webnovel

Tukar Posisi

Suasana makan malam terasa canggung, Ardan tidak banyak mengeluarkan kata-kata. Begitupun Sekar yang masih berusaha mencari momen yang tepat untuk mengajak Galih bicara. Yana sengaja mengundang Danu agar Galih berhenti mengganggunya. Daniel sibuk memainkan ponselnya sambil mendengar musik sedangkan Alleia sibuk dengan kertas kuliahnya.

"Aku baru sadar kalau kakak itu guanteng banget," puji Alleia ke arah Galih untuk memecah kecanggungan. Galih tertawa dan mengeluarkan sebuah coklat dari jaketnya.

"Untuk kamu,"

"Huwaaaa coklatttttt," teriak Alleia dengan girang. Alleia lalu menjulurkan tangannya ke arah Daniel.

"Untuk aku dari kakak mana?" tanya Alleia. acuh dan tetap sibuk dengan gadget-nya.

"KAKAK!" teriak Alleia dengan kesal. Daniel menoleh dan melihat Alleia memanyunkan bibirnya.

"Apa?" tanya Daniel.

"Hadiah kepulangan kakak mana? Kak Galih kasih aku coklat," Alleia menunjukkan coklat yang tadi diberi Galih.

"Nggak punya uang ... kakak itu seniman kere," balas Daniel tanpa basa basi.

"Pelitttt," dengus Alleia. Alleia lalu meninggalkan meja makan dan memilih masuk ke kamarnya. Sejak kecil Alleia sangat dekat dengan Daniel tapi entah kenapa Alleia merasa Daniel semakin memberi jarak di antara mereka.

Ardan meletakkan sendoknya dengan kesal dan meninggalkan meja makan lalu masuk ke kamar kerjanya. Sekar lalu mengikuti Ardan untuk membicarakan masalah Daniel.

"Yeahhh benci aku ayah dan jika suatu saat nanti jatidiriku terbongkar ayah tidak akan sedih," ujar Daniel dalam hati.

Galih melirik wajah Daniel dan Galih tahu kalau Daniel sengaja bertingkah seperti ini agar ayah marah dan membatalkan niatnya menjadikan Daniel sebagai salah satu pewarisnya.

"Jadi kapan kalian menikah?" tanya Galih ke Danu agar suasana canggung mulai mencair. Yana mencengkram serbet yang terletak di pahanya sambil melirik Galih dengan takut.

"Minggu depan," jawab Danu dengan yakin dan berusaha untuk dekat dengan adik calon istrinya.

"Oh," dan Galih mulai bertanya tentang pekerjaan, karir, dan kelurga. Sesekali Daniel menimpali dengan bertanya tentang hobi Danu.

Di tempat lain,

"Kamu lihat penampilan Biyandra? Ya Tuhan! Dan sikap acuh Galih ke kamu?" Ardan memegang kepalanya yang tiba-tiba berdenyut. Harapannya terlalu tinggi dan rasanya menyakitkan saat melihat salah satu anaknya bersikap urakan dan hancur. Ardan punya mimpi menyerahkan tanggung jawab Mahesa Group ke tangan dua anak laki-lakinya tapi kenyataan tidak selalu sama dengan mimpi.

Sekar membuang napas dan mendekati Ardan lalu memeluknya. Ia juga merasa kecewa tapi bagaimanapun Daniel tetap anak mereka, dan sebagai orangtua seharusnya mereka menerima bukan menolak. Perihal Galih yang masih mengacuhkannya Sekar tidak bisa berbuat apa-apa karena sejak awal Sekar yang salah. Sejak mengetahui hasil DNA yang menyatakan Daniel adalah anaknya, Sekar terlalu fokus mengambil hati Danel dan melupakan jika Galih pun butuh perhatiannya.

"Aku tahu, mungkin Biyandra lebih menyukai dunia seni dan sebagai orangtua seharusnya kita mendukung. Aku tidak bisa marah ke Galih karena ia berhak mengacuhkan aku," bujuk Sekar. Ardan mencium pucuk kepala Sekar, walau pernikahan mereka sempat mengalami badai tapi Ardan bersyukur rasa cintanya masih tetap ada meski sudah berjalan lebih dari delapan belas tahun.

"Sepertinya kita harus meminta Arjuna membatalkan niatnya pensiun. Kita butuh dia untuk mengubah Biyandra dan Galih menjadi manusia yang lebih baik," Sekar setuju dengan ucapan Ardan. Arjuna mungkin bisa mengubah sifat dua anak laki-laki mereka yang terkadang sulit untuk dipahami.

Alleia melihat kondisi rumah sebelum diam-diam mengendap menuju paviliun yang terletak di belakang rumahnya. Alle tersenyum girang saat melihat Galang sibuk menyiram bunga di taman. Alleia menutup mata Galang dan berbisik di telinga Galang dengan pelan.

"Kita kencan yuk kak sekalian merayakan hari jadi kita yang ke-100 hari ... ya ya ya," rengek Alleia dengan manja. Galang berusaha melepaskan pegangan Alleia di matanya. Galang takut salah satu keluarga Mahesa melihat apa yang Alleia perbuat. Galang menarik Alleia menuju gudang agar tidak ada yang melihat mereka.

"Apaan sih Alle, kakak sudah bilang ...," Alleia langsung meletakkan jari telunjuknya di bibir Galang.

"Sstttt lebih baik kakak diam kalau mau ceramah lagi. Waktu kita terbatas kak, mumpung orangtua dan tiga kakak-kakakku lagi pergi. Jadi kita bisa manfaatkan untuk pergi kencan, ayolah kak jangan nolak. kapan lagi kita bisa kencan secara bebas, selama kita pacaran kencannya selalu di dalam mobil saat perjalanan menuju kampus lalu rumah lalu kampus lalu rumah lagi setiap hari. Aku jadi bosan kak," rengek Alleia dengan manja sambil menunjukkan wajah memelasnya.

Galang membuang nafas pelan dan bukannya tidak tahu kalau Alleia sama seperti remaja lainnya. Bisa menikmati waktu berdua dengan bebas tanpa harus sembunyi-sembunyi, tapi Galang sudah memberi peringatan sejak awal dan Alleia menerima semua konsekuensinya masih ingin menjadi pacarnya.

Tapi Galang juga tidak tega menolak keinginan Alleia. Galang menjauhkan jari telunjuk Alleia dan memegang bahu Alleia.

"Kakak harus izin Tuan dan Nyonya dulu," ujar Galang. Alleia mengerucutkan bibirnya dan mendorong Galang saking kesalnya.

"Au ah, menyebalkan!" Alleia lalu keluar dari gudang dan tanpa sengaja menabrak Daniel yang baru bangun dari tidur.

"Loh kakak ada di rumah?" tanya Alleia kaget. Daniel mengangguk dan duduk di bangku taman, untungnya kesadarannya belum 100% dan ia tidak melihat Galang dan Alleia keluar dari gudang secara bersamaan.

"Hahaha kakak sudah sarapan?" Alleia lalu memijat bahu Daniel.

"Tumben kamu baik? Kakak nggak punya duit, pengangguran dan semua kartu kredit kakak dibekukan ayah,"

"Hah! Serius kak?" Daniel mengangguk lalu mengeluarkan ponselnya dan menunjukkan ke Alleia pemberitahuan dari pihak bank kalau kartu kreditnya mulai hari ini tidak bisa digunakan.

"Poor of you kak,"

"Makanya kamu jangan tagih hadiah ke kakak. By the way kalau kampus kamu butuh seniman. Kakak dengan senang hati menawarkan diri,"

"Siappppp, ah iya kakak nggak mau kerja di kantor ayah?" tanya Alleia lagi walau matanya masih melirik ke arah Galang yang datang membawakan cemilan dan kopi untuk Daniel.

"Gue nggak minum kopi," tolak Daniel. Galang meletakkan piring berisi cemilan dan mengganti kopi dengan susu putih. Daniel lalu mengeluarkan kotak rokoknya dari dalam kantong celananya.

"Itu apa?" tanya Alleia saat melihat Daniel bukannya mengisap rokok tapi menelan benda berbentuk pil yang disimpannya di dalam kotak rokok.

Daniel mengedipkan matanya, "Rahasia, ah masalah kerja di kantor ayah? Kakak tidak tertarik dan pasti sangat membosankan. Apalagi ada si kutu buku di sana dan kakak jadi malas kalau kami kerja di satu tempat," ujar Daniel.

"Oooo ... kenapa sih kalian selalu bertengkar?" tanya Alleia lagi. Daniel lalu berdiri dan mengacak rambut Alleia.

"Itu cara kami menyayangi dan kamu kebanyakan tanya," ujarnya sebelum kembali masuk ke rumah. Senyum Daniel yanh ia tampilkan di depan Alleia langsung hilang dan berganti muka tegang. Daniel mengeluarkan ponselnya dan membaca SMS yang dikirim Ibu Marinka tadi pagi.

From : +62 81278938789

"Halo Biyandra sayang, sudah waktunya kita bicara empat mata. Temui oma lusa dan jangan pernah sekali-kali kamu berpikir untuk mengkhianati oma atau jangan salahkan kalau mereka akhirnya tahu siapa kamu,"

Daniel langsung menghapus SMS dari Ibu Marinka dan langsung menghubungi seseorang yang tahu tentang ancaman demi ancaman yang dikirim Ibu Marinka sejak ia bebas dari penjara beberapa bulan yang lalu.

"Halo bro,"

"Hmmm tumben lo sudah sadar jam segini,"

"Brengsek lo,"

Galih tertawa dan meninggalkan ruang rapat agar bisa lebih leluasa bicara dengan Daniel.

"Oma Marinka mulai meneror gue,"

Tubuh Galih langsung menegang setelah mendengar nama Ibu Marinka dari mulut Daniel. Sampai detik ini Galih sulit melupakan masa lalunya terutama saat Ibu Marinka menyiksanya sambil menunjukkan foto Sekar.

"Dia sudah bebas?"

"Ya, beberapa bulan yang lalu. Gue pikir selama ini dia sudah tobat tapi nyatanya ketamakan masih ada di hatinya,"

"Oke, seperti rencana awal ... kali ini gue yang akan turun tangan. Untungnya dia belum pernah melihat wajah lo dan gue yang akan menyamar jadi Biyandra, ah tidak. Seharusnya gue bilang ... gue akan kembali ke jati diri asli gue,"

"Baiklah, lusa lo harus datang untuk menemui dia di rumahnya,"

"Oke,"

Galih menyimpan ponselnya dan mengeram dalam hati. Sudah waktunya ia memberi pelajaran kepada Ibu Marinka. Di penjara selama delapan belas tahun tidak membuat Ibu Marinka tobat. Ketamakan dan sifat jahatnya masih ada dan Galih akan meminta Ibu Marinka membayar semua kejahatannya.

"Kamu kenapa?" tanya Danu setelah melihat Yana termenung sejak ia menjemput Yana di kantornya untuk makan siang.

"Ah nggak, aku hanya gugup menjelang pernikahan kita. Kamu sudah pesan makanan? Makanan ini enak loh dan kamu pasti suka kalau sudah mencicipinya," Yana mencoba mengalihkan pertanyaan Danu dengan menunjuk menu secara asal. Untungnya Danu tidak bertanya lagi dan menuruti keinginan Yana untuk memesan makanan yang ditunjuknya tadi.

Sambil menunggu datangnya makanan, Danu kembali membahas masalah pernikahan mereka dan Yana berusaha membalasnya dengan benar agar Danu tidak tahu kalau hatinya mulai meragu.

"Aku nggak sabar ... eh lihat deh siapa yang baru datang," Danu menunjuk arah pintu restoran dan Yana reflek memutar tubuhnya. Terlihat Galih bersama wanita yang tidak ia kenal saling memeluk pinggang masing-masing. Muka Yana langsung merah, antara menahan kesal dan marah melihat Galih di restoran yang sama dengan dirinya.

"Seharusnya kita gabung saja," ujar Danu.

"Tidak perlu," tolak Yana.

"Wah suatu kebetulan bisa bertemu kalian. Beib, perkenalkan ini Ayana dan Danu. Mereka KAKAK dan calon iparku," ujar Galih memperkenalkan wanita yang dibawanya. Yana tidak melirik wanita yang dibawa Galih dan mencoba untuk tetap tenang.

"Hai," Danu menyalami wanita itu.

"Ayo gabung," ajak Danu.

"Boleh?"

"Ah aku baru ingat kalau siang ini harus bertemu klien. Kalian lanjutkan saja makan siangnya," Yana semakin tidak kuat dan berusaha untuk kabur tapi Galih menahan tangan Yana.

"Mau ke mana, kak?" tanya Galih dengan mimik muka serius.

Next chapter