webnovel

Sekutu Baru

Dua bulan kemudian.

"Sekar ada pelanggan di luar," suara berat Rika membuyarkan lamunan Sekar. Sekar merapikan rambut serta memasang lipstick di bibir yang pucat. Sekar terlihat lesu dan tidak bersemangat, seluruh tubuhnya terasa sakit. Bahkan kantong mata semakin menebal dan menghitam di bawah matanya.

"Semangat Sekar! Aku harus cari uang yang banyak. Lupakan semuanya dan mulailah menjalani hidup baru," kata Sekar untuk menguatkan dirinya sendiri. Setelah yakin penampilannya kini lebih baik Sekar langsung bergegas keluar dari ruang istirahat dan langsung menuju counter untuk menggantikan posisi Rika.

"Maaf gue kelamaan istirahat," balas Sekar pelan dan merasa tidak enak membiarkan Rika sendirian menerima pelanggan sedangkan dirinya enak-enakan istirahat di belakang. Rika langsung menggeleng dan menepuk bahu Sekar pelan.

"Gue paham kok gimana sulitnya dalam posisi lo sekarang ini. Hamil muda dan sendirian tanpa suami itu sulit loh dan gue kagum melihat elo masih bisa bertahan dalam kesendirian," balas Rika pelan. Mungkin hanya Rika yang mengerti kenapa beberapa minggu ini Sekar lebih banyak menghabiskan waktu di ruang istirahat daripada di counter. Rika juga membantunya menutupi kondisi Sekar dari atasan mereka. Sekar butuh kerja untuk bisa bertahan hidup dan memberikan bayinya gizi yang cukup, makanya dalam kondiri kesehatan sejelek apa pun Sekar tidak mau cuti.

Ya, kini Sekar hamil untuk kedua kalinya. Satu-satunya hadiah yang ditinggalkan Aditya untuknya dan kali ini Sekar tidak akan mengulangi hal yang sama seperti saat mengandung Biyandra. Sekar berjanji di depan makam Aditya untuk menjaga dan merawat bayi Aditya sebagai tanda terima kasihnya sudah mencintai wanita sehina dirinya. Sekar sadar mungkin penderitaan tidak berujung ini karena dosa besar yang ia lakukan. Menelantarkan anak kandung yang lahir dari rahimnya walau kehadiran anak itu sangat tidak diinginkannya.

Ketukan di meja counter membuyarkan lamunan Sekar tentang Aditya dan masa lalunya yang menyedihkan. Andai Sekar tidak hamil mungkin sedari awal Sekar berniat bunuh diri untuk menyusul Aditya, agar semua penderitaannya hilang, tapi sejak mengetahui di rahimnya sudah bersemayam anak Aditya hasrat untuk mati pun hilang dari pikiran Sekar.

"Mbak saya mau beli Chlorofom," mendengar merek obat yang tidak bisa dijual bebas membuat Sekar langsung menolak pesanan pengunjung tadi.

"Maaf Mas obat itu tidak bisa dijual bebas," jawab Sekar pelan. Bahkan Sekar hanya selintas lalu melihat wajah pengunjung itu.

Semenjak Aditya meninggal dan mengetahui Pasha dan Aditya kakak beradik, Sekar memutuskan pergi dan menghilang agar Pasha tidak bisa menemukannya. Sekar merasa malu dan tidak punya muka untuk bertemu Pasha. Sekar juga selalu berpindah-pindah tempat untuk menghindar dari keluarga Aditya terutama dari Pasha. Apalagi sejak mengetahui dirinya sedang hamil, Sekar semakin ingin menghilang agar keluarga Aditya suatu saat nanti tidak mengambil anaknya.

"Kenapa?" tanya pengunjung itu dengan nada dingin.

"Itu obat bius dan tidak bisa dijual bebas. Maaf saya tidak bisa memberikannya," balas Sekar lagi.

"Baiklah," balas pengunjung itu. Sekar memandang punggung laki-laki itu dan tiba-tiba rasa mual kembali terasa. Sekar kembali ke ruang istirahat dan mengeluarkan semua isi perutnya.

"Mual lagi?" tanya Rika dengan cemas sambil mengusap punggung Sekar. Sekar mengangguk lemah dan membersihkan mulutnya dengan tisu. Rika lalu mengambil segelas air untuk mengurangi rasa mual Sekar.

Sekar mengelus perutnya pelan, "Jangan bandel nak. Ibu kesakitan kalau kamu selalu bandel seperti ini. Waktu Ibu mengandung kakakmu …." Sekar menghentikan ucapannya dan kembali membuang napas. Dulu saat mengandung Biyandra kondisinya tidak pernah seperti ini. Kehamilannya dulu sangat baik dan tanpa keluhan.

"Mungkinkah Tuhan membalas semua perbuatan kejam yang aku lakukan dengan memberiku kesulitan saat mengandung?" tanya Sekar dalam hati setelah memuntahkan semua isi perutnya. Rika memberikan segelas air hangat untuk menormalkan perut Sekar.

"Makasih ya Ka, gue selalu membuat lo susah," balas Sekar yang merasa tidak enak selalu menyusahkan Rika. Rika menggeleng sekali lagi dan memeluk Sekar. Hubungan pertemanan mereka memang baru sebentar dan setelah mendengar cerita masa lalu Sekar yang menyedihkan membuat Rika tidak tega untuk menambah kesulitan lagi.

"Ah lo sungkan amat. Sekarang lebih baik elo pulang dan istirahat yang cukup. Mungkin bau obat di sini yang membuat baby lo rewel. Masalah absen gue yang akan atur," Rika membantu Sekar mengambil tas miliknya di loker karyawan dan memaksa Sekar untuk segera pulang meski Sekar menolak dan merasa tidak enak terlalu sering pulang saat jam kerjanya masih panjang.

"Thank you, gue nggak enak masih menerima gaji utuh tanpa melakukan apa-apa," Sekar merasa malu dan tidak enak setiap Rika membantunya. Lagi-lagi Rika menggeleng dan menyuruh Sekar untuk tetap pulang.

"Alah jangan kebanyakan mikir. Sekarang lo fokus dan istirahat yang cukup supaya besok kondisi tubuh lo kembali fit dan baik." Rika melambaikan tangannya dan menyuruh Sekar untuk segera pulang sebelum atasan mereka datang.

Beruntung kos Sekar tidak terlalu jauh dari apotik. Biasanya hanya membutuhkan waktu sepuluh menit Sekar sudah sampai ke tempat kosnya kalau melalui jalan utama. Sayangnya sore ini jalan utama sepertinya sedang dalam perbaikian dan dengan terpaksa Sekar harus melalui gang sempit di samping apotik yang sepi dan cukup jauh karena memutar arah. Andai Sekar pulang sesuai jadwal mungkin Sekar tidak akan berani melewati gang ini. Suasana sepi dan jalan yang panjang selalu membuat bulu kuduk Sekar berdiri.

Selangkah demi selangkah Sekar meninggalkan tempat kerjanya dan menyusuri jalan di gang sempit ini. Entah kenapa hari ini ada rasa takut dan juga tidak aman padahal daerah ini termasuk daerah paling aman di Jakarta karena tingkat kriminalnya rendah.

Beberapa kali Sekar menghentikan langkahnya untuk melihat adakah orang yang mengikutinya dari belakang, "Ah, mungkin hanya perasaanku saja yang terlalu paranoid." Sekar kembali melanjutkan langkahnya. Panas dan sengatan matahari membuat peluh membasahi seluruh tubuhnya. Sesekali Sekar berhenti untuk mengambil napas dan meneguk sedikit air untuk menghilangkan rasa haus di tenggorokannya.

"Semangat!" Sekar menyimpan botol minumannya dan kembali melanjutkan perjalanannya. Sekar terlihat senang saat melihat ujung gang semakin dekat. Rasanya Sekar ingin berlari dan keluar dari gang sempit ini, tapi langkah Sekar terasa kian berat saat mendengar langkah kaki lain di belakangnya.

Lagi-lagi Sekar menghentikan langkahnya dan memutar tubuhnya untuk melihat siapa yang mengikutinya sejak tadi. Sekar bergedik ngeri saat tidak ada satu orang pun ada di belakangnya. Sekar memutar kembali tubuhnya untuk sesegera mungkin meninggalkan gang sempit ini. Firasatnya tidak enak jika ia masih berada di daerah sepi dan sunyi ini.

"Cukup sekali aku melewati jalan ini," ujar Sekar dalam hati.

Setelah kepergian Sekar, pemilik langkah kaki tadi keluar dari tempatnya bersembunyi. Senyum sinis ia keluarkan sambil menatap kepergian Sekar. Di belakangnya berdiri pengawal yang selalu mengikutinya dengan setia.

"Semua sudah sesuai dengan rencana?" tanya Ardan dengan dingin.

"Tuan serius dengan semua ini?" tanya Arjuna. Ardan memutar tubuhnya dan meletakkan tangannya di bahu Arjuna lalu meremasnya dengan keras. Ardan menatap Arjuna tajam dengan mata merahnya.

"Wanita itu harus membayar semua dosa yang dilakukan suaminya. Dua nyawa hilang dalam kecelakaan itu dan seorang Ardan Mahesa tidak akan tinggal diam dan membiarkan orang yang menyebabkan istri dan calon anaknya mati mengenaskan hidup dengan tenang. Wanita itu harus merasakan apa yang saya rasakan dalam dua bulan ini."

"Wanita itu tidak tau apa-apa dan dendam hanya akan menambah luka di hati Tuan. Nyonya pasti tidak suka Tuan melakukan ini untuknya." Berkali-kali Arjuna membujuk Ardan dan berkali-kali pula Ardan mengacuhkannya.

"Tidak ada satu orang pun bisa menghentikan Ardan membalas semua dendam di hatinya. Termasuk kamu atau arwah Maudy sekali pun." Ardan meninggalkan Arjuna dan tetap dengan pendiriannya untuk menculik Sekar dan menjadikannya tawanan serta budak. Ardan ingin membuat Sekar membayar kesalahan Aditya dengan menyiksanya perlahan demi perlahan.

"Kasihan wanita itu," Arjuna membuang napas dan mengikuti Ardan. Mau tidak mau ia hanya bisa diam dan berharap Ardan membatalkan semua rencana gilanya. Menculik dan menjadikan wanita itu sebagai tawanan tidak saja perbuatan gila tapi juga melawan hukum.

"Tu … Tuan salah sangka. Saya tidak pernah mencuri dan kartu kredit ini diberikan Ardan kepada saya sejak awal mereka menikah," ujar Ibu Maudy membela diri setelah mendengar tuduhan Tuan Felix saat mereka bertemu di sebuah mall.

Tuan Felix tertawa dan mengeluarkan sesuatu dari dalam kantong jasnya. Sebuah kertas berlogo bank yang mengeluarkan kartu kredit tersebut, "Tas branded, baju keluaran perancang ternama, sepatu, dan benda-benda dengan harga fantastis dibeli keluarga miskin menggunakan kartu kredit keponakan saya. Apakah Ardan tahu kebiasaan mertuanya yang gila harta dan tamak?" tanya Tuan Felix. Tubuh Ibu Maudy langsung bergetar karena takut Tuan Felix memberitahu Ardan tentang hobinya belanja barang-barang mewah dan selama ini kebiasaannya itu selalu ditutupi Maudy.

Tuan Felix tersenyum simpul dan senjata baru berhasil ia genggam. Dengan menggunakan kebiasaan buruk Ibu Maudy ia akan memaksa Nimas menggantikan peran Maudy. "Semua ini akan menjadi rahasia antara kita berdua tapi ibu harus mau membantu saya."

"Tuan mau saya melakukan apa?" tanya Ibu Maudy. Apa pun akan ia bantu asal Ardan tidak menarik kartu kreditnya.

"Sangat gampang, Ibu hanya perlu memaksa Nimas menggantikan posisi Maudy di hati Ardan. Buat Ardan jatuh cinta dan mau menikahinya lalu ambil semua harta milik Ardan. Jika rencana itu berhasil saya akan memberikan sepertiga harta keluarga Mahesa untuk Ibu dan Nimas nikmati. Anggap saja sebagai hadiah dari saya," ujar Tuan Felix dengan licik. Mendengar tawaran sepertiga dari harta keluarga Mahesa, Ibu Maudy langsung mengangguk setuju.

"Ba … baik Tuan. Saya memang berencana membuat Nimas sebagai pengganti Maudy," balas Ibu Maudy dengan senyum sumringah.

"Hahaha demi apa pun saya tidak akan pernah rela membagi sepertiga harta itu untuk keluarga Maudy. Setelah semua rencana ini berhasil kalian berdua akan saya tendang kembali ke tempat asal kalian. Rumah kumuh dan miskin, jadi nikmatilah semua kekayaan ini selagi kalian bisa," ujar Tuan Felix dalam hatinya.

Next chapter