webnovel

Titik Jenuh

Yana berusaha melepaskan pegangan Galih tapi sulit karena tenaga Yana tidak sebanding dengan tenaga Galih. Yana kembali duduk dan mencoba untuk tetap bersikap seperti biasa. Tenang dan tidak gugup agar Danu ataupun Galih tidak sadar kalau saat ini napasnya kian tercekat.

"Nah gitu dong," Galih lalu duduk di depan Danu dan Yana. Tangannya masih memeluk wanita yang dibawanya tadi, Galih sengaja mencium tangan wanita itu agar Yana cemburu dan rencana Galih berhasil. Yana menumpahkan minumannya dan membuat basah rok yang dipakainya.

"Hati-hati dong sayang," ujar Danu. Galih mencengkram gelas yang dipegangnya lalu meminum sampai habis seluruh isi gelas itu. Yana semakin salah tingkah dan memutuskan ke toilet untuk membersihkan sisa minuman di roknya.

Setelah kepergian Yana barulah Galih melepaskan tangannya dari bahu wanita yang dibawanya dan menatap Danu dengan tatapan tajam.

"Perut gue mules," Galih lalu berdiri dan meninggalkan teman wanitanya dan juga Danu. Tujuannya cuma satu yaitu bicara dengan Yana saat ini juga. Danu yang tidak tahu apa-apa mulai mengajak teman wanita Galih bicara tentang hubungan wanita itu dengan Galih dan juga sebaliknya.

Galih menunggu Yana di depan toilet dan masa bodoh saat beberapa pengunjung wanita menatapnya dengan tatapan aneh.

"Ya ampun Galih," Yana memegang dadanya saat Galih menghalangi langkahnya. Galih mendorong tubuh Yana kembali ke dalam toilet dan menguncinya dari dalam agar tidak ada satu orangpun berani mengganggu pembicaraan mereka. Galih tidak lupa meletakkan tanda pemberitahuan kalau toilet dalam masa perbaikan agar tidak ada yang tahu apa yang sedang terjadi di dalam toilet.

"Apa yang kamu lakukan Galih! Kita bisa dianggap pasangan mesum!" Suara Yana sedikit tertahan. Galih tertawa dan menatap mata Yana. Delapan tahun ia merindukan Yana, delapan tahun ia menunggu saat-saat seperti ini dan saat ia ingin kembali Yana malah memutuskan menikah dengan laki-laki lain tanpa seizinnya.

"Bagus dong ... pernikahan itu batal dan kamu bisa bisa jadi milik aku lagi," ucapan Galih terdengar posesif.

"Hubungan kita hanya ...," Galih meletakkan jarinya di bibir Yana.

"Adik dan kakak? Come on semua orang juga tahu kalau kita tidak ada hubungan darah. Persetan dengan kertas adopsi itu, yang aku tahu hati ini berdetak hanya untuk kamu. Yang aku tahu suara ini akhirnya bisa keluar pun hanya untuk kamu," seharusnya Yana tersipu malu mendengar ucapan dari mulut Galih tapi nyatanya semua itu tidak mungkin terjadi. Yana tidak mau merusak hubungan keluarga demi egonya.

"Berhentilah atau aku tidak akan pernah mau bicara lagi dengan kamu. Kita ini kakak adik dan sampai kapanpun akan tetap seperti itu," ancam Yana sebelum mendorong tubuh Galih agar menjauh darinya.

"Kamu tahu Ayana? Kamu itu manusia paling munafik yang pernah aku kenal. Kakak adik? Perlu aku ingatkan bagaimana dulu kita berciuman sebelum ayah mengirimku dan Biyandra ke Amerika? Kenapa dulu kamu seperti menikmati ciuman itu? Dan membuatku jatuh cinta?"

Yana memutar tubuhnya dan teringat kejadian yang tidak akan pernah ia lupakan sampai kapanpun. Kejadian yang juga ia sesali sampai sekarang, kenapa dengan bodohnya ia menuruti dorongan yang ada di dirinya dan membuat hubungannya dengan Galih hancur seperti sekarang.

Yana menunjukkan wajah angkuhnya agar Galih berhenti mengganggunya. Otaknya berpikir keras untuk mencari cara supaya Galih membencinya dan melupakan keinginannya untuk menghancurkan pernikahannya dengan Danu.

Sebuah cara tiba-tiba muncul di benak Yana dan ia berharap cara itu berhasil dan Galih berhenti mengusiknya, "Itu hanya ciuman biasa dan tidak punya arti apa-apa. Aku hanya ingin tahu gimana sih rasanya mencium bocah remaja seperti kamu dan akhirnya aku tahu kalau rasanya biasa saja. Aku lebih menikmati ciuman dengan Danu dan hubungan kami lebih dari sekedar ciuman, aku mencintai Danu dan tubuhku sudah jadi miliknya. Jadi, berhentilah menggangguku atau aku akan membenci kamu," Galih terdiam dan merasakan sesak di dadanya. Yana melihat perubahan wajah Galih langsung mengambil kesempatan untuk kabur.

Saat akan membuka pintu tiba-tiba Yana mendengar tawa sinis Galih, "Kamu pikir aku akan percaya dengan semua kebohongan itu? Aku bukan anak kemarin sore yang bisa kamu tipu dengan gampangnya. Aku dibuang ibuku sejak lahir karena kehadiranku tidak dia inginkan, aku diasuh ibu angkat yang menyayangiku dan ujung-ujungnya aku berakhir di panti asuhan lalu bertemu kamu dan ayah. Aku pikir ini sudah saatnya aku hidup bahagia tapi nyatanya ... nyatanya Tuhan seperti enggan melihatku bahagia. Tapi aku bukan tipe manusia yang akan menyerah dengan keadaan, cukup ibu kandungku membuangku dan jangan pernah berharap kamu bisa membuangku seperti dia," kata-kata Galih membuat Yana terdiam, sangat jelas tersirat kesedihan dibalik suara Galih saat menceritakan masa lalunya.

"Galih,"

"Jangan kasihani aku tapi cintai aku dengan tulus. Itu sudah lebih dari cukup dan aku tidak butuh apa-apa lagi,"

"Kita tidak akan pernah bisa," tolak Yana.

"Karena ayah? Dan wanita itu?" tebak Galih. Yana mengerutkan keningnya dan bertanya-tanya tentang wanita yang disebut Galih barusan.

"Wanita? Maksud kamu?"

"Lupakan, aku peringatkan sekali lagi ... batalkan pernikahan itu atau aku yang batalkan," ancaman Galih membuat Yana ketakutan. Yana sangat mengenal Galih dan ancaman tadi pasti akan Galih lakukan jika keinginannya belum terwujud.

"Berhenti mengancamku!" Yana membentak Galih dan keluar dengan hati kesal. Galih tertawa sinis dan menyandarkan kepalanya di dinding. Kepalanya terasa sakit setelah mengalami penolakan demi penolakan dari Yana.

Ardan memeluk Arjuna dan Nimas secara bergantian. Senyum terus mengambang di wajah Ardan setelah Arjuna memenuhi keinginannya untuk tetap bekerja di rumah keluarga Mahesa sampai waktu yang tidak ditentukan.

Galang pun senang paman dan bibinya memutuskan kembali ke Jakarta untuk membantu Ardan.

"Saya tidak bisa menolak keinginan Tuan sampai kapanpun. Hidup saya sepertinya sudah ditakdirkan bersama Tuan," balas Arjuna . Sekar pun ikut senang dan mengajak Nimas berbincang tentang kondisi rumah sejak kepindahan mereka ke Bandung termasuk tentang Daniel dan Galih yang masih sulit diatur.

"Jadi tugas saya apa Tuan?" tanya Arjuna.

"Galang ... tolong panggilkan Biyandra," ujar Ardan.

"Maaf Tuan ... den Biyandra sejak tadi belum pulang," Ardan melirik jam di dinding dan jarum jam menunjukkan angka sembilan malam.

"Ya sudah kalau dia pulang kamu jangan lupa kabari saya," ujar Ardan lagi.

"Baik Tuan,"

Ardan lalu menceritakan tentang sikap dan perilaku dua anaknya yang membuatnya sakit kepala. Arjuna mengangguk dan paham maksud Ardan menyuruhnya kembali ke Jakarta.

"Jadi Tuan ingin Galih dan Biyandra bekerja sama dalam menjalankan Mahesa Group?" tanya Arjuna.

"Saya sudah tua dan sudah waktunya melepaskan semua pekerjaan dan menikmati hidup," Arjuna lagi-lagi mengangguk dan paham maksud dari Ardan.

"Saya akan berusaha menjadikan mereka pengusaha sukses bahkan kalau bisa lebih sukses dari ayahnya," Ardan dan Arjuna saling tertawa lalu mulai bercerita tentang kegiatan Arjuna sejak cuti beberapa bulan yang lalu dan tanpa terasa hari semakin larut tapi Galih dan Daniel belum juga menunjukkan tanda-tanda kepulangan mereka.

"Kami pulanggggggggg," Sekar bersyukur akhirnya Galih dan Daniel pulang tapi rasa syukur itu langsung berubah menjadi rasa was-was saat Sekar melihat dua anaknya dalam kondisi setengah sadar akibat pengaruh minuman.

Sekar tahu emosi Ardan akan segera meledak langsung memberi kode Arjuna dan Nimas agar segera masuk ke kamar mereka.

"Mereka akur saat sedang mabuk, seharusnya aku tidak terlalu memanjakan mereka," oceh Ardan. Galih menatap Sekar masih dengan tatapan benci dan marah.

"Wahhh ada pertemuan keluarga ya?" tanya Galih mulai mengoceh. Yana dan Alleia langsung keluar setelah mendengar keributan dari lantai bawah.

"Ya ampun mereka minum ya? Ayah pasti marah besar kak, tahu sendiri kalau ayah paling benci alkohol," ujar Alleia. Yana membuang napasnya dan sadar kalau Galih mabuk pasti ada hubungannya dengan pembicaraan mereka tadi.

"Sayang, kamu lupa ya kalau kita ..." Sekar sengaja mengalihkan perhatian Ardan dengan rayuan. Biasanya Ardan akan berhenti marah jika Sekar merayunya tapi kali ini wajah Ardan sangat tegang dan sulit dirayu.

"Berhenti mencoba membantu mereka. Aku pikir mereka bisa bersikap dewasa setelah aku mengirim mereka sekolah tapi nyatanya ... nyatanya mereka semakin hancur. Lihat Biyandra, penampilannya seperti preman dan pengedar barang-barang haram sedangkan Galih ... aku pikir dia lebih tenang dan bisa berpikir secara tenang tapi nyatanya ..." Ardan sangat-sangat kecewa dan akhirnya menitikkan airmatanya. Ia merasa gagal sebagai orangtua dan hatinya sakit melihat dua anaknya merusak dirinya sendiri.

Galih mendekati Ardan dan menghapus airmata di pipi ayahnya, "Maafin aku yah tapi terkadang ada saatnya manusia berada di titik jenuh akan hidupnya. Aku sangat menghormati ayah dan merasa di luar sana tidak akan bisa aku temui ayah yang sama. Pahamilah kalau hari ini aku butuh minum agar sakit kepalaku bisa hilang," setelah mengatakan itu Galih langsung jatuh terkulai di pelukan Ardan. Sekar mencoba membentu tapi Galih menolaknya.

"Aku akan membawanya ke kamar," ujar Sekar.

"Jangan sentuh aku!" Galih sekali lagi menghalau tangan Sekar dan lebih memilih menyandarkan tubuhnya di bahu Ardan.

"Hahahaha si kutu buku patah hati langsung minum. Minum dua teguk langsung pingsan ... cemennnnn," Daniel lalu menguap dan meninggalkan ruang keluarga untuk kembali ke kamarnya.

"Kita belum selesai bicara Biyandra,"

"Ngantuk yah, besok aku ada pertemuan dengan pemilik cafe," Daniel mencoba berkilah, "Hei Alleia ... besok kakak akan membelikan kamu coklat yang lebih mahal dari si kutu buku. Berkat doa kamu kakak besok mulai kerja di cafe," teriak Biyandra sambil melihat Alleia yang masih berdiri di balkon atas.

"Kerja di cafe? Ya Tuhan!" Ardan memegang kepalanya yang tiba-tiba terasa sakit.

"Yoooo rock n roll bebihhhhhh," Sekar mendekati Daniel dan memukul tangan Daniel berulang kali.

"Dasar anak nakal! Pokoknya ibu nggak setuju! Besok kita ke salon dan ubah semua penampilan kamu," ujar Sekar dengan tegas.

"Yahhh nggak bisa Bu, besok pagi aku ada janji bertemu gadis cantik dan seksi," tolak Daniel dan ia sengaja mengedipkan matanya.

"Kamu ..."

"Selamat malam semuanya," Daniel mengacuhkan omelan Sekar dan masuk ke kamarnya. Senyum yang sejak tadi mengambang di wajahnya langsung sirna dan berganti menjadi sebuah ringisan menahan sakit.

Daniel lalu mengeluarkan ponselnya dan menghubungi seseorang yang sangat ia rindukan sejak kepulangannya ke Jakarta.

"Halo Biyandra,"

"Jantungku terasa sakit Jessy,"

Terdengar helaan napas, "Sudah waktunya kamu mengikuti saranku Biyandra. Operasi lanjutan atau kamu akan mati,"

"Belum waktunya ... ada banyak hal yang harus aku selesaikan,"

"Berhentilah mengurusi orang lain sedangkan hidup kamu ..."

"I love you dan aku sangat merindukan kamu,"

"Kalau kamu mencintai aku ... lakukan operasi itu atau hubungan kita berakhir,"

Next chapter