webnovel

Usaha Lain

Suasana kembali canggung keesokan harinya, hanya ocehan Alleia tentang suasana kampus barunya menjadi pemecah kecanggungan. Alleia berusaha mendamaikan ayah dan dua kakaknya. Mereka sibuk dengan egonya dan mengacuhkan dirinya.

"Aku minta maaf masalah kemarin," akhirnya Galih memecah kecanggungan dengan suaranya. Ardan meletakkan sendok dan garpunya lalu mengaitkan tangannya setelah itu ia melihat ke arah Galih dan Daniel secara bergantian.

"Kamu sadar salah kamu apa?" tanya Ardan berusaha untuk tetap tenang.

"Aku mabuk dan mengoceh panjang lebar tanpa sadar. Aku janji tidak akan mengulanginya lagi," ujar Galih. Ardan melihat kesungguhan di mata Galih dan memaafkan semua kesalahan Galih. Ardan lalu beralih melihat Daniel yang terlihat acuh dan sibuk dengan makanannya.

"Dan kamu?" tanya Ardan. Daniel tetap acuh andai Alleia tidak menggoyangkan tangannya.

"Hah, ayah tanya apa?"

Ardan membuang napasnya, "Lupakan," Ardan sedikit kesal dan memilih diam. Sekar ikut menghela napas dan melanjutkan sarapannya.

"Oooo," jawab Daniel sengaja agar ayahnya marah dan semakin tidak suka dengan sikap acuhnya.

"Ayah," Alleia mencoba untuk mengubah mood Ardan dengan sengaja menggelayut manja di bahu Ardan.

"Hmmm, kenapa lagi? Kamu mau buat ulah seperti dua kakak-kakakmu itu?" sindir Ardan dengan tajam. Alleia mengerucutkan bibirnya dan memukul pelan tangan Ardan.

"Ih ayah, kapan sih aku buat masalah ... aku kan kesayangan ayah," ujar Alleia dengan manja. Galang cuma bisa menggelengkan kepalanya melihat tingkat Alleia.

"Bagus ... mungkin ayah akan mati muda kalau kamu dan Yana ikut buat masalah seperti mereka," Yana langsung berhenti mengunyah rotinya setelah mendengar perkataan Ardan. Entah apa reaksi Ardan jika tahu dua anaknya saling mencintai, mungkin Yana tidak akan pernah bisa tinggal di rumah ini lagi dan ia tidak mau itu terjadi. Makanya, Yana memilih memendam rasa itu dan memilih menikah dengan Danu asal ia masih bisa memiliki cinta keluarganya.

"Hehehe ... hmmm ... hari ini aku ada rencana mau ke Bandung sama teman-teman kampus. Boleh nggak yah?" tanya Alleia sedikit berbohong. Tujuan sebenarnya ke Bandung agar bisa jalan-jalan dengan Galang tanpa perlu takut Ardan curiga.

"Nginap?" tanya Sekar.

"Nggak sih ... sore aku juga sudah balik kalau nggak macet," jawab Alleia. Ardan tersenyum dan mengelus pipi Alleia dengan lembut.

"Buat kamu kapan sih ayah tidak mengizinkan, ya kan sayang?" tanya Ardan ke Sekar.

"Iya, tapi ingat jaga diri dan jaga kehormatan keluarga. Jangan sampai telat makan dan Galang harus ikut agar bisa menjaga kamu," sambung Sekar.

"Yessss!" ujar Alleia dalam hati.

Galih melihat wajah Sekar dan merasa wanita yang duduk di depannya itu sangat munafik. Bisa menjadi ibu yang baik tapi bisa juga menjadi ibu yang tidak punya hati yang tega menelantarkan anaknya.

"Alleia," panggil Galih.

"Ya kak," jawab Alleia.

"Kakak harap kamu jangan pernah melakukan kesalahan yang sama," sindir Galih sambil melirik Sekar yang sibuk mengolesi roti untuk Ardan. Daniel sadar Galih ingin membahas tentang ibu yang buang anak, Daniel tahu sampai detik ini Galih sulit memaafkan Sekar.

"Kesalahan apa?" tanya Alleia.

"Kesalahan kakak," jawab Galih. Yana melirik ke arah Galih dan bertanya kesalahan apa.

"Memangnya kakak buat salah apa?" Alleia semakin penasaran. Ardan pun penasaran dan mendengar cerita Galih.

"Saat masih seusia kamu kakak pernah menghamili seorang wanita. Sayangnya kami terlalu muda untuk mengurus anak, kakak menyuruh wanita itu meletakkan anaknya di panti asuhan jika sudah lahir," ujar Galih berbohong. Ia sengaja berbohong untuk melihat reaksi Sekar, Yana langsung tersedak sedangkan Daniel langsung membelalakkan matanya setelah mendengar kebohongan Galih.

"Kamu!" Ardan langsung memukul meja setelah mendengar perkataan Galih. Alleia, Sekar, Yana, dan Daniel langsung diam melihat amarah Ardan.

"Bukankah buah jatuh tidak jauh dari pohonnya?" sindir Galih lagi.

"Maksud kamu?" akhirnya Sekar memberanikan diri bertanya maksud ucapan Galih. Sejak tadi Sekar paham kalau Galih sedang menyindirnya.

"Tidakkah kalian ingat dengan cerita masa lalu Daniel?" jawab Galih. Daniel meletakkan sendoknya dan ingin menghentikan kegilaan Galih agar rencana mereka tidak gagal sebelum waktunya.

"Lo kayaknya masih mabuk," Daniel lalu berdiri dan menyuruh Galih untuk berdiri.

"Apa lo!" maki Galih dengan dada sesak.

"Berhenti membual," Daniel menarik tangan Galih.

"Jangan campuri urusan gue!" Galih menghalau tangan Daniel. Galih tertawa miris dan tanpa sadar airmatanya menetes, walau langsung ia hapus agar tidak ada yang tahu betapa hancur hatinya tapi dadanya sudah sesak dan butuh pelampiasan agar Sekar tahu hatinya sakit, terluka, dan terhina karena menjadi anak yang tidak diinginkan.

Daniel mendekati Galih, "Please, ingat dengan rencana kita. Kalau lo ungkapkan sekarang maka semuanya akan jadi sia-sia," bisik Daniel.

Galih mencoba mendorong tubuh Daniel hingga terjatuh dan mengenai meja makan. Daniel terpancing dan terpaksa menerjang Galih agar tidak melanjutkan kegilaannya, mereka saling memukul untuk melampiaskan kekesalan di hati masing-masing. Teriakan Yana, Alleia, dan Sekar tidak membuat mereka berhenti bertengkar.

"Stop," ujar Sekar sambil menahan tubuh Daniel sedangkan Galang menahan tubuh Galih.

"Awas lo!" ancam Galih. Kekesalannya semakin memuncak saat Sekar lebih memedulikan luka Daniel dibandingkan lukanya.

"Seharusnya ibu mengkhawatirkan aku bukan dia! Aku anakmu! Aku anak yang ibu buang karena kehadiranku tidak ibu inginkan! Kenapa!!!" rutuk Galih dalam hati dengan wajah marah.

"Kalian ... benar-benar menghancurkan hati ayah," ujar Ardan dengan suara lirih. Ardan meninggalkan meja makan dan masuk ke dalam kamar kerjanya.

"Puas kalian?" tanya Sekar dengan nada tinggi, "Ini yang kalian inginkan? Seharusnya kalian belajar jadi manusia bertanggung jawab dan kamu tidak perlu mengarang cerita untuk menyakiti hati ibu," sambung Sekar dengan nada tinggi.

"Kamu bujuk ayah," perintah Yana ke Alleia. Alleia mengangguk dan mencoba mengetuk pintu ruang kerja ayahnya. Sesekali Alleia melirik ke arah ruang makan yang masih tegang.

"Kak Galih menakutkan," ujar Alleia.

"Ayah," panggil Alleia lagi tapi Ardan masih tidak menjawab.

Alleia membuka pintu dan untungnya pintu tidak dikunci Ardan. Alleia lalu masuk dan melihat Ardan sedang duduk di sofa dengan mata terpejam.

"Ayah," Alleia menggelayut mesra di tangan Ardan, "Jangan marah lagi ya sama kakak ... mungkin efek mabuk semalam belum hilang," sambung Alleia lagi. Ardan masih tidak menjawab dan tidak memberi reaksi, Alleia masih berceloteh panjang lebar agar Ardan memaafkan kedua kakaknya.

"Ayah ... bangun dong," Alleia menggoyangkan tangan Ardan dan Ardan langsung terkulai lemah. Alleia kaget dan berteriak memanggilnya Sekar dan kakak-kakaknya.

"Ibu! Ayah pingsan!" teriak Alleia panik. Sekar, Yana, Galih, dan Daniel langsung bergegas menuju ruang kerja Ardan.

"Ya ampun," Sekar mendekati Ardan dan memeluknya.

"Panggil ambulance!" teriak Sekar. Galang mengeluarkan ponselnya untuk menghubungi ambulance. Suasana langsung ricuh dengan tangisan Alleia, Yana, dan Sekar. Galih dan Daniel mengutuk kebodohan yang baru saja mereka lakukan hingga menyebabkan Ardan sakit.

"Tidak perlu," Galih menyuruh Galang membatalkan niatnya.

Galih mendekati Ardan dan menggendongnya. Daniel mengambil kunci mobil dan berlari duluan ke garasi untuk mengeluarkan mobil.

"Kalian naik mobil ayah saja," ujar Daniel sambil melemparkan kunci mobil Ardan ke tangan Yana. Galih meletakkan Ardan di jok belakang dan memeluk Ardan dengan erat.

"Buruan!" ujar Galih. Daniel langsung mengemudikan mobil ke rumah sakit. Ardan masih tidak sadarkan diri dipelukan Galih. Suasana cukup tegang selama perjalanan menuju rumah sakit.

Keluarga Mahesa menunggu dokter keluar dari ruang UGD. Tidak ada lagi pembahasan tentang pertengkaran pagi tadi, Arjuna dan Nimas pun datang ke rumah sakit setelah Sekar mengabari mereka. Pagi-pagi Arjuna dan Nimas sudah berangkat mengantar Bintang ke sekolah dan tidak tahu kalau sudah terjadi kegemparan di kediaman keluarga Mahesa.

"Ardan baik-baik saja kan?" tanya Sekar ke Arjuna.

"Tuan pasti kuat Nyonya," ujar Arjuna dengan yakin. Sekar kembali menangis dan memeluk Alleia yang masih menangis sejak menemukan Ardan pingsan tadi.

"Kenapa Tuan bisa pingsan?" tanya Arjuna.

Sekar tidak menjawab dan tidak ingin menyalahkan dua anaknya.

"Mereka bertengkar lagi!" ujar Yana dengan kesal. Galih dan Daniel mengangkat wajah mereka yang penuh luka. Arjuna membuang napas dan mendekati Galih dan Daniel.

"Kalian kapan dewasanya? Bisa berhenti membuat masalah?" ujar Arjuna dengan tenang.

"Maaf," ujar Galih.

"Minta maaf ke ayah kalian dan berjanjilah untuk berubah. Kalian mau melihat Tuan sakit?" Galih dan Daniel langsung menggeleng.

"Kalau begitu ... ubah semua kelakuan kalian. Tunjukkan ke Tuan kalau kalian bisa menjadi penerusnya. Paman yakin Tuan akan berjuang untuk sembuh," ujar Arjuna lagi.

Daniel dan Galih saling memandang, ucapan Arjuna ada benarnya. Buat apa mereka menipu Ibu Marinka tapi menyebabkan Ardan kolaps dan terbaring di rumah sakit.

"Apa yang harus kami lakukan paman," tanya Galih.

"Berdamailah, tunjukkan kalau kalian anak-anak yang berbakti ke orangtua. Tunjukkan kalau kalian itu keturunan keluarga Mahesa!" ujar Arjuna memberi semangat.

Arjuna menawarkan diri untuk menjaga Ardan malam ini dan menyuruh semua anggota keluarga Mahesa untuk pulang dan kembali besok untuk melihat kondiri Ardan. Awalnya Sekar menolak dan atas bujukan Nimas akhirnya Sekar mengalah dan memutuskan ikut pulang dengan anak-anaknya.

Setelah yakin keluarga Mahesa sudah pulang barulah Arjuna masuk ke ruang ICU tempat Ardan dirawat.

"Rencana kita berhasil Tuan," ujar Arjuna. Ardan yang terbaring di ranjang langsung membuka matanya. Ardan melepaskan selang-selang yang terpasang di hidung serta tangannya.

"Anak nakal itu masih bertingkah?" tanya Ardan.

"Mereka sangat mengkhawatirkan Tuan," jawab Arjuna.

"Mereka bertengkar di depan ayahnya, entah apa yang ada di otak mereka. Bahkan Galih menyindir ibunya tentang meninggalkan anak di panti asuhan. Ya Tuhan!" Ardan memegang kepalanya yang terasa sakit, Arjuna cukup kaget mendengar ucapan Ardan tentang sindiran Galih.

Sejak awal Arjuna curiga tentang jatidiri Daniel tapi kecurigaannya hilang saat tes DNA menyatakan kalau Daniel adalah Biyandra.

Kecurigaan itu kembali muncul saat melihat wajah Galih yang lebih menyerupai Ardan dibandingkan Daniel, apalagi Ardan memberitahunya tentang sindiran-sindiran Galih ke Sekar.

"Mungkinkah hasil itu dimanipulasi Ibu Marinka?" tanya Arjuna dalam hati. Satu-satunya cara untuk meyakinkan dirinya kalau Daniel adalah benar-benar Biyandra dengan menemui Tuan Felix.

"Arjuna," panggil Ardan.

"Iya Tuan,"

"Menurut kamu mereka akan patuh setelah saya pura-pura sakit?" tanya Ardan. Arjuna tertawa dan menganggukkan kepalanya.

"Sangat yakin, mereka sangat menyayangi Tuan dan apapun akan mereka lakukan agar Tuan tidak sakit,"

Next chapter