5 F O U R

Ragaku milikku bukan orang lain

"Nomor 11, isinya apaan?" ujar Ray dengan suara kecil.

Vanilla tak menyahuti panggilan Ray disebelahnya jangankan menoleh untuk sekedar melirik pun dirinya malas.

"Udah kali ngambeknya, ntar beli es krim deh satu box tapi bagi jawaban" rayu Ray

Vanilla masih bodo amat, serasa munafik jika dirinya bilang tak suka es krim karena itu adalah salah satu makanan favorit nya.

"Tambahin deh 3 box es krim sama 1 kotak martabak manis" lagi-lagi Ray merayunya

'Kalo gini jadi pengen' batin Vanilla

"Sumpah deh ini yang terakhir kali gue nawar 3 box es krim, 1 kotak martabak manis sama 5 novel yang pengen banget lo beli itu"

"Setuju!" Vanilla langsung menukar lembar jawabannya

"Yes!"

 

Ternyata semua interaksi mereka tak luput dari pandangan Faeyza yang sedang menajamkan pendengarannya.

Kringg...

Bel istirahat sudah mengakhiri pelajaran pagi ini, Pak Joko sudah keluar dari kelas.

"Lo tau dari mana gue kepengen beli novel baru?" Vanilla melipat tangannya di depan dada

"Nebak doang kok" Ray menggaruk pangkal hidung nya.

"Bohongnya yang pinter dikit dong, ni apaan?" Ray berusaha merebut ponsel miliknya yang sedang disita Vanilla

"Ya kan gak masalah juga gue bajak akun online shop lo" Ray sewot

"Buat apaan coba"

"Buat bayarin semua kemauan cewek matre kaya lo" bukan Ray yang menjawab melainkan Faeyza yang sedang duduk di atas meja, di sisi kiri Ray

"Cih, ga butuh" Vanilla berdecih sinis.

Faeyza menajamkan tatapannya ada apa dengan gadis ini, sedikit berbeda.

"Bukan pajangan buat di liat seenaknya" Vanilla menyindir Faeyza yang sedang melamun.

"Pd banget lo, ngapain gue liatin lo kurang kerjaan" Faeyza berlalu pergi meninggalkan kelas.

"Mau kantin gak?"

"Males ketemu orang sombong yang gak punya hati" jawab Vanilla sekena-nya

"Ya ga usah ambil hati lah, dia emang rada-rada sensitif kalo sama cewek"

"Bodo amat ga peduli, pokoknya sampai detik ini gue yang korban dan dia yang penindas" Vanilla meninggalkan Ray yang sedang geleng-geleng kepala.

"Susah sama cewek yang lagi pms, ganas" Ray terkikik geli.

Vanilla melangkahkan kakinya ke kelas Lala, banyak yang meliriknya bukan karna dia sedang tersenyum manis tapi dia sedang cemberut.

"La makan yuk" Vanilla menepuk pundak Lala dari belakang tanpa sadar ponsel milik Lala terjatuh ke lantai

"Apaan sih!" bentak Lala

"La sorry gue gak sengaja" Vanilla menyesali perbuatan serobohnya, andai dirinya tau Lala sedang sefokus itu mungkin dia akan lebih berhati- hati sebelum bertindak.

"Sialan! Hp gue rusak!" maki Lala berapi-api saat mendapati ponselnya mati total.

"Ini semua gara-gara lo! Gue lagi punya job penting asal lo tau!" Lala mendorong kasar bahu Vanilla.

"Gue minta maaf La, gue gak sengaja plis jangan main tangan" Vanilla sedikit terkejut dengan perlakuan Lala.

"Mau lo apaan sih!?" tanya Lala tajam.

"Lala nada bicara lo tolong jangan gini" ucap Vanilla dengan getir.

"Apa peduli lo sialan mulut-mulut punya gue juga? Asal lo tau kerjaan gue jadi gak kelar gara-gara lo, datangnya lo kesini cuman buat gue apes, gue gak butuh lo ada disini!" geram Lala.

Vanilla mati-matian menahan emosinya, jangan tanya dia tersinggung atau tidak selama dia masih hidup rasa tersinggung itu akan tetap ada.

'Ni anak kenapa sih? gue kan udah minta maaf kenapa dia marah?' batin Vanilla.

"Gue bicara baik-baik La, gue juga udah minta maaf, tapi kenapa lo malah nge- gas?" Vanilla masih berusaha sabar perutnya benar-benar lapar sekarang.

"Gue gak ngegas setan!" umpat Lala kasar

"Jaga tutur kata lo La, lo gak cuma ngegas tapi ngumpat juga" Vanilla masih berpikir, apa Lala pms?

"Kan udah di bilangin mulut-mulut gue, lo kok sewot bener, mau berantem lo!" Lala kembali mendorong Vanilla dengan kasar.

"Lo kenapa sih La, lo beda, lo aneh, ada masalah apa cerita ke gue, lo bukan Lala yang gue kenal, Lala gak pernah kasar" Vanilla masih mencoba terus bersabar.

"Apa peduli lo brengsek!" Lala makin kesal terlihat jelas dua alisnya berkerut ke bawah, matanya juga menajam.

"Jaga ucapan lo, cewek gak boleh kasar"

"Lo kenapa jadi nyolot si, lo ngajak ribut!?" Nada bicara Lala meninggi.

"Gue datang baik-baik kok"

Vanilla sakit hati? Mungkin saja, dirinya tak pernah begini, Lala tidak pernah kasar walau kadang nyebelin soal makanan.

"Lo duluan yang ganggu gue! Masih bisa lo bilang datang baik-baik!?"

"Lo sebenernya kenapa sih gue udah minta maaf La, urusan hp gue bisa ganti" Vanilla mulai jengkel melihat Lala seperti orang kurang waras tiba-tiba semarah ini.

"UDAH GUE BILANG INI SEMUA GARA-GARA KEDATANGAN LO YANG BAWA MASALAH BUAT GUE, APA KURANG JELAS!" Lala membentak Vanilla untuk kesekian kalinya.

"Sadar La sadar!" Vanilla mengguncang tubuh Lala sedikit kencang.

"Sinkirin tangan lo!"

Plak

Vanilla termenung nafasnya tercekat, Lala baru saja menamparnya. Vanilla ingin menangis? Jangan di tanya kalau saja disini hanya mereka berdua mungkin Vanilla sudah menangis.

Bukannya cengeng hanya sedikit rasa kecewa saja.

"Lala! Lo apaain Vanilla" Flo berteriak dari depan pintu.

Lala menatap sinis Flo yang baru saja memeluk Vanilla.

Vanilla hanya bisa menatap sendu kearah Lala, dia ingin marah tapi dia sadar Lala bukan hanya sahabatnya tapi juga kakaknya.

"Tenangin diri lo, gue rasa lo lagi banyak pikiran, padahal tadi gue mau ngajak lo makan, mau gue traktir lo kaya janji gue semalem, tapi gue rasa gue salah gangguin lo yang lagi gak mau di ganggu, masalah hp ntar pulang sekolah gue ganti, sekali lagi maaf dan maaf, gue duluan" Vanilla tersenyum kecut lalu pergi meninggalkan tempat yang membuat emosinya ingin meluap Vanilla menekan semua rasa sakit hatinya.

"Lo keterlaluan Lala, lo sadar gak lo lukain Vanilla dengan kata-kata kasar lo dan lo udah nampar sahabat lo sendiri cuma gara-gara hp benda mati,lo hebat buat jadi pecundang!" Flo tersenyum remeh.

Deg

Lala melotot kaget, kenapa dengan dirinya, dengan lancangnya menyakiti sahabatnya yang paling rapuh.

"Astaga" Lala meraup wajahnya kasar.

Vanilla berjalan dengan tergesa-gesa napasnya naik turun tak beraturan, pipinya panas.

"Omg! Hot news guys kalian pada tau gak temen yang selama ini jadi tameng malahan dia sendiri jadi pedang, sakit ga ditampar sahabat sendiri" Regina tertawa puas

"Masalah buat lo?" tanya Vanilla setenang mungkin, oke kali ini dia tidak boleh terpancing.

"Kenapa lo gak nangis aja? Gak marah? Kenapa gak bisa? Oh ia lo terlalu lemah, gue tau lo kan selalu berlindung sama sahabat lo itu" kini Zahra yang mengompori

Apa ada cabai disini, ingin rasanya Vanilla menyumpali mulut setan itu dengan cabai 100 butir.

'Ni orang maunya apa sih, cari gara-gara mulu emang dasar kuker' batin Vanilla kesal.

"Buat apa buang-buang tenaga mending disimpan, oh ia sewot sama orang lain juga gak boleh, mending cari kegiatan daripada kuker" Vanilla melewati mereka belum jauh dirinya melangkah, tangannya sudah di sentak untuk kembali ketempat.

"Lepasin tangan lo" nada bicara Vanilla sedikit naik.

"Apa lo? Berani ngelawan gue?!" Dania yang menarik tangannya.

"Gue perjelas sedikit, gue gak punya masalah sama kalian dan gue gak takut,  sesama manusia kan sama-sama makan nasi, harusnya yang takut itu kalian, yang di tabung kok dosa bukannya nabung amal dan satu lagi gue bukan pecundang yang suka main tangan" Vanilla tersenyum remeh mereka semua melotot, sudah terdengar desas-desus para manusia kuker.

"Lo tau apa sialan!"

Plak

Vanilla kembali merasakan sensasi panas di pipi kirinya, dua kali dirinya di tampar ditempat yang sama dengan orang berbeda. -miris

"Kalok lo bilang kita pencundang, sahabat lo bisa dong katain jalang" Nathasyah terenyum devil.

"Gue akui dia mungkin pecundang dimata lo semua, tapi asal lo tau sahabat gue, kakak gue itu gak pernah keluar masuk hotel kayak LO mungkin" jawab Vanilla enteng dengan menekan kata yang ditujukannya untuk Nathasyah.

"Jaga ucapan lo, Bitch!" Karinda mengarahkan bogeman mentah ke pipi Vanilla.

Vanilla mundur beberapa langkah tidak bisa dipungkiri pukulannya sangat kuat, Karinda adalah anak karate bersabuk hitam, ya pantas saja tenaganya berhasil membuat sudut bibir Vanilla sobek.

Nathasyah mendekat kearah Vanilla, tanggannya bergerak mendorong Vanilla.

Vanilla yang belum siap langsung terjungkal kebelakang.

Vanilla menatap tajam mereka yang sedang menatap dirinya dengan tatapan beringas.

Kini Zahra yang turun tangan, tangannya terangkat di udara untuk menampar Vanilla tapi sebuah teriakan menghentikan kegiatannya.

"BERHENTI KALIAN MASIH KELAS SEPULUH TAPI SUDAH CARI SENSASI SAJA!" suara cempreng itu langsung membuat para penonton drama bubar.

"Kalian semua ikut saya ke BK" guru ber lipstik tebal itu berjalan mendahului mereka.

'Sial' batin Vanilla

Vanilla mengusap darah yang membasahi bibirnya, perutnya mendadak sakit.

---

Vanilla sedang merutuki kebodohan geng lampir itu, gara-gara mereka Vanilla ikut mendapat hukuman menyapu seluruh lantai sepanjang koridor kelas X padahal jelas-jelas Vanilla tidak mencari ribut duluan.

Persetanan dengan malu, Vanilla tidak pernah peduli mau di cap apa, selama dirinya benar itu tak masalah.

"Gue tambahin kerjaan lo" Faeyza menuang kembali isi semua tong sampah ke lantai, sampah-sampah yang sudah di bersihkan Vanilla kembali berceceran bahkan kini lantainya ber-air karna sampah yang basah ikut tumpah.

"Lo keterlaluan! " Vanilla menatap tajam Faeyza yang sedang tersenyum penuh kemenangan.

"Ini hiburan buat gue, selamat bersenang-senang" Faeyza pergi meninggal kan Vanilla yang sudah menggenggam erat sapu di tangannya karena terlalu keras remasannya, gagang sapu pun ikut bengkok.

'Sialan' Vanilla mengumpat dalam hati. Mungkin ini cobaan untuk dirinya semuanya datang secara bersamaan meninggalkan kekesalan, kemarahan, bahkan rasa sakit di batin dan fisiknya

Tiba-tiba kepala Vanilla berdenyut pandangannya langsung menggelap.

Dia pingsan.

"Astaga Vanilla" Ray memekik dari ujung koridor untung dirinya sengaja keluar untuk mencari Vanilla.

Ray berlari dengan tergopoh-gopoh, wajah pucat yang kini berada di gendongannya adalah salah satu kelemahannya.

Ray akui Vanilla tertalu menyebalkan. Tapi tak dipungkiri rasa sayang itu sangat besar terutama untuk kembarannya sendiri.

Terlihat kelabakan Ray berlari secepatnya menuju UKS.

Brak

"Anak PMR cepetan ada yang pingsan!" teriak Ray kencang dengan nada membentak.

"Sabar dulu, akan kami tangani" ujar salah satu anak pmr yang kebetulan sedang mendapat jadwal jaga.

Ray sedang marah, ia marah karna dirinya terlalu ceroboh, andai dirinya selalu bersama Vanilla mungkin ini tak akan pernah terjadi.

avataravatar
Next chapter