webnovel

Will You Marry Me?

Cicitan burung membangunkan Yana dari tidurnya. Yana menggeliat manja dan baru sadar kalau kini ia sedang berada di kamar Galih. Yana buru-buru berdiri dan melepaskan baju Galih dari tubuhnya agar tidak ada yang melihatnya. Tak lupa Yana merapikan ranjang yang ditidurinya, Yana menatap foto Galih yang terpajang di dinding kamar.

"Benarkah kamu sudah punya kekasih? Aku harap kamu bahagia di sana. Aku tidak akan berharap lebih kalau kamu masih tetap mencintai aku. Aku harap kamu sehat di sana dan pulanglah kalau kamu ingin pulang," ujar Yana dalam hati.

Yana merapikan rambutnya dan membuka pintu kamar diam-diam. Setelah yakin tidak ada orang yang melihatnya, Yana langsung buru-buru ke kamarnya.

"Apa yang aku lakukan! Bisa-bisanya tanpa sadar aku tidur di sana!" Yana memukul kepalanya pelan dan mengutuk kebodohannya. Yana lalu membuka bajunya dan masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri dan kembali ke kantor.

Di tempat lain,

"Kakak harus pulang sekarang juga!" teriak Alleia. Galih langsung menjauhkan ponselnya setelah mendengar teriakan Alleia di ponselnya.

"Kakak nggak bisa," tolah Galih.

"Ya ampun kakak ... kakak pasti menyesal kalau masih bersikeras tinggal di sana. Kakak harus secepatnya pulang kalau mau bertemu kak Yana. Kak Yana di rumah! Kakak pasti kagetkan?" Alleia terdengar antusias.

Lidah Galih langsung terasa kelu setelah mendengar kabar yang disampaikan Alleia.

"Kakak ada presentasi dulu ... nanti kakak hubungi lagi,"

Galih menyimpan ponselnya dan masih tidak percaya kalau ternyata Yana kembali ke rumah setelah tiga tahun menghilang. Galih masih diam dan tidak menjawab sapaan teman-temannya, hatinya galau dan masih bimbang dengan langkah yang akan diambilnya.

Gelak tawa menghiasi rumah keluarga Mahesa, hari ini mereka mengadakan pesta barbeque di taman belakang untuk merayakan kepulangan Yana. Ardan sibuk bermain dengan Jadden dan Jemima. Sekar dan Jessy sibuk mempersiapkan makan malam dan sesekali memarahi Ardan yang mulai memanjakan cucu-cucunya. Daniel sibuk dengan pekerjaan kantornya dan Alleia sibuk menggelayut manja di tangan Ardan. Alleia tidak mau kalah dari dua keponakannya yang masih balita. Yana duduk di ujung kolam sambil membaca sebuah novel yang diambilnya dari kamar Galih.

"Jadi kapan si bungsu ayah mengenalkan pacarnya?" tanya Ardan sengaja memancing Alleia untuk jujur tentang hatinya. Alleia langsung mengerucutkan bibirnya dan sesekali melirik ke arah Galang yang masih diam berdiri di dekat pintu masuk.

"Aku nggak punya pacar yah ... gimana kalau ayah yang carikan untuk aku?" pancing Alleia dan lagi-lagi ia melirik ke arah Galang. Tidak ada reaksi apa-apa ditunjukkan Galang dan Alleia semakin kesal.

"Kamu mau ayah carikan pacar?" tanya Ardan sambil menoel hidup Alleia.

"Suami juga boleh yah. Aku suka iri lihat kak Jessy dan si kembar. Lucu kan kalau aku punya anak saat aku masih muda, jadi pas tua anak aku sudah dewasa." Alleia semakin menjadi-jadi dan respon Ardan cukup mengagetkan semua orang. Sekar hanya menyimak dan sesekali menimpali.

"Yakin mau nikah muda? Nggak minat jadi artis lagi? Kalau sudah menikah Ayah nggak akan beri kamu kartu kredit, mobil, dan kamu harus siap tinggal di mana pun suami kamu tinggal," tanya Ardan. Alleia mengangguk penuh keyakinan agar Ardan percaya kalau ia rela meninggalkan cita-citanya demi membangun rumah tangga.

"Aku siap yah … pokoknya Ayah harus carikan aku calon suami yang baik dan cinta sama aku. Nggak suka bikin aku nangis dan sayang sama aku," Alleia sekali lagi melihat Galang dan kali ini mata mereka saling bertemu.

"Ini kan yang kakak inginkan? Aku akan menikah dengan laki-laki yang mencintaiku. Laki-laki yang berani mempertahankan aku, bukan laki-laki seperti kakak!"geram Alleia dalam hati.

Ardan meletakkan Jadden di pahanya lalu melihat Alleia sekali lagi, "Ayah akan carikan kamu calon suami dan Ayah tidak mau dengar kata penolakan, pembatalan, atau semacamnya,' ujar Ardan memberi peringatan.

Awalnya Alleia ragu melihat wajah Serius Ardan tapi akhirnya ia mengangguk dan setuju dengan syarat yang diajukan Ardan.

"Oke, besok Ayah akan atur pertemuan kamu dengan laki-laki yang pantas jadi suami dan pendamping kamu," kata Ardan dengan yakin. Alleia langsung memelototkan matanya mendengar ucapan Ardan.

"Hah! Secepat ini?" tanya Alleia.

"Lebih cepat lebih baik," jawab Ardan singkat dan Alleia hanya bisa menerima keputusan Ayah.

"Ayah ini lupa ya kalau anak gadisnya ada dua?" ujar Sekar pelan. Yana tertawa dan memainkan kakinya di dalam kolam renang.

"Kalau Alleia mau duluan aku nggak larang kok Bu," balas Yana.

"Ayah juga punya satu kenalan dan menurut Ayah kalian berdua cocok. Kalau kamu mau Ayah akan atur pertemuan kalian besok," tawar Ardan.

Yana tersenyum dan menutup novelnya, "Aku menunggu cinta aku datang yah," kata-kata Yana singkat dan jelas, semua orang bertepuk tangan dan kini Yana hanya menunggu cinta itu datang mendekat padanya.

"Awwww," Alleia memegang pantatnya yang sakit saat jatuh karena tabrakan dengan Galang. Galang lalu berdiri dan mengacuhkan Alleia. Alleia menatap panjang Galang dan ingin memberi sedikit pelajaran karena berani menabraknya tanpa minta maaf. Alleia mendekati Galang dan mendorongnya hingga Galang hampir jatuh.

"Punya mata?" tanya Alleia dengan nada tinggi. Galang mengacuhkan Alleia dan mulai menuangkan air putih ke dalam gelas lalu meminumnya. Alleia semakin emosi dan merebut gelas itu lalu meletakkan gelas itu di atas meja dengan kasar.

"Kakak benar-benar keterlaluan. Seharusnya kakak bertanya alasan aku meminta Ayah mencarikan calon suami, seharusnya kakak bertindak dan bilang ke Ayah kalau kakak cinta sama aku, seharusnya …" mata Alleia mulai berkaca-kaca tapi ia coba untuk tetap terlihat kuat meski hatinya sakit.

"Tidak ada yang perlu kita bahas lagi. Semua sudah selesai dan hubungan kita hanya sekedar pelayan dan majikan," balas Galang. Alleia menggigit bibirnya untuk menahan emosi yang kian memuncak. Tangannya mengepal dan airmata akhirnya jatuh membasahi pipinya.

"Sejak awal kakak memang tidak pernah mencintai aku, tidak pernah!" Alleia menghapus airmatanya dan meninggalkan Galang dengan hati hancur. Keputusannya sudah bulat dan siapapun laki-laki yang dijodohkan ayahnya akan diterima dengan senang hati dan ia akan belajar mencintai calon suaminya.

Pagi harinya.

Yana membantu Alleia memoleskan sedikit make up di wajahnya. Alleia terlihat gugup dan takut karena untuk pertama kalinya ia bertemu laki-laki asing di luar rumah dalam rangka perjodohan. Yana memoleskan lipstick berwarna pink di bibir Alleia.

"Ya ampun, kamu cantik banget. Kakak yakin siapapun laki-laki beruntung itu dia tidak akan berani menolak kamu," ujar Yana berusaha menenangkan Alleia. Alleia membuang napasnya lalu memeluk Yana dengan erat.

"Aku tahu rasanya mencintai tanpa bisa memiliki seperti yang kakak rasakan sekarang. Seharusnya kita berjuang demi cinta tapi ada saatnya perjuangan itu akan terasa sia-sia jika salah satu pihak enggan untuk berjuang," Yana menatap mata Alleia.

"Kamu mencintai orang lain?" tanya Yana.

"Cinta monyet dulunya dan sekarang aku sadar kalau ternyata aku salah mencintai orang. Akhirnya aku paham kalau cinta itu tidak harus memiliki," ujar Alleia lagi. Yana paham dan akhirnya hanya bisa menyerahkan semua keputusan di tangan Alleia.

"Ah jadi nangiskan aku nya," Alleia menghapus airmatanya dan berusaha untuk tersenyum walau berat. Yana dan Alleia akhirnya keluar dari kamarnya, Alleia melihat kedua orangtuanya tersenyum senang.

"Ternyata anak gadis Ayah sudah dewasa dan sebentar lagi akan bertemu jodohnya," Ardan dan Sekar secara bergantian memeluk Alleia sebelum mengantar Alleia ke mobilnya.

Alleia menegang saat melihat Galang duduk di dalam mobilnya, "Kenapa dia ikut?" tanya Alleia kesal.

"Ayah belum siap membiarkan kamu bertemu orang asing sendirian. Jadi Ayah meminta Galang menjaga kamu, tapi kamu tenang saja Galang hanya akan menjaga kamu di luar dan tidak akan mengganggu pertemuan kamu dengan laki-laki pilihan Ayah," ujar Ardan.

"Tapi …"

Alleia mendengus dan masuk ke dalam mobil dengan kesal. Ia lalu membuang muka agar tidak melihat wajah menyebalkan Galang. Perlahan-lahan mobil mulai meninggalkan rumah dan suasana semakin tegang saat Galang sengaja menghidupkan musik kesukaannya.

"Matikan!" perintah Alleia dengan keras. Galang acuh dan tetap memutar musik itu meski Alleia memberi perintah dengan keras.

"Matikan nggak!" Alleia lalu menjangkau tombol volume dan langsung mematikannya setelah itu ia kembali duduk dan membuang napasnya dengan kesal.

Ketegangan antara Alleia dan Galang berakhir saat mobil berhenti di depan restoran. Alleia langsung buru-buru turun agar tidak goyah dan membatalkan pertemuannya dengan calon tunangannya.

"Kakak jangan pernah masuk!" ujar Alleia dengan tegas. Galang mengangguk dan memilih berdiri di depan mobil dengan senyum mengambang saat Alleia masuk dengan wajah kesalnya.

Kedatangan Alleia disambut pelayan restoran dan mereka langsung menuju ruang yang sudah ditentukan. Alleia mencoba menenangkan hatinya dengan membuang napas berkali-kali.

"Silakan masuk Mbak … tamunya belum datang," ujar pelayan itu. Alleia melihat jam di tangannya dan masih ada sepuluh menit dari jadwal yang ditentukan. Alleia lalu masuk dan duduk sengaja membelakangi pintu.

Untuk mengusir kebosanan Alleia sengaja memainkan ponselnya dan tanpa sadar sudah lima belas menit Alleia menunggu tapi calon tunangannya tak kunjung datang.

"Hmmm kok belum datang ya?" Alleia memutar kepalanya ke arah pintu tapi belum ada tanda-tanda kedatangan calon tunangannya. Alleia hendak menghubungi Ardan untuk bertanya kenapa laki-laki yang dijodohkan ayahnya belum muncul.

Tok tok tok

Alleia langsung menegang dan menyimpan kembali ponselnya ke dalam tas. Alleia meremas ujung gaunnya untuk menghilangkan rasa gugup.

"Maaf, Mbak mau pesan makanan sekarang?" tanya pelayan. Alleia kesal saat mendengar suara pelayan.

"Nanti saja Mbak," balas Alleia singkat.

"Baik Mbak," pelayan itu lalu keluar dan menutup kembali pintu ruangan. Alleia muak menunggu dan merasa laki-laki itu tidak serius dan sedang mempermainkannya. Alleia meletakkan kembali serbet di atas meja dan ingin berdiri tapi ia batalkan saat mendengar ketukan sekali lagi, Alleia kembali duduk dan mencoba untuk tetap santai walau entah kenapa hatinya tiba-tiba berdetak hebat.

"Masuk,"

"Alleia Sakara Mahesa?"

Pintu terbuka perlahan demi perlahan dan Alleia mengangkat wajahnya untuk melihat siapa laki-laki yang akan menjadi tunangannya. Mata Alleia langsung melotot saat sadar siapa laki-laki itu. Ketegangan berubah menjadi senyum cerah dan Alleia langsung menghambur ke pelukan laki-laki yang ternyata Galang.

Galang membalas pelukan Alleia dan tersenyum lebar akhirnya ia bisa memeluk Alleia setelah diizinkan Ardan.

"Kakak calon tunangan aku?" tanya Alleia. Galang mengangguk dan mengeluarkan sebuah kotak berisi cincin.

"Will you marry me?"

Next chapter