakra sudah berkata dingin,

"Turun."

Dan tanpa ingin mengambil resiko, Clara segera turun dari motor. Aneh juga sebenarnya, kenapa dengan bocah ini? Atau jangan-jangan-

Mata Clara membulat, ia hendak berbicara pada Cakra, namun cowok itu sudah lebih dulu mengendarai motornya dan berhenti tepat di tengah jalan yang banyak kendaraan bermotor melaju dari arah berlawanan.

"Cakra, ngapain lo berhenti disitu?! Bahaya!!" teriak Clara yang mulai panik. Ia lupa bahwa Cakra itu orangnya nekat!

Cakra tetap bersikukuh di tempat tanpa menghiraukan makian dari pengendara lain yang hendak menabrak cowok itu.

"Nggak mau! Cakra bakalan tetep disini sebelum Clara putusin cowok itu!" ujar Cakra sambil melipat kedua tangannya di dada. Bibirnya mengerucut dengan pipi menggembung kesal.

Sialan!

Clara semakin panik. Kalau Cakra masih disitu, lama-lama cowok itu pasti akan tertabrak. Dan orang rumah pasti akan menyalahkannya!

Clara menggeram, ia mengertakkan giginya lalu berteriak, "Ok fine!! Gue bakalan putusin cowok gue! Sekarang kesini nggak lo!!"

Disana Cakra terlihat tersenyum sumringah, ia membuang asal motornya lalu berlari dan memeluk erat Clara. Ia memeluk cewek itu dengan tubuh gemetaran, bukan karena takut tertabrak, tapi karena hal lain.

"Clara cuma punya Cakra. Dan Cakra cuma punya Clara."

Next chapter