webnovel

Rencana Gila

Maudy dan Madam Chloe sedikit gelisah sambil menunggu kedatangan tamu penting di apartemen yang cukup mewah ini. Apartemen yang hanya ada satu kamar utama dan pantry mewah. Maudy awalnya ingin datang sendirian tapi perasaannya sedikit tidak enak dan ia pun memaksa Madam Chloe untuk ikut bersamanya dan untung Madam Chloe menyanggupinya.

Beberapa laki-laki bertubuh besar dan berkepala pelontos sedang berdiri sambil memerhatikan setiap gerak-gerik Maudy dan Madam Chloe. Madam Chloe yang selama ini terkenal galak dan judes pun terlihat mati kutu.

Cukup lama mereka menunggu dan penantian mereka berakhir saat pintu terbuka dan Maudy mendengar langkah derap kaki dari belakang, suara langkah kaki khas dari sepatu laki-laki. Jantung Maudy mulai berdetak tidak normal dan baru kali ini ia merasa sulit untuk bernapas. Langkah kaki itu semakin mendekat dan aroma parfum khas laki-laki semakin membuat Maudy gugup.

"Selamat datang Madam Chloe dan Nona Bianca Rose." Maudy dan Madam Chloe sama-sama memutar kepalanya dan melihat seorang laki-laki berumur sekitar lima puluh tahun sedang berdiri sambil menatap Maudy dari atas sampai ke bawah. Maudy merasa apa yang dibilang Madam Chloe benar, ada aura negatif keluar dari tatapan laki-laki ini.

Laki-laki tua itu lalu duduk dan mempersilakan Maudy dan Madam Chloe untuk duduk di depannya. Sementara laki-laki bertubuh besar tadi langsung meninggalkan apartemen saat laki-laki tua itu mengangkat tangannya.

"Saya akan langsung bicara to the point, saya tidak mau membuang waktu dengan bicara basa-basi yang akan menghabiskan waktu berharga kalian berdua dan juga saya." Laki-laki tua itu mengambil cangkir teh yang ada di atas meja dan langsung menyesapnya.

"Baiklah Tuan, ada perlu apa sampai Tuan harus turun tangan langsung bertemu saya dan Bianca?" tanya Madam Chloe dengan suara terbata-bata. Laki-laki tua tadi kembali meletakkan cangkir yang sudah kosong kembali keatas meja lalu tersenyum sinis lalu melihat sekali lagi Maudy dari atas sampai kebawah.

"Berapa biaya yang harus saya keluarkan untuk membeli Nona Bianca?" tanyanya langsung seakan Maudy itu barang yang bisa mereka perjualbelikan.

Madam Chloe mengambil cangkir tehnya dengan tangan bergetar, tatapan laki-laki tua tadi semakin mengintimidasi Maudy, ia memang bermimpi bisa lepas dari dunia kelam ini tapi ia tidak mau dibeli oleh laki-laki setua ini.

"Bianca Rose primadona di losmen kami Tuan dan menjualnya sama saja menutup losmen kami perlahan demi perlahan," tolak Madam Chloe sesopan mungkin agar laki-laki tua itu tidak tersinggung.

"Sebutkan saja berapa nominal yang Anda butuhkan untuk biaya operasional losmen selama tiga tahun kedepan, saya membutuhkan bantuannya selama tiga tahun dan setelah itu Nona Bianca Rose bisa menjadi milik Anda lagi." Laki-laki tua itu lalu membuka tas kecil yang dibawanya dan mengeluarkan sebuah buku berbentuk cek dan menulis beberapa angka dengan nominal cukup besar.

"Sepuluh Milyar cukup?" Ia menyobekkan selembar cek lalu memberikannya ke Madam Chloe, mulut Maudy sampai ternganga saking shock mendengar angka yang disebut laki-laki tua itu. Awalnya Madam Chloe seperti enggan mengambil tapi melihat bagaimana mata laki-laki tua itu mengancamnya membuat Madam Chloe mengambil cek itu dengan terpaksa.

"Madam!" Maudy memberi kode agar Madam Chloe mengembalikan cek itu, Maudy tidak tahu tujuan laki-laki tua ini memberi cek sebanyak itu.

"Madam, aku nggak tahu tujuannya apa tapi perasaanku sangat tidak enak," bisik Maudy di telinga Madam Chloe.

"Madam tahu siapa dan apa tujuannya membeli kamu, dan menolaknya sama saja menutup losmen milik Madam," balas Madam Chloe dengan suara takut. Maudy tidak tahu tujuan mereka tapi feeling mengatakan hidupnya tidak akan pernah sama lagi jika menerima tawaran laki-laki tua tadi.

Maudy membuang napas mendengar bisikan Madam Chloe, Maudy mulai berpikir untung dan rugi jika ia menerima tawaran laki-laki tua tadi. Keuntungannya, ia bisa menjauh dari dunia kelam yang hampir tiga tahun ini ia geluti, kekurangannya ia tidak akan bisa lepas dari cengkeraman laki-laki tua yang terlihat kejam dan sadis ini.

"Tuan membeli saya seharga sepuluh milyar tapi sampai detik ini saya sama sekali tidak tahu tujuan Tuan membeli saya," cerca Maudy. Laki-laki tua itu tertawa lalu menjentikkan tangannya. Lampu apartemen lalu mati, tak lama Maudy dan Madam Chloe melihat televisi hidup dan sebuah video muncul.

"Kamu bisa lihat siapa yang ada di video itu?" Maudy melihat seorang laki-laki dengan wajah angkuh dan arogan sedang marah-marah dan membentak beberapa karyawannya di sebuah pertemuan. Wajah laki-laki itu sangat familiar dan rasa-rasanya Maudy pernah melihat dan bertemu laki-laki itu baru-baru ini.

"Laki-laki di dalam video itu bernama Ardan Mahesa, 31 tahun. Pewaris dan pemegang seluruh harta keluarga Mahesa. Seluruh harta keluarga Mahesa menjadi tanggung jawabnya setelah Tuan Mahesa meninggal dunia."

"Lalu apa hubungannya dengan saya Tuan?" tanya Maudy lagi. Maudy masih tidak bisa melepaskan pandangannya dari video yang menampilkan Ardan. Maudy kagum sekaligus takut melihat tatapan tajam milik Ardan.

"Kamu adalah kunci dari cerita ini. Saya rela membayar kamu mahal demi harta yang dipegang Ardan. Anak bodoh itu tidak seharusnya menguasai seluruh harta keluarga Mahesa dan menurut saya satu-satunya cara untuk bisa mengalihkan saham dan semua harta keluarga Mahesa yaitu membuat sebuah rencana mutakhir." Laki-laki tua itu kembali tersenyum dengan tipis. Senyum yang kembali membuat bulu kuduk Maudy berdiri.

"Rencana apa?"

"Menikah dan membuatnya tergila-gila bahkan sampai jatuh cinta dan saya beri waktu tiga tahun agar kamu mengubah seluruh harta warisan keluarga Mahesa menjadi milik kamu dan setelah seluruh harta keluarga Mahesa sudah berpindah ke tangan kamu saat itu juga tugas kamu selesai dan saya mempersilakan kamu untuk kembali menjadi pelacur di losmen Casablanca."

"Rencana mutakhir bagi Tuan tapi tidak bagiku. Ini sama saja seperti keluar dari kandang singa dan masuk kandang harimau," ujar Maudy dalam hati. Maudy kembali mendengar caci maki, bentakan, dan kata-kata kasar keluar dari mulut Ardan di video itu dan lagi-lagi ia mengembuskan napasnya.

"Rencana ini sangat gila Tuan, melihat bagaimana sifat laki-laki itu membuat saya...." Penolakan Maudy membuat laki-laki tua tadi sedikit kesal.

"Kamu pasti bisa menjinakkannya. Terserah bagaimana caranya, kalau perlu kamu gunakan tubuh atau apa pun yang bisa melancarkan rencana kita dan ingat sebelum seluruh harta itu jatuh ke tangan kamu jangan harap bisa kabur dari saya. Saya bisa melakukan apapun termasuk mencelakai ibu dan adik kamu di kampung." Ancaman tadi membuat Maudy tidak bisa berkata-kata. Menolak berarti banyak nyawa yang akan terkena dampaknya dan ia tidak mau itu terjadi.

"Tidak mudah meluluhkan laki-laki keras seperti Ardan, Tuan. Tatapan matanya saja membuat bulu kuduk saya berdiri, apa mungkin dia bisa tertarik dengan saya dan mau menyerahkan hartanya kepada saya dengan ikhlas?" tanya Maudy yang masih ragu apakah rencana ini akan berhasil.

"Tentu, saya yakin jika kamu menggunakan akal atau tubuh kamu dengan benar saya yakin 100 % Ardan akan menyerahkan semua hartanya dengan ikhlas," bujuk laki-laki tua itu lagi. Maudy mengembuskan napasnya dan kembali menatap video yang masih berputar. Ia melihat senyum Ardan keluar dari mulutnya. Senyum yang membuat lidah Maudy kelu untuk menolak keinginan laki-laki tua tadi.

"Baiklah," jawab Maudy dengan mata masih menatap video Ardan. "Baiklah, saya akan menerima tawaran Tuan, tapi ingat hanya tiga tahun dan setelah itu saya akan kembali menjadi Bianca Rose," balas Maudy dengan tegas. Laki-laki tua itu bertepuk tangan setelah mendengar jawaban Maudy.

 "Tapi sebelum kita mulai menjalankan rencana ini. Saya ingin tahu siapa nama Tuan dan apa hubungan dengan keluarga Mahesa?" tanya Maudy penasaran. Laki-laki tua itu berdiri dan menepuk bahu Maudy pelan.

 "Nanti kamu akan tahu siapa saya. Hal pertama yang harus kamu lakukan sekarang adalah membuang semua benda murahan yang melekat di diri kamu. Apartemen ini akan menjadi rumah kamu sampai pernikahan itu terjadi. Besok pagi asisten saya akan mengantar kamu ke salon untuk mengubah penampilan dan kamu akan menjadi wanita terhormat bukan lagi pelacur murahan. Paham?" ujarnya dengan tegas. Maudy hanya bisa mengangguk pelan.

Sekar kecewa saat tahu Maudy belum pulang sejak semalam dan menurut info dari anak kos lainnya Maudy sedang tugas ke luar kota untuk beberapa bulan ke depan. Sekar menyimpan kembali amplop berisi uang yang tadi ingin ia beri untuk mengganti biaya hidupnya beberapa bulan ini.

'Drttt drtt'

Sekar mengeluarkan ponselnya dan melihat nama Pasha muncul. Senyum sumringah langsung muncul di wajah Sekar. Hubungan mereka satu minggu ini memang berjalan mulus.

"Halo, Mas sudah di rumah?"

"Sudah, kamu lagi apa?"

"Lagi di depan kamar Mbak Maudy. Sejak semalam Mbak Maudy ke luar kota dan aku sedikit merindukannya."

Pasha sudah menutup akses sejak pertemuaan terakhir mereka di depan kos dan info yang barusan diberi tahu Sekar sedikit menggelitik rasa ingin tahunya, ke manakah Maudy?

"Oh, mungkin dia sedang ada urusan di luar. Lebih baik kamu istirahat, pagi-pagi sekali Mas jemput. Kamu tidak lupakan kalau besok ada acara di restoran?" 

​ 

"Ah iya, aku sampai lupa. Ya sudah aku istirahat dulu. Besok akan menjadi hari yang melelahkan."

Sekar menyimpan kembali ponselnya dan kembali ke kamarnya untuk beristirahat karena besok akan restoran akan sangat sibuk.

'Drtt drtt'

Baru akan memejamkan mata lagi-lagi ponsel Maudy berdering, ia melihat ada sebuah SMS dari Maudy.

Maudy : Sekar, Mbak pamit dulu ya. Ibu dan adik di kampung lebih membutuhkan Mbak. Mbak harap kamu bisa bahagia dengan Pasha. Dia laki-laki terhebat yang pernah Mbak kenal. Mbak harap beberapa bulan ke depan mendengar berita bahagia dari kamu.

Membaca SMS dari Maudy langsung membuat Sekar luar biasa kaget. Banyak pertanyaan yang ingin ia tanyakan langsung. Sekar mencoba menghubungi nomor ponsel Maudy dan ternyata ponselnya sudah tidak aktif.

"Ya ampun Mbak, ada apa? Kenapa mendadak seperti ini." Sekar membuang napasnya dan mencoba sekali lagi menghubungi ponsel Maudy meski lagi-lagi hanya kekecewaan yang ia dapatkan.

Next chapter