1 1. Parcels

Seena sibuk tertawa ketika menonton siaran televisi. Acara komedi favoritnya sedang tayang. Hingga, tiba-tiba pintu rumahnya diketuk. Karena ibunya pergi, jadi tidak ada orang lain lagi selain dirinya untuk membuka pintu. Mungkin Stefan datang, pikirnya.

"One minute," ujar Seena seraya bangkit dari sofa dan berlari menuju pintu.

Cklek. Ketika membuka pintu, seorang pria paruh baya membawa sebuah kotak berukuran sekitar lima belas kali dua puluh sentimeter. Akhirnya, paket yang ditunggunya hampir seminggu datang.

"Nomor 24?" tanya pria itu memastikan. Seena mengangguk mantap dan langsung menandatangani tanda penerimaan.

Pria itu langsung pergi. Seena memeluk kotak yang ia pegang dan langsung membawanya ke lantai atas. Ia masuk ke kamarnya.

Cahaya matahari di siang hari begitu terik membuat kamar Seena terlihat begitu terang karena jendelanya terbuka lebar. Ia bahkan dapat melihat rumah sebelah yang sebelumnya selalu kosong sudah terisi. Rumah itu sudah dibersihkan sejak kemarin, meskipun Seena belum tahu siapa penghuninya.

Seena membuka kotak dengan cepat menemukan sesuatu yang sama sekali tak pernah ia pesan. Dua buah buku tentang mekanik dan mesin, keduanya terdiri dari edisi satu dan dua. Lalu, Seena menyadari sesuatu. Namanya tidak tertera di sana.

"Ethan McCan?" ujar Seena ketika membaca label yang tertera di bungkus. "Siapa Ethan?" tanyanya pada dirinya sendiri.

Secara bersamaan, ia melirik ke rumah sebelah yang terdengar bising karena musik dinyalakan dengan volume sangat tinggi. Ia dapat melihat seorang pria seumurannya tengah berdiri memunggunginya. Pria itu berambut pirang hampir putih cocok dengan kulitnya yang berwarna agak kecokelatan, meskipun masih dapat dikategorikan putih seperti orang Amerika biasanya.

Seena sejenak melupakan paketnya yang salah kirim, meskipun sebenarnya alamat yang tertulis sudahbenar. Seena bangkit dari lantai dan menuju jendela, memperhatikan pria di rumah sebelah dengan penasaran. Pria itu membalik tubuhnya menghadap Seena, hanya menggunakan celana pendek dan bertelanjang dada, tubuhnya yang kekar dengan garis-garis otot yang menonjol membuat Seena menelan ludah. Apalagi, wajahnya yang maskulin mendukung itu semua. Ia benar-benar tipe ideal Seena.

"What the f*ck!" umpat pria itu terdengar begitu jelas di telinga Seena karena jendela masing-masing saling terbuka. Selain itu, memang jarak rumahnya tak lebih dari lima meter saja.

Pria itu membuka sebuah kotak yang hampir sama dengan milik Seena, dan ketika mengangkat isinya, Seena benar-benar terkejut. Sebuah barang yang ia pesan.

"Sh*t!" teriaknya dengan lantang membuat pria di seberang langsung menoleh. Seena refleks membungkam mulutnya.

Pria itu menatap Seena dengan tatapan tajam kemudian mengangkat sesuatu di tangan kanannya, sebuah ponsel. Apa yang terjadi?

Seena langsung berlari keluar kamar, menuruni tangga, melewati ruang televisi, halaman rumah dan menuju rumah tetangganya. Ia berhenti dan masuk ke rumah berpagar dengan gerbang terbuka. Sebuah mobil dengan kap mesin terbuka menutup pintu utama rumah. Ia melangkah melewati beberapa alat bengkel, paving block sudah terlihat menghitam karena oli yang tumpah. Selanjutnya, ia juga menemukan sebuah motor yang terparkir di sebelah mobil.

"Permisi!" teriak Seena melongok pada pintu rumah yang terbuka. Ruangan di dalamnya terlihat tampak rapi dan agak gelap.

Tiba-tiba terdengar suara langkah mendekat. Grab, secara mengejutkan seorang pria membuka pintu dan berada di hadapannya. Seena mundur satu langkah karena terkejut. Ia memperhatikan pria itu lekat-lekat. Garis-garis otot di kulitnya yang kecokelatan dan berkeringat sangat menggoda.

"Ethan?" tanya Seena hati-hati.

Pria itu tak menjawab, yang dilakukannya hanya mengangkat benda yang beberapa saat membuatnya terkejut tepat di depan wajah Seena. Bra merah terang tipis dan transparan tanpa busa.

***

Christian menelepon dan langsung dijawab oleh Ethan. Ethan menekan tombol speaker agar dapat berbicara dengan Christian sekaligus mengerjakan pekerjaannya.

Ethan mengembuskan asap rokok ke udara kemudian kembali mengotak-atik kap mesin mobilnya. Sebenarnya, mobil tidak terlalu bermasalah hanya saja suara deru mobil bergetar ketika mesin dinyalakan sangat mengganggu.

Beberapa tetes oli menetes di kaus singlet, membuatnya risih hingga selanjutnya ia melepaskan kausnya dan melempar sembarang. Celana pendek berwarna merah tuanya sudah sangat kotor baik karena oli atau pun debu yang tebal dari mobilnya. Ia menyeka keringat dengan lengannya beberapa kali seraya menahan kesal karena pekerjaannya belum juga terselesaikan.

"Kau sudah menerima paketku?" tanya Christian setengah berteriak karena berlomba mengalahkan suara mesin mobil yang keras dan berderit.

Ethan menyesap rokoknya dalam-dalam dan mengeluarkan asapnya dari hidung juga mulut. Bibirnya yang gelap membuka sedikit dan rokok yang sempat berada di bibir kembali ke jari-jarinya.

"Harusnya hari ini datang," jawab Ethan santai. Ia kembali menyesap rokoknya lagi.

Tiba-tiba seseorang memanggilnya. Ia langsung menoleh dan menemukan seseorang di sana, seorang pria paruh baya penampilan rapi dan membawa sebuah paket. Sepertinya, paket yang ia tunggu.

"Sepertinya yang kau kirim sudah datang," ujar Ethan sumringah.

Ia meninggalkan ponselnya di atas motor dan segera menghampiri kurir. Selesai menandatangani sebuah kertas ia kembali ke mobilnya kemudian mengambil ponselnya dan masuk ke dalam rumah. Ethan melangkah pelan menaiki tangga tanpa menutup panggilan dari Christian.

"Sepertinya benar darimu, tapi tunggu...," ujar Ethan tiba-tiba seraya langsung mematikan rokoknya di asbak.

"Kenapa?" tanya Christian.

"Ada sesuatu yang salah. Kau menulis nama siapa? Seena Julia Lincoln?" tanya Ethan memastikan.

"Aku menulis namamu. Tunjukkan padaku! Aku ganti video call!" ujar Christian penasaran.

Panggilan video terhubung. Ethan meletakkan ponselnya bersadar pada buku-buku di meja. Ia menunjukkan bahwa alamat yang tertera sudah benar, namun kesalahan pada namanya. Kemudian Ethan membuka kotak dengan hati-hati dan menemukan sesuatu yang mengejutkan.

"What the f*ck!" teriak Ethan seraya mengangkat benda itu tepat di panggilan video Christian.

Christian langsung tertawa sekencang-kencangnya tidak percaya. Sebuah bra merah terang yang cukup tipis dan transparan penuh renda-renda. Ethan ingin mengumpat untuk kesekian kalinya.

"Aku tak percaya kau semesum itu sekarang!" ujar Christian menertawakan Ethan dengan puas. "Akan aku video dan kau bisa mencari pemiliknya seperti dongeng Cinderella. Kau bisa memakaikannya satu persatu, menyenangkan rasanya ya," ledek Christian lagi membuat Ethan menghela napas.

"Brengsek kau! Tidak harus seperti itu aku bisa mendapatkan banyak wanita, Chris," tegas Ethan kesal.

Ethan mengangkat bra itu tinggi-tinggi menghadap jendela, sebuah bra tembus pandang. Entah apa yang dipikirkan pemiliknya sampai-sampai menyimpan benda tak berguna itu.

"Apa gunanya memiliki bra seperti ini, bahkan tak akan bisa menutupi putingnya sekali pun," ujar Ethan tak habis pikir. Ia mengangkat ponselnya dan berganti kamera belakang lalu menunjukkannya pada Christian.

Christian masih tertawa. "Bra itu ada fungsinya, setidaknya dapat digunakan untuk membuat seseorang terangsang," sahut Christian dijawab dengan tawa kecil Ethan.

"Sh*t!" ujar seseorang dari kejauhan namun dapat terdengar jelas. Tiba-tiba Ethan menyadari sesuatu, seorang gadis memperhatikannya dari kejauhan.

Ethan menatap gadis itu yang berjarak tak lebih dari lima meter. Mereka berada tepat berhadapan. Ia menemukan seorang gadis berambut cokelat sepunggung berkulit putih pucat menatapnya panik. Ethan tersenyum sinis seraya mengangkat bra tadi memperlihatkannya pada gadis itu.

"Kenapa?" tanya Christian tiba-tiba membuat Ethan tersadar.

Lalu, Ethan mengangkat ponselnya tinggi-tinggi menunjukkan seseorang yang baru saja dilihatnya pada Christian.

"Sepertinya aku tahu pemilik benda ini, Chris," ujar Ethan setengah tertawa.

"Gadis kurang beruntung. Habislah dia di ranjangmu," sahut Christian terkekeh.

"Brengsek kau! Sudah ya, kututup. Sepertinya dia akan ke sini," tegas Ethan langsung menutup telepon tak mendengarkan ucapan yang akan dikatakan Christian.

Hingga seperti yang ditebaknya, seseorang sudah berada di lantai satu mencarinya. Tanpa pikir panjang, Ethan langsung menuruni tangga dengan cepat dan menarik gagang pintu yang setengah terbuka, ia menemukan gadis tadi di sana.

"Ethan?" tanya gadis itu, Seena, Ethan tahu namanya.

Tak ada jawaban darinya. Ia hanya mengangkat benda yang entah sejak kapan dipegang. Ethan menatap wajah gadis itu yang sedang memerah seakan malu.

Tanpa sadar, Ethan memperhatikan Seena dengan saksama. Singlet ketat dengan potongan rendah berwarna putih dengan kerah rendah membuat Seena mengekspos sebagian dadanya yang hampir menyembul keluar. Sementara, sebagian perutnya yang terlihat membuat Ethan hampir berpikir tidak senonoh ditambah lagi celana jin dengan potongan super pendek yang fungsinya hanya semacam menutup celana dalam. Seluruh bagian pahanya terekspos dan begitu menggairahkan.

"Sepertinya paket kita tertukar," ujar Seena menyadarkan pikiran jorok Ethan.

Ethan tersenyum menggoda, ia menopang kepalanya dengan tangan dan bersandar di ambang pintu. Sementara, Seena yang tampak malu-malu menatapnya dengan manis menggunakan wajahnya yang cantik dan menggoda.

"Sepertinya begitu," sahut Ethan lambat-lambat berusaha mengendalikan nafsunya.

"Bisa kita tukar?" tanya Seena membuat napas Ethan terengah-engah ketika memandangi ucapan Seena. Ia terlalu fokus pada bibir merah merona dan sedikit tebal, ingin sekali saja ia menyesapnya. Tidak, tidak. Sebenarnya, semua yang ada di tubuh Seena menggairahkan.

Ethan berdeham. "Kau yakin ini milikmu?" tanya Ethan balik membuat Seena mengerutkan kening.

"Ya, kau Ethan, kan?" tanya Seena lagi dijawab anggukan mantap oleh Ethan. "Kalau begitu, paket kita memang tertukar," lanjut Seena kemudian.

Ethan mengangguk-angguk. "Iya, namaku Ethan. Maksudku, kau yakin benda ini milikmu?" tanya Ethan lagi seraya mengangkat bra tadi dengan nada mulai menggoda.

Seena terdiam sesaat berusaha mengerti ucapan Ethan. "Kau baca nama di kotak? Namaku, Seena," jawab Seena mantap.

"Sepertinya ini terlalu besar untukmu, kutanya lagi, apa ini memang milikmu?" tanya Ethan masih mulai ketagihan meledek Seena.

"Apa maksudmu?" tanya Seena dengan intonasi lebih tinggi.

Ethan mendekatkan tubuhnya membuat Seena mundur dan punggungnya menabrak setang motor. Ia tahu, Seena sedang gugup dan sedikit ketakutan.

"Seharusnya, kau coba dulu, apa benar ini milikmu. Atau mau aku pakaikan?" ujar Ethan setengah berbisik di telinga Seena, membuat gadis itu langsung memiringkan punggung ke tubuh motor.

"Apa yang kau lakukan?!" teriak Seena mendorong dada Ethan dengan kedua tangannya, namun kedua tangan Ethan sudah melingkarinya hingga ia tak bisa keluar.

"Aku akan bersedia menukar paketku kalau kau bersedia menunjukkan kalau benda ini memang milikmu!" tegas Ethan lagi tepat di depan wajah Seena. "Kau bisa mencobanya di sini, atau di kamarku?" lanjut Ethan seraya menunjuk ke dada Seena, Seena langsung melindungi dada dengan kedua tangannya. Hampir saja Ethan menyentuhnya.

Wajah Seena merah padam. Sementara, Ethan tambah bergairah, ia tidak akan berhenti kalau tidak ada yang menghentikannya.

"Kau tidak butuh bukumu?" tanya Seena memancing.

Ethan melepaskan kedua tangan dari motor, sehingga Seena dapat berdiri dengan tegak lagi. "Sebenarnya, butuh. Tapi, aku tidak mungkin memberikan benda ini pada orang yang bukan pemiliknya," jawab Ethan seraya tersenyum lebar.

Ethan melangkah mundur menuju ambang pintu. Seena yang akhirnya terbebas dari keisengan Ethan melangkah mundur berada di depan mobil. Ia menatap Ethan dengan kesal sekaligus hati-hati.

Ethan tersenyum manis. "Aku akan mengembalikannya kalau kau dapat membuktikan bahwa ini milikmu," ujar Ethan dengan seringai jahat. "Jadi, jaga bukuku sampai aku menjemputnya ya," lanjut Ethan membuat rahang Seena mengeras.

Ingin sekali Seena memukulnya, namun ia benar-benar tak berdaya. Seena menghela napas.

"Ambilah! Aku tidak butuh!" teriak Seena seraya membalik tubuhnya dan melangkah meninggalkan Ethan.

Ethan masih tertawa melepas kepergian Seena, sementara gadis itu menahan malu yang amat dalam. Entah pipinya akan semerah apa, yang pasti darahnya sudah mendidih.

"Lain kali, jangan gunakan pakaian seperti itu lagi ketika datang. Kau tidak tahu aku manusia atau binatang, bukan?!" teriak Ethan membuat emosi Seena semakin memuncak.

Seena berbalik dan menatap tajam ke arah pria itu.

"Brengsek!" umpat Seena pelan, ia yakin Ethan tak akan mendengarnya.

Ethan tertawa lepas lalu kembali ke kamarnya dan meletakkan bra yang sejak tadi ia pegang ke dalam kotak. Beberapa saat kemudian, Seena terlihat di kamar seberang. Segera Ethan mengangkat bra tadi, hanya saja Seena bungkam. Seena mendekati jendela dan langsung menutupnya dengan cepat, begitu pula tirainya.

"Ah, hampir saja milikku berdiri."

***

avataravatar
Next chapter