6 F I V E

Bolehkah aku berangan untuk memeluk bulan di siang hari?

-Rachaela Ayrella Reyhan

•flashback on•

"Lo dimana sih" gumam Ray sambil toleh kanan-kiri.

"Ray sini dulu" Ray menoleh saat seseorang memanggil dirinya.

"Kenapa kak?" Ray berjalan mendekat.

"Mau ikut O2SN gak? Pak Adi nawarin nih, Mayan hadiahnya"

"Boleh sih gue juga udah lama gak tampil didepan umum" Ray menyisir rambutnya.

"Heh fakboy" cibir cowok jangkung itu.

"Siapa tau ada yang kecantol, berhubung gue ganteng kan" Ray tertawa.

"Serah lo, kalau gitu langsung ke kantor guru, udah ditunggu pak Adi"

"Thanks ya bro" Ray langsung meluncur ke kantor guru.

Tok... Tok...

"Pagi pak"

"Ray, gimana atuh keputusan kamu?" Guru bermuka tegas itu sedang membaca berkas-berkas yang menumpuk dimejanya.

"Saya terima tawarannya pak" ujar Ray sambil melirik guru muda yang sedang asik dengan ponsel berlogo apel digigit itu.

"Eta panon ulah bangor. Neupikeun nempo awewe urang"

(matanya jangan nakal dong, sampai berani lirik istri saya)

"Maaf pak biasa mata saya suka khilaf kalau liat yang bening-bening" Ray menyengir.

"Sudah sana balik ke kelas mu" usir pak Adi.

"Yee bapak malah ngusir" Ray mencibir.

Selepas dari kantor guru Ray berjalan menuju ke arah kelasnya sambil melanjutkan niatnya mencari Vanilla, tapi nafasnya tercekat saat melihat Vanilla limbung.

"Astaga Vanilla" Ray memekik dari ujung koridor untung dirinya sengaja keluar untuk mencari Vanilla.

Ray berlari dengan tergopoh-gopoh, wajah pucat yang kini berada di gendongannya adalah salah satu kelemahannya.

Ray akui Vanilla tertalu menyebalkan. Tapi tak dipungkiri rasa sayang itu sangat besar terutama untuk kembarannya sendiri.

Terlihat kelabakan Ray berlari secepatnya menuju UKS.

Brak

"Anak PMR cepetan ada yang pingsan!" teriak Ray kencang dengan nada membentak.

"Sabar dulu, akan kami tangani" ujar salah satu anak pmr yang kebetulan sedang mendapat jadwal jaga.

Ray sedang marah, ia marah karna dirinya terlalu ceroboh, andai dirinya selalu bersama Vanilla mungkin ini tak akan pernah terjadi.

•flashback off•

.

.

.

.

Masih disini diruangan yang lumayan minim cahaya, tempat paling tenang untuk beristirahat.

Ray masih setia menunggu gadis yang masih asik berlabuh dalam dunia mimpinya.

Wajah pucat yang terbaring lemas itu membuat Ray benar-benar khawatir, setaunya Vanilla tak selemah ini secara fisik pun Vanilla kuat.

Ray menyingkirkan anak-anak rambut yang menutupi wajah pucat itu, membelainya lembut.

"Dek bangun" lirihnya.

Sudah hampir 2 jam Vanilla tertidur tapi masih belum ada tanda-tanda bahwa dirinya akan bangun.

Tok.. Tok..

Flo masuk bersama bungkusan putih ditangannya.

"Masih belum bangun juga?" Flo meletakkan bungkusan itu keatas nakas.

"Belum masih anteng bobo cantik" Ray masih setia menggenggam tangan Vanilla.

"Lo siapanya Vanilla?"

"Pacarnya kenapa?" Ray menjawab dengan tenang.

"Anjir!" Flo memekik pelan

"Biasa aja kali" Ray tertawa hambar.

"Bukannya pacar lo si Dina kakak kelas kita?, kok bisa Sama Vanilla sih" kini Flo mulai kepo

"Kepo bener lo" sinis Ray.

"Ya jelas gue kepo lah, gimana bisa Vanilla mau sama lo yang notabe nya playboy cap gajah" Flo terkekeh.

"Kampret lo" Ray mendengus.

Engh...

Vanilla menerjapkan matanya, suara orang bercakap-cakap membuat dirinya terusik.

Perlahan matanya terbuka, tempat ini terasa asing.

"Tunggu gue dimana?" dia menoleh ke samping saat seseorang mengecup punggung tangannya.

"Akhirnya siuman" lirih Ray.

"Gue dimana?"

"Di UKS, lo pingsan" bukan Ray yang menjawab melainkan Flo.

"Van makan dulu yuk" Flo menggambil sterofoam yang berisikan bubur ayam.

"Mau, tapi Ray yang suapin" Rengeknya.

Vanilla sadar Ray sedang tidak baik-baik saja, bisa dilihat pandangannya kosong dirinya khawatir berlebihan.

"Buka mulutnya" ujar Ray.

Vanilla menyantap habis bubur ayam tersebut. Kini dia beralih memandang Ray yang masih lesu.

"Kenapa hmm?" Vanilla menangkup wajah wajah Ray dengan kedua tangannya.

"Ups jadi obat nyamuk ni gue, kalo gitu pamit undur diri dulu ya" Flo ngacir entah kemana meninggalkan kedua insan itu.

"Maaf ga bisa jaga lo" Ray tertunduk lesu.

"Ga perlu merasa kayak gitu, gue gapapa kok" Vanilla tersenyum

"Tapi kalau bokap sama nyokap tau, gue takut, gue udah janji bakal jaga lo" Ray tertunduk lesu.

"Sini liat gue, gue masih nafas tenang" Vanilla mengangkat dagu Ray sambil cengengesan.

"Habis ini jangan capek-capek, kata mereka lo kecapean sampe gini" Ray mencubit hidung Vanilla.

"Sakit" pekiknya.

Ray akui gadis menyebalkan yang ada di hadapannya ini benar-benar kelemahan sekaligus kekuatannya.

"Makasih" Vanilla memeluk Ray.

"Makasih udah jadi saudara yang baik buat gue" bisik Vanilla di telinga Ray.

"Sama-sama" Ray mengecup lama pipi Vanilla.

Lain halnya dengan sosok dibalik pintu bercat gelap itu, dia sedang tersenyum remeh, hatinya panas entah karna apa.

'Gak akan semudah itu' batinnya.

---

Lala sedang duduk merenung di pojokan kelas, dia menyesal bahkan sangat menyesal, dia tidak bermaksud bersikap sekasar itu kepada Vanilla, tapi emosinya mematikan kerja otaknya.

Tatapan kosong itu terlihat jelas, dan jangan lupakan wajah suramnya, seolah-olah ini bukan Lala melainkan orang lain.

Teman sekelasnya tak ada yang mau menyapanya, mereka hanya takut jika Lala akan lebih marah, Flo? Bahkan Flo masih kecewa, Lala yang dia kenal tak sekasar itu.

Flo sungguh kecewa karna setiap kali Lala bercerita dia selalu menyebutkan bahwa Vanilla adalah sahabat sekaligus adiknya, yang ada di benak Flo sekarang apa alasan Lala bisa bertindak setega itu.

Lala memejamkan matanya berharap seolah-olah ini hanya mimpi. Kejadian dimana dirinya membentak dan menampar Vanilla masih terus berputar-putar seperti film yang terus diputar berulang kali.

Seseorang menepuk pundaknya, lamunan Lala buyar seketika.

"Lo menyesal?" Flo menghela nafas sebenarnya dirinya masih enggan bercakap dengan Lala.

"Sangat" lirih Lala dengan wajah tertunduk.

"Lebih baik lo temuin dia, minta maaf"

"Tapi gue masih takut, gue takut dia gak mau maafin gue" Lala berujar dengan nada getir.

"penyesalan selalu datang terlambat, jadikan ini pelajaran buat lo, jangan pernah ulangi" Flo meyakinkan Lala.

Lala memantapkan nyalinya, dia beranjak berjalan menuju UKS. Rasa takut masih menyelimuti benaknya.

Terlintas bayangan dimana Vanilla menolak keras permintaan maafnya.

"bunuh aja gue kalok dia gak mau kasih maafnya ke gue" Lala bergumam lemah.

.

.

.

×××The Angels POV×××

"Sialan!" desis Zahra marah.

"Males banget tangan gue jadi kotor" Regina melempar sembarang kamoceng warna-warni itu.

"Awas aja dia akan gue bales" Zahra meremas gagang pel yang sedang ia pegang.

"Gue pengen gitu cakar-cakar tu muka jal*ng" Nathasyah mencakar-cakar udara kosong seolah-olah itu muka Vanilla.

"Gak ada sensasinya kalok cuma lo cakar mukanya, tonjok aja deh kalo perlu lo jambak sampai botak sekalian" Karinda sedang mengeluarkan smrik nya.

"Anak kampungan juga punya apa dia" sombong Alisyah.

"Gue punya ide cemerlang" Dania menyeringai.

Stt... Stt... Stt...

"Apa kalian gak keterlaluan?" untuk pertama kalinya, Asa berani berkomentar.

"Apaan si Sa, lemah banget nyali lo" sinis Nanda

"Bukan maksud gue gitu ya cuman kan..."

"Heh harusnya lo tau diri dong udah dibelain sampe sejauh ini" Triffea berujar sinis.

"Asal lo tau kita begini gara-gara ngebela lo, dan lo malah mau ngeles pakek alasan tega" desis Dea tajam

"Bisa diam gak sih berisik! Pokoknya dia harus ngemis-ngemis dibawah kaki gue" Zahrah menyeringai.

---

Disisi lain.

×××Faeyza POV×××

Ruang guru udah jadi tempat gue untuk melakukan tugas gue sebagaimana mestinya, padahal gue sendiri gak sudi menapakkan kaki di ruangan ini.

Jujur gue paling benci disuruh-suruh karna gue bukan tipikal cowok rajin, sorry bukan gue banget.

"Nak bisa bantu ibu sebentar"

Gue noleh kebelakang, "ckk"

"Kenapa bu?" tanya gue datar

"Tolong ibu antar flashdisk ini ke BK ya"

"Siap bu"

Gue berjalan dengan angkuh, gue suka kalau dipuja-puja karna memang gue layak buat idolakan di sekolahan milik gue.

Gue berjalan menuju ke ruang BK, ruang yang paling gue benci.

"Permisi, saya mau ngantar titipan dari Bu Nur" ujar gue datar tanpa ekspresi.

"Terima kasih ya nak"

"Iya" persetanan sama sopan santun.

Gue muak disuruh-suruh harusnya gue duduk santai bukannya mondar-mandir buat hal yang gak jelas.

"Cepat masuk!" teriakan kencang dari arah samping membuat telinga gue sakit.

'Berisik setan'

"Ada mainan" gue mempertajam penglihatan ke arah gadis berkacamata itu.

Gue berbalik untuk bersembunyi dibalik tembok dengan smirk khas milik gue.

'Gue jadi pengen main' Gue tersenyum miring.

Suara bu Hayati menggelegar, awas aja pita suaranya lepas.

Tiba-tiba ide gila melintas di otak ganteng gue.

"Kurang seru buat cewek kaya dia kalo hukumannya gitu doang, biar gue tunjukin seberapa gelap hati gue"

Gue berdecih.

"Gue tambahin kerjaan lo" Gue menuang semua isi tong sampah ke lantai.

Rasain lo itu pantes buat lo.

'Ini belum seberapa' batin gue menyeringai

"Lo keterlaluan!" dia natap kearah gue dengan tajam, dia gak suka gue bahagia kayaknya. Dasar bitch!

"Ini hiburan buat gue" jawab gue santai sambil ninggalin tu cewek yang lagi ngeluarin semua sumpah serapahnya.

Gak punya hati memang salah satu sifat gue.

Belum jauh gue berjalan, suara yang gue kenal berseru dari ujung koridor.

Gue puter arah, senyum miring tercetak jelas, gue benci sahabat gue peduli sama cewek murah.

Gue benci cewek itu.

Gue memutuskan untuk kembali ke kelas.

Udah 2 jam gue nunggu, gue belum dapat info apapun.

-Sialan.

Karna kesal akhirnya gue pergi ketempat itu. UKS

Samar-samar gue denger suara.

"Maaf ga bisa jaga lo" 

"Ga perlu merasa kayak gitu, gue gapapa kok" 

"Tapi kalau bokap sama nyokap tau, gue takut, gue udah janji bakal jaga lo"

'Shit temen gue lemah bangsat!'

"Sini liat gue, gue masih nafas,kan?"

'Apa-apaan tu cewek'

"Habis ini jangan capek-capek, kata mereka lo kecapean sampai gini"

Apa-apaan kenapa si Ray jadi lebay kaya banci, najis.

Sekalian napa lu tutup hidungnya sampe mampus.

"Sakit"

Gue bergidik jijik saat suara cewek itu terdengar sok imut

"Makasih"

'Shit'

Cewek sialan itu meluk Ray temen gue.

Cewek itu malah bisik-bisik gue gak kedengaran bangsat.

"Sama-sama" Ray mengecup pipi cewek itu.

'Double shit'

'Kok gue jadi panas ya, ah bangsat!'

'Gak akan semudah itu' batin gue.

avataravatar