6 Kelas Spesial

***

Semua barang pun telah mereka kembalikan ke aula, Ahmad permisi untuk masuk kekelasnya, begitu pula Ibu Tesya permisi untuk mengajar dihari pertamanya.

Hari ini dia di jadwalkan masuk ke kelas 11 ips3 sebagai guru bahasa ingris yang baru, menggantikan guru sebelumnya yang pindah mengajar ke kelas 10.

"Permisi ya Pak, saya mau mengajar dulu, saya degdegan loh... soalnya ini kelas pertama saya," ujar Ibu Tesya sambil tersenyum manis mulai berani bertatap mata karena percaya bahwa pria ini adalah orang baik.

"Wah jadi guru nih ye... pasti muritnya beruntung sekali, ahhh kenapa dulu ngak ada guru seperti Ibu yang masuk kelas saya ya?... pasti saya sudah jadi bapak-bapak sekarang," canda Pak Ruli memberi semangat.

"Ih.. bapak bisa aja, saya mengajar dulu ya, semangat!..." ucap Ibu Tesya sembari mengangkat tangan kirinya.

"Saya di kacangin nih pak?" guman Ahmad bercanda.

"Ah sono lu.. ganggu suasana aja hahaha," tawa Pak Ruli hangat.

Di depan aula telah berdiri Ibu kepala sekolah mengajak Pak Ruli bersamanya ke kantor nya, dengan senang hati Pak Ruli mengiakannya. Diperjalanan mereka terlihat akrab karena Pak Ruli selalu bercanda gurau, Pak Burhan yang melihat mereka dari jauh pun merasa kesal, namun Pak Ruli tak menghiraukannya.

Sesampainya di kantor, Ibu kepala mempersilahkan Pak Ruli duduk dan merekapun mengobrol.

"Saya turut senang atas keberhasilan bapak, dengan begitu mulai besok bapak telah resmi sebagai guru seni di sekolah kita ini, sebagai penghargaan atas usaha bapak, saya menawarkan bapak sebagai wali kelas 11 Ipa1, yang akan membimbing mereka sampai tahun depan karena sebentar lagi kakak mereka kelas 12 akan ujian nasional dan merekalah yang akan menjadi kelas 12 yang baru, mereka adalah murid-murid terbaik sekolah kita, maka dengan itu saya percayakan kepada bapak,mohon bantuannya," ungkap Ibu kepala dengan harapan yang besar.

"Baik Ibu, terimakasih banyak atas kepercayaan yang telah ibu berikan, dengan senang hati saya akan memberikan yang terbaik bagi siswa-siswa saya," tegas pak Ruli dengan keyakinan penuh sambil sedikit menunduk.

Selanjutnya Ibu kepala mempersilahkan Pak Ruli ke kantor guru, untuk menunjukkan meja dan tempat duduknya, disana beberapa guru yang sedang tidak ada roster mengajar duduk berbincang bincang, termasuk Pak Burhan, Ibu kepala memperkenalkan Pak Ruli kepada guru-guru lain, namun Pak Burhan tiba-tiba permisi keluar seakan merasa risih atas kehadiran Pak Ruli.

"Dasar preman," ucapnya ketika berpapasan dengan Pak Ruli sambil berjalan keluar, ternyata dia adalah guru yang memarahi Ahmad kemarin, sepertinya dia merasa malu dan jengkel kepada Pak Ruli, namun Pak guru kita sama sekali bodo amat dan membalasnya dengan tersenyum.

Guru-guru disana pun memberikannya ucapan selamat bergabung, dan menunjukkan meja nya yang terletak di sudut ruangan dekat jendela, Pak Ruli pun dengan senang hati duduk disana sambil mengobrol dengan ibu-ibu guru disana sambil bercanda gurau.

Salah seorang Ubu gurupun memulai gosip tentang kelas 11 Ips3, dimana kelas itu katanya berisi berandalan sekolah yang telah membuat guru-guru frustasi dan takut masuk kesana lagi, dan setiap guru baru pasti habis dikerjai dan pasti menangis atau marah besar ketika keluar dari kelas itu, tapi sekolah tidak sanggup mengeluarkan mereka karena anak-anak dikelas itu isinya anak-anak sultan dan orang-orang penting yang banyak menjadi donatur tetap sekolah.

Mendengar gosipan itu, Pak Ruli pun teringat akan kata-kata Ibu Tesya bahwa dia saat ini mengajar di kelas 11 Ips3, karena merasa khawatir dia permisi kepada guru-guru lain dan bertanya dimana kelas 11 Ips3, guru-guru pun memberitahunya bahwa kelas itu ada di lantai 2 paling ujung dekat tangga menuju atap sekolah, Rulipun bergegas kesana untuk memastikan keadaan Ibu Tesya.

Sesampainya dikelas 11 Ips3, dia tidak melihat ada guru disana,kelas itu hanya terlihat kotor dan becek di barengi suara ribut para siswa, Ruli pun melihat ada bekas jejak sepatu yang becek menuju tangga atap sekolah, dengan buru-buru dia berlari menaiki tangga dan sampai di atas nya.

Disana dia melihat Ibu Tesya yang telah basah kuyup dan kotor sedang terduduk menangis, diapun menghampirinya pelan dan langsung mengelap wajah dan air mata Ibu Tesya dengan sapu tangannya.

"Ibu kenapa? sudah-sudah jangan nangis, malu ah diliatin orang," ucap pak Ruli sambil mengelap air mata dan merapikan rambut Ibu Tesya.

"Saya tidak mau lagi jadi guru pak, saya menyerah, benar kata mereka, saya ini lebih baik keluar saja," ucap Ibu Tesya sambil menangis dan terlihat kedinginan.

Karena merasa kasihan, Pak Ruli pun melepaskan kardigan nya dan memakaikannya kepada Ibu Tesya, dia juga melepaskan sepatu converse nya lalu dia melipat ujung celananya dan meminta agar Ibu Tesya mau memakainya agar kakinya tidak kedinginan dan masuk angin. Ibu Tesya menolak, namun karena dipaksa diapun akhirnya mau, lalu mereka berjalan menuju kantor guru.

Sesampainya di sana, Pak Ruli menitipkan Ibu Tesya kepada para Ibu guru yang ada di sana, lalu dia berjalan ke arah ruangan kepala sekolah dan bertemu dengan kepala sekolah disana.

"Permisi Ibu kepala, saya mau menjadi wali kelas 11 Ips3 dan biarkan Ibu Tesya yang menggantikan saya di kelas 11 Ipa1, saya mohon!" ucap Pak Ruli sambil menunduk hormat.

"Kenapa Pak? apa ada masalah dengan 11 Ipa1?" tanya Ibu kepala penasaran.

"Tidak sama sekali bu, saya hanya suka sekali kepada kelas 11 Ips3," jawab Pak Ruli sambil tersenyum.

"Baiklah kalau itu kenginan bapak,tapi agar bapak paham, kalau kelas itu adalah kelas yang spesial, apakah bapak yakin mau menjadi wali kelas disana?" lanjut Ibu kepala memberi pertanyaan.

"1000% yakin!" jawap pak Ruli sambil mengacungkan jempolnya.

Akhirnya Ibu kepala sekolah pun menyetujui permintaan Pak Ruli, dan Pak Ruli pun berjalan meninggalkan ruangan kepala sekolah dan menuju kantor guru, disana dia duduk disamping Ibu Tesya dan membujuknya agar mau diantarkan ke kosannya, karena didukung oleh guru-guru disana akhirnya Ibu Tesya pun mengiakan, dan dia pun diantarkan oleh Pak Ruli dengan motornya.

Dalam perjalanan pulang merekapun mengobrol di atas motor itu.

"Bu, jangan menyerah ya, saya berjanji akan membalas perbuatan mereka kepada ibu," ucap Pak Ruli mencoba membujuk.

"Ja.. jangan pak tidak perlu, tadi saya berkata seperti itu karena sedang emosi saja, Bapak tidak perlu membalas apalagi memukuli mereka, karena bagaimanapun mereka masih anak-anak," jawab Ibu Tesya merasa khawatir karena mengingat kejadian di terminal dulu.

"Ehhh emang siapa yang mau mukulin? tenang saja, maksut saya membalas adalah saya akan membuat mereka minta maaf dan menjadi teman kita, kita kan teman, ia kan?" ucap pak Ruli merayu dan meyakinkan Ibu Tesya.

"I..ia pak terimakasih," saut Ibu Tesya sambil tersenyum merasa sedikit melupakan bebannya.

Akhirnya mereka sampai dikosan Ibu Tesya, Ibu Tesya pun mengucapkan terima kasih banyak dan menawarkan agar pak Ruli mampir untuk minum, namun Pak

Ruli menolak dengan alasan takut terjadi gosip di kalangan guru-guru sambil bercanda, Ibu Tesya hanya bisa tertawa, lalu dia menawarkan agar mengembalikan kardigan dan sepatu pak Ruli setelah di cuci saja, namun pak Ruli menolak untuk sepatu.

"Kalau saya ngak pake sepatu, terus nanti diketawain orang-orang dong bu, hahaha," katanya sambil bercanda.

"Oh ia maaf pak, kalau begitu kardigannya saja ya," jawab Ibu Tesya sembari memberikan sepatu pak Ruli.

Rulipun mengikat kedua tali sepatunya dan mengalungkannya di lehernya, diapun pamit pergi dan berkata,"Saya tunggu di sekolah besok ya, jangan sampai ngak datang loh!" ujarnya sambil melambaikan tangan.

Ibu Tesya pun menunduk dan melambaikan tangan sambil tersenyum.

"Dia pria yang baik," bisiknya dalam hati sambil berpikir bukannya mengantungkan sepatu di leher malah semakin membuat diketawain orang?

***

avataravatar
Next chapter