4 T H R E E

Kenapa selalu datang bersamaan?

Suasana meja makan sedang hening hanya dentingan sendok dan garpu yang terdengar.

Gadis dengan rambut dicepol tinggi itu baru menyelesaikan sarapannya.

"Pa, Ma, Vanilla berangkat duluan"

"Loh bukannya lo bareng gue?" Ray menyenrit binggung.

"Lala jemput gue" Dengan cepat gadis itu keluar dan benar saja Lala sudah menunggu.

"Lama amat" Lala menatap Vanilla yang baru duduk disisi kirinya

"Sarapan dulu"

"Yaudah pak jalan aja"

"Siap neng" Pak dadang langsung menuruti perintah Lala.

---

Vanilla sedikit malas mendengarkan bapak yang botak pelontos itu ngomong.

"Si bapak ngapain sih, kalo ngerap jangan disini" dumelnya seperti orang berbisik.

"Kenapa lo?" tanya Ray pelan

"Pengen langsung istirahat, capek dengerin dia nyerocos" Vanilla kembali menatap malas sang guru.

"Dia emang kaya gitu kali"

"Tumben lo sensian?" Ray menaikkan sebelah alisnya

"Bete aja" Vanilla beralih mengambil novel baru di bawah laci mejanya. Jangan tanya kenapa dia berani baca novel saat sang guru menjelaskan, anak-anak yang lain pada rebahan(tidur) aja dia gak peduli.

"Ngebet banget baca novel, mentang-mentang novel baru" sindir Ray

Yang beliin novel baru itu si Ray yaw

"Bawel lo" sinis Vanilla.

Jangan tanyakan kenapa gadis satu ini tiba-tiba bermulut pedas, tamu bulanannya sedang datang.

"Permisi pak, saya diminta tolong oleh Bu Via untuk memanggil ketua kelas disini" ujar seorang pemuda tampan dengan senyum manisnya.

Tiba-tiba sebagian kelas mulai berbisik-bisik.

"Eh itu kan si Tio, anak MIPA 3"

"Manis juga"

"Cogan mah gak kemana"

"Ini anak yang lagi naik daun ntu"

"Mayan gans tapi masih gans Faeyza"

'Cabe kiloan' batin Vanilla sinis menatap segerombolan cewek itu 'The Angels"

"Silahkan ketua kelas" Pak botak pun mempersilahkan.

"Makasih, Pak" ujar sang pemuda

"Pak saya izin dulu"

Yang benar saja Vanilla masih tak mengerti bagaiman bisa pria arogan itu bisa menjadi ketua kelas.

Faeyza melihat wajah terkejut milik Vanilla dengan ekor matanya, walau hanya sekilas.

"Kenapa nggak lo aja" ujarnya pelan

"Apaan?"

"Jadi ketua kelas"

"Ogah, mana mau gue, repot" jawab Ray sambil ogah-ogahan.

---

Kring...

"Kantin yuk"

"Ia gue ikut" Vanilla mengekor di belakang Ray sedangkan teman-teman Ray hanya mengikuti di belakang.

Saat sampai dikantin mereka memilih duduk di pojokan, karna katanya ini singgah sana mereka.

Kantin yang riuh tiba-tiba semakin riuh saat Faeyza datang.

"Lo mau pesen apa?" tanya cowok bername tag Wellyko Anando

"Emang boleh nitip?" ujarnya pelan

"Boleh udah santai aja"

"Gue mau bakso sama es teh manis aja, makasih" ujar Vanilla sopan.

"Gak!" bentakan itu mencuri perhatian banyak pasang mata dikantin.

"Kenapa lo?" tanya cowok bername tag Mahardika Putra Dio itu dengan sedikit binggung.

"Gue gak mau ada dia disini!" suaranya kian meninggi dan tatapan matanya seperti elang yang siap menerkam mangsanya.

Vanilla menatap tenang manusia arrogant di depannya.

"Lo gak ngerti bahasa gue, minggir" Bentakannya makin menjadi-jadi

"Santay dong bro, jangan kasar sama cewek " Ray menatap tajam Faeyza yang sudah memerah karna marah.

"Iya santai aja kali, apa salahnya dia duduk disini" Melviano bersuara.

"Di pergi atau gue yang pergi"

"Gue yang pergi" suara itu mendapat perhatian dari seluruh pasang mata yang sedang menyaksikan pertengkaran mereka.

"Tapi van.. " tak mengindahkan panggilan saudaranya Vanilla langsung beranjak dari sana dan berpindah meja dimana Lala sedang menunggunya.

"Lain kali kalo lo mau makan disini, lo gak usah bawa dia, dia gak pantes disini, dia cuman cewek rendahan" Faeyza menatap dalam mata Ray, kata-katanya masih bisa didengar jelas oleh Vanilla yang kebetulan hanya berjarak beberapa meja dari tempat Faeyza dkk.

"Udahlah Van kan gue udah bilangin jangan cari masalah sama dia, mending lo makan gih keburu bel masuk ntar" Lala asik dengan baksonya.

"Asal lo tau La, pengen gue sobek tu mulut gak tau sopan santun, eneg lama-lama liat muka sok berkuasanya, kalo si Ray gak ngajak gue juga ga bakal mau makan satu meja sama temen-temennya" Ucap Vanilla menggebu-gebu.

Wajarkan Vanilla marah, tanpa ada alasan yang jelas dirinya direndahkan bahkan dibentak, padahal orang tuanya pun tak pernah membentaknya.

"Tumben lo marah pake banget, biasa lo kalem" Lala kepo

"Serah gue dong" ketusnya

"Pasti lagi pms"

"Berisik"

"Udah deh mending lanjut makan"

"Iya bawel" Vanilla mendengus

Vanilla masih kesal setengah mati saat mata elang itu kembali meliriknya dengan senyum remeh. Vanilla tidak takut malah dia membalasnya dengan pelototan yang lebih tajam.

Kringgg....

"Yuk balik Van"

"Iya"

Sesampainya di kelas Vanilla langsung bergegas mengambil baju olahraga di loker miliknya, setelah istirahat pertama hari ini mereka ada jam olahraga.

Vanilla sedikit kesal karna nasibnya sedang sial, ia harus menikmati pelajaran olahraga di bawah teriknya matahari siang yang membakar kulit.

Saat dirinya akan keluar toilet badannya langsung terhuyung ke belakang.

"Masih idup lo ternyata, gue kira udah abis dimakan tikus" Zahra tertawa jahat

"Ada urusan apa kita?" setenang mungkin Vanilla bertanya pada genk rese itu.

"Gue denger-denger tadi lo habis berantem sama Faeyza"

"Gue? Berantem sama dia? Sorry gue gak punya waktu" sinisnya

"Lo kalo jadi cewek jangan murahan dong, belum puas lo ngerebut Ray sekarang lo mau narik perhatian Faeyza juga, jijik gue liet cabe model lo" Zahra berkata pedas

"Sorry ya, kurang kerjaan banget gue cari perhatian sama cowok arrogant kaya dia, gak sudi gue" Vanilla mati-matian menahan emosi yang sedang ingin meledak-ledak itu.

"Udah minggir gue gak ada urusan sama kalian" usir Vanilla berani sedangkan manusia-manusia di depannya sudah melotot melihat kearah nya.

"Lo kok makin hari tambah ngelunjak, belom puas lo kemaren" Regina mendorong kasar bahu Vanilla hingga membentur dinding belakangnya.

"Gue gak merasa punya otoritas yang harus selalu gue takutin kaya kalian, pada dasarnya kita sama-sama makan nasi, dan gue gak takut sama orang yang cuman gede mulut doang" fix Vanilla sedang tersulut, saat ini emosinya tidak bisa diajak kerja sama apalagi perut bagian bawahnya sedang nyeri.

"Mulai tinggi suara lo, berani bener" Bentak Nadia

"Masalah, yang nyolot siapa? Gue? Gak tuh" Vanilla menatap mereka dengan seringainya

"Sialan lo"

Plak

Satu tamparan berhasil dilayangkan Zahra ke pipi kiri Vanilla. Panas yang ia rasakan tak bisa membuat pertahanannya hancur begitu saja.

"Banci? Main keroyokan gak level sama cabe model kalian!" suara bentakan dari belakang mengalihkan perhatian mereka

Disana Lala sedang berdiri bersama 2 anggota petugas keamanan sekolah

"Kalian ikut kami ke BK" suara bas milik  seorang cowok tinggi tegas itu menginterupsi para genk lampir untuk mengikutinya.

"Lo tunggu cewek sialan, gue bales lo" Marah Zahra dengan nada mengancam

"Gue tunggu, asal lo tau gue gak pernah takut" Vanilla tersenyum remeh

"Lo gak papa Van? Kenapa sih lo selalu keliatan lemah di depan mereka" Lala sedikit marah melihat Vanilla yang selalu seperti manusia tak berdaya

"Males aja, gue tadi keasikan gara-gara perut gue nyeri, kalo nggak mana gue ladenin"

"Serah lo deh" Lala lelah melihat manusia kalem berkepala batu yang selalu membuat dirinya pusing tujuh keliling.

"Thanks ya La lo selalu peduli sama gue"

"Sans kita kan besti"

---

Vanilla sedang asik-asiknya membaca buku di depan kelasnya tapi seseorang menarik kasar tangannya, Vanilla mendengus seolah-olah masalah hari ini tak ada habisnya.

"Belom puas? hmm?" kata-kata itu meluncur dari mulut Vanilla begitu saja.

"Sejujurnya gue puas cewek-cewek itu udah lakuin apa yang gue pikirkan, jadi tangan gue gak kotor juga" Dia memperlihatkan smirk nya.

"Oh rupanya satu derajat" Vanilla menatap dalam manik mata coklat terang itu.

Faeyza merebut ember berisikan air bekas pel di kelas sebelah.

"Gue rasa cewek model kaya lo pantes diginiin"

Byurrr

Satu ember air berbau busuk itu membasahi sekujur tubuh Vanilla.

"Gue ngerti selain sifat sok berkuasa lo, ternyata lo juga gak punya perasaan, udah biasa si cowok model lo kan gak pernah belajar sopan santun" Vanilla tertawa sumbang.

"Lo tau apa sialan" Faeyza mendorong Vanilla hingga terjerembab di koridor yang sudah ramai akan manusia-manusia berjiwa kepo.

Faeyza berjalan meninggalkan Vanilla yang sedang ditatap jijik semua orang.

"Hei" panggilnya lembut.

"Siapa?"

"Kenalin gue Florence Kailerra, panggil gue Flo aja, udah sini ikut gue lo harus ganti baju, tubuh lo bau" Flo tanpa ragu menarik lembut tangan Vanilla.

Gadis berambut cepol itu hanya bisa pasrah dan mengikuti gadis manis yang terus menariknya.

Sekitar 20 menit Vanilla membersihkan diri dan kembali mengenakan seragam baru milik Flo, gadis manis itu memaksa untuk memberi pinjam bajunya.

"Thanks ya Flo, lo baik banget" Vanilla mengembangkan senyum termanis nya.

"Sama-sama, emm nama lo?"

"Oh ia gue lupa, nama gue Vanilla Casellya D., lo bisa panggil gue Vanilla"

"Gue langsung balik, kalo suatu waktu kita ketemu jangan sungkan minta bantuan gue" Vanilla beranjak menuju ke kelasnya.

Saat di pertengahan jalan, The Angels melewatinya dengan wajah angkuh, Zahra sengaja menubruk baru Vanilla hingga terhuyung beberapa langkah ke belakang.

"Jalan pake mata bukan pake dengkul, lo ga punya sonoh pinjem sama temen-temen cabe lo" Sarkas Zahra

"Jalan pake kaki, asal lo tau koridor segede ini aja lo masih pengen empet-empetan sampe nyenggol gue, bodoh!" Vanilla berlalu dengan senyum miringnya menyisakan pelototan tajam dari satu genk itu.

---

Di parkiran.

"Buruan deh jadi cewek lama amat!" teriak Ray saat melihat Vanilla di ujung lapangan upacara.

"Berisik"

"Galak amat abis makan macan lo?"

"Gak, gue makan singa" jawabnya tajam

"Oke kita pulang"

Perjalanan sekitar 20 menit hanya suasana hening, sebenarnya Ray ingin menanyakan kejadian di koridor tadi.

---

Vanilla POV

"Huuuu pengen gue cakar-cakar tu muka manusia sombong, mana ada orang yang gak malu disiram pake air bekas pel di koridor"

"Untung novel gue gak jadi korban lagi kaya kemaren, kalo ia gue cakar bener muka mereka" Gue berapi-api mengingat kejadian naas yang menimpa 2 novel gue.

-Gue lagi pms maklumi ya

Tok.... Tok....

"Apaan" sinis gue

"Santai dikit"

"Dalam rangka apa lo kesini?" Gue natap sinis kembaran gue yang dengan gak tau dirinya malah tiduran di kasur gue.

"Lo ada masalah apa tuh di sekolah, gue denger di grup sekolah lo lagi trending topic lo, captionnya 'Anak baru vs ketua MOST WANTED' gue kaget, asal lo tau Faeyza gak pernah sekasar itu sama cewek"

"Terus apa hubungannya" Ketus gue

"Ya lo gak usah deket-deket sama Faeyza ntar tiap hari lo gak tenang, digentayangin mulu sama tu orang" Ray terlihat seperti sedang berbohong

"Serah bomat, pokoknya disini posisi gue gak salah" Gue nyolot

"Gue kan ngasih tau njir" Ray tak terima

"Udahkan? Buruan keluar dari kamar gue!"

"Iya bawel"

"Gue gak bawel"

"Oh lupa lo manja"

"Sialan!"

Brakk

Dengan wajah cemberut Vanilla membanting keras pintu kamarnya saat Ray keluar.

"Hilih ngambek" Ray tertawa

avataravatar
Next chapter