3 T W O

Datang seharusnya disambut, bukan?

Brakk!

"Novel gue!" pekik Vanilla terhuyung dan akhirnya terjatuh.

Vanilla jatuh terduduk, bokongnya sakit sehabis mencium lantai, Vanilla menatap ujung sepatu yang dengan arogannya di ketuk-ketuk seperti irama.

"Jalan pake mata dong novel baru gue jadi rusak gara-gara lo! " ujar Vanilla sambil berdiri dan membersihkan roknya.

"Yang ada jalan pake kaki mana ada yang pakek mata, lo tolol apa goblok!" balasnya dengan tajam.

"Yang salah siapa yang nyolot siapa, lo emang dasar gak tau diri ya udah tau salah malah seakan-akan lo buat ini jadi kesalahan gue" geram Vanilla tertahan emosinya sedang meluap melihat novel yang baru kemarin ia beli malah hancur bersama air didalam kolam ikan.

"Sorry sebelumnya gue gak merasa bersalah apa-apa sama lo" sarkasnya

"Sok suci lo" Ingin sekali rasanya Vanilla mencincang manusia sombong dihadapannya ini.

"Lo udah ngomelnya?" tanyanya datar, ya datar tanpa intonasi.

"Bacot bener lo" Vanilla mulai dongkol melihat cowok bergaya ala-ala fak boy yang mirip seperti sang kakak, kini tengah menatapnya rendah.

Cowok itu maju mendekati Vanilla yang memerah menahan marahnya.

"Yang bacot itu lo, bukan gue, dan lo hanya cewek rendah yang udah rebut pacar orang dengan tingkah lo yang murahan, bitch!" bisiknya sinis dan langsung melangkah pergi.

Vanilla ternganga mendengar penuturan yang sangat kurang sopan dan melukai martabat seorang wanita.

"Cowok gak punya hati nurani" umpatnya.

"La, kenapa lo kayak patung tegang amat tulang lo?" Vanilla menatap aneh tingkah laku Lala yang tak biasanya.

"Lo gak tau dia siapa, Van?"

"Emangnya dia penting ya buat gue?" Vanilla acuh

"Singkirin dulu penting gak pentingnya, yang lo harus tau lo salah kalau cari masalah sama dia" Lala mengguncang bahu Vanilla sedikit kasar.

"Biasa aja kali, yang gue tau gue gak salah dan itu salahnya dia kenapa pake acara nabrak orang" sewot Vanilla ketika teringat wajah sok angkuh milik pria itu.

"Udah deh mending balik ke kelas gih, inget ya Van jangan cari masalah lagi sama dia" peringat Lala yang hanya di tatap malas oleh Vanilla.

"Iya" Vanilla menjeda ucapannya.

"Gak bakal gue turutin" sambungnya dan langsung dapat pelototan dari Lala.

---

Doraemon

P

Gue balik sama lo?

Iyalah

Emang sama siapa lagi kalo bukan sama gue

Yaudah

Vanilla berjalan dengan santai menuju parkiran dimana mobil Ray terparkir dengan rapi.

Vanila sedang asik membaca novel yang berjudul "Kudasai" karangan Brian Khrisna.

Byur

'Novel gue!' teriaknya dalam hati

"Sorry gue sengaja" Kekehan licik itu menggema, sekarang keadaan sekolah lumayan sepi.

Vanilla mendongak dan mendapati geng menyebalkan itu sedang menatap dirinya rendah.

'Emang gue punya salah apa sih, gak ada tenangnya gue hari ini'

"Iww busuk banget , lo kalo mau mandi pake air bersih lah masa lo pake air bekas cucian bakso miskin banget lo" Regina agak membesarkan suaranya hingga menarik perhatian siswa-siswi yang masih belum pulang.

Vanilla memilih diam dan ingin beranjak dari tempat itu, belum sempat melangkah tangannya sudah di tahan dulu oleh Nathasyah.

"Lepasin, gue mau pulang" Vanilla meronta.

"Ga semudah itu nona, lo harus main dulu sama kita-kita karna lo udah lancang sama The Angel's" iris mata Zahra menajam seolah ingin menelan Vanilla hidup-hidup.

"Gue lancang kenapa sama kalian?" Vanilla masih mencoba melepas cekalan Nathasyah

"Diem bisa gak sih" bentak Nathasyah yang mulai kesusahan menahan Vanilla yang terus meronta.

"Lo udah berani ngebangkang sama kita!" Bentak Karinda sambil memegang dagu Vanilla.

"Buat apa gue nurutin kalian yang berlagak sok berkuasa? Apa untungnya?" Vanilla masih berusaha tenang.

"Seret dia ke gudang" Ultimatum Zahra langsung di turuti Nathsyah dan juga Karinda, sedangkan yang lain hanya mengikuti dibelakang.

Vanilla bukannya pasrah tapi dia hanya tak mau masalah ini makin panjang saja, jujur dirinya terlalu malas untuk saling melukai karna suatu hal yang tak pantas dipermasalahkan.

Sesampainya di gudang yang kotor dan penuh debu itu, Vanilla langsung didorang paksa untuk masuk dirinya hingga terjatuh.

"Selamat menikmati bobo jelek lo sama para tikus-tikus" Zahra tertawa jahat dan diikuti para dayang-dayangnya.

Brak!

Pintu di tutup dengan kencang dari luar, dan Vanilla yakini pintu itu sudah terlanjur dikunci.

Vanilla berdiri dan membersihkan roknya yang terlanjur kotor.

"Kalo orang bodoh mainnya sama orang cerdas emang gitu ya rada-rada tolol plus bego" Vanilla mengeluarkan ponselnya dan mendial sebuah nomor.

"Gue digudang belakang buruan".

Tutt

---

Di parkiran.

"Lo balik bareng cewek itu Ray?" Melviano sedikit kepo.

"Yoi, cewek gue masa ditinggal" jawab Ray santai.

"Cih cewek murah kaya gitu nemu dimana?" Faeyza berujar sinis.

"Selow bro, sinis bener, dari awal kalo gue perhatiin kayaknya lo sensian sama tu cewek, pas di koridor tadi siang juga lo udah marah-marahin dia" Aldy angkat suara.

Ray sedikit terkejut tapi sebisa mungkin dirinya mencoba stay cool.

"Lo mulai berani ya sama cewek gue" Ray terkekeh sambil menepuk pundak Faeyza.

"Gue gak takut sama lo" Faeyza melirik Ray dengan tajam

"Gue patahin juga tulang lo" canda Ray yang dibuat seakan serius.

"Coba aja kalo berani, siap-siap terima amplop yang ada tulisannya 'anda kami keluarkan dari sekolah ini' dan satu lagi cewek lo bakal gue permaluin sampe gak berani nampakin mukanya lagi disini" Faeyza langsung pergi bersama Lamborghini hitam miliknya.

"Sadis parah mas bro" Ardi mentap wajah kicep Ray.

"Untung temen kalo bukan udah gue cabut ginjalnya" Ray hendak masuk ke mobilnya tapi dering telepon langsung mengurungkan niatnya.

'Gue digudang belakang buruan' suara dari sebrang telepon

Tutt

Baru ingin menjawab tapi panggilan itu langsung di putus sepihak. Ray mendengus pasrah.

Ray menunggu mobil para cs nya pergi.

Setelah itu Ray bergegas menuju gudang yang berada di belakang sekolahnya.

"Sial di gembok" Ray mengumpat.

"Terpaksa gue dobrak" Ray mengambil ancang-ancang untuk mendobrak pintu yang terlihat usang itu.

1....2...3...

Brak

Dan pintu terbuka langsung menampakkan gadis yang basah kuyup beserta wajah cemberutnya.

"Lama banget lo, ngapain aja makan batu?" ketusnya.

"Udah dibantuin bukannya bilang makasih ini malah balik marah-marah" Ray mendengus.

"Harusnya gue yang marah sama lo kenapa lo bisa ada disini, siapa yang lakuin?" suara Ray mulai meninggi

"Mak lampir dan pembantunya" Vanilla malas berdebat dan malas mendengar ocehan kakaknya.

"Lo diapain sama mereka?" Ray mengintrogasi.

"Gue disiram pake air cucian mangkok, terus gue di dorong sampe jatoh, disekap digudang, udah itu aja. Simple gak ribet" Vanilla bersender dipintu dengan sedikit mengantuk.

"Udah itu aja?! Se-enteng itu pikir lo? Lo harus inget kalo kenapa-kenapa gue yang dibunuh bokap" Ray menguncang tubuh Vanilla.

"Udah santai aja yang penting gue masih nafas" Vanilla meninggalkan Ray yang sedang terperangah.

"Adek gue emang terlalu kalem" Ray menggeleng takjub melihat kembaran gilanya itu.

---

"Vanilla, ayo sayang kita makan malam dulu" Panggil Liliana dari depan pintu kamarnya.

"Iya Ma, bentar lagi Vanilla turun" Vanilla mematikan laptop dan beranjak turun dari kasur empuknya.

Sedikit merapikan rambutnya yang acak-acakan karna dirinya sibuk rebahan dari sepulang sekolah.

Vanilla langsung menuju meja makan yang sudah di penuhi hidangan untuk makan malam keluarga.

"Ayo semuanya makan" Rendy menginterupsi mereka semua untuk berdoa sebelum makan.

Setelah selesai berdoa, mereka pun mulai menyantap makanan yang sudah dimasak Liliana sepenuh hati.

Selesai makan mereka berkumpul di ruang keluarga yang cukup luas, Liliana dan Rendy memilih duduk di sofa sedangkan anak-anaknya memilih duduk di karpet berbulu tebal.

Mereka sedang asik mengobrol seputar sekolah, dan itu sedikit membuat Vanilla bosan.

"Van gimana hari pertamanya?" tanya sang papa sambil mengelus kepalanya.

"Gak gimana-gimana kok pa, aman kok" Vanilla berbohong padahal hari ini sangat buruk.

"Apanya yang gak gim... Aw!" Ray ingin menyelesaikan ucapannya tapi malah berganti dengan ringisan saat tangan Vanilla mencubit keras pinggangnya.

"Kenapa Ray?" tanya Liliana khawatir.

Baru Ray ingin mengadu tapi ia urungkan niatnya ketika melihat mata elang yang siap menerkamnya.

"Digigit semut ma" bohongnya.

"Lebay banget sampe teriak kaya orang utan" Cibir Vella yang kebetulan duduk tak jauh dari Ray.

"Sinis banget lo bocah" Ray mendengus.

"Ray, Vella, kalo ngomong itu yang sopan" Rendy menegur mereka.

"Yaudah kalian tidur gih, besok sekolah awas kesiangan mama ceburin ke kolam buaya nanti"

"Sadisss" kompak mereka ber5 di ikuti sang papa.

"Apaan sih kalian cepetan tidur" mereka langsung bergegas menuju kamar masing-masing, biasanya jika sudah begini sang mama akan membuat gaduh rumah.

"Gantiin novel gue dua biji" Ray melongo novel lagi-novel lagi. Memang ajaib kaki udah lecet yang dipikirin malah novel.

"Dasar kalem"

avataravatar
Next chapter