webnovel

Penyiksaan Pertama

Ardan melepaskan pegangannya dan kembali duduk di kursinya tadi. Senyum sinis dan licik ia keluarkan saat Sekar melempar berbagai barang agar bisa lepas dari kurungan Ardan. Ardan memilih menyilangkan kakinya dan bersiul saat barang-barang itu tidak berhasil menyakitinya.

"Aditya bukan pembunuh! Dia tidak mungkin menyetir dalam keadaan mabuk. Sampai kapan pun gue tidak akan membiarkan laki-laki jahat dan arogan seperti lo menghina dan menjadikan gue sebagai tawanan. Setelah lepas dari tempat terkutuk ini, gue akan pastikan lo mendapat hukuman yang setimpal." Hilang sudah kesabaran Sekar. Ia mengutuk Ardan dan menggunakan kata-kata tidak formal saat bicara dengan Ardan.

"Ah, satu hal yang perlu kamu pahami. Di sini saya majikan dan kamu hanya budak," Ardan mendekati Sekar dan sekali lagi meletakkan tangannya di leher Sekar, "Panggil saya T U A N." Ardan sengaja mengeja panggilannya agar Sekar menuruti perintahnya. Sekar membuang wajahnya dan berjanji tidak akan pernah menuruti kemauan Ardan.

"Jangan harap!" ujar Sekar tidak kalah berani. Sekar berusaha menahan air matanya yang hendak jatuh. Sekar tidak mau menunjukkan di depan Ardan sikap lemah dan menyerah. Sekar akan melawan Ardan dan tidak akan pernah mau dijadikan budak.

"Sekali mulut lancang itu mengeluarkan kata-kata tidak sopan kepada saya, jangan salahkan jika nanti kamu lebih memilih mati daripada hidup. Paham!" Ardan melepaskan tangannya dengan kasar. Sekar mencoba untuk lari dari kamar tempat Ardan menyekapnya. Ardan tidak mengejar atau pun berteriak. Ardan hanya menunggu dan akhirnya Ardan menyunggingkan senyum tipis saat Sekar mundur selangkah demi selangkah.

"Bajingan!" maki Sekar saat melihat beberapa pria berkepala plontos sedang berdiri dengan senjata lengkap. Ardan tidak saja menyuruh Arjuna menjaga Sekar tapi beberapa pengawal terlatih dan dibekali senjata mutakhir supaya Sekar tidak berani lari dari penjara yang ia buat.

"Saya sudah peringatkan sejak awal. Darah dibayar darah dan seluruh jiwa kamu kini berada di tangan saya. Jangan pikir dengan laki-laki itu mati semuanya akan berakhir. Jangan harap! Saya berjanji di depan makam istri dan anak saya kalau kematian mereka akan ditebus orang terdekat laki-laki itu dan kamulah orangnya!" tunjuk Ardan dengan suara tinggi dan menggelegar.

"Apa yang lo mau dari gue?" tanya Sekar. Kenyataan kalau salah satu korban kecelakaan itu adalah Maudy membuatnya merasa bersalah. Bagi Sekar masa lalu Maudy yang buruk dan hancur karena keadaan bukan karena ketamakannya. Sekar juga shock dan tidak menyangka kalau malam tragis itu ternyata malam pertunangannya Maudy. Andai Sekar tahu mungkin Sekar akan meminta pertolongan Maudy untuk mencari tahu siapa pelaku yang memerkosanya.

"Ini bukan saatnya mengingat kejadian malam itu. Aku harus lari dari sini. Anakku butuh tempat kondusif untuk tumbuh dan berkembang. Laki-laki jahat ini tidak boleh tahu kalau aku sedang hamil. Dia akan menjadikan anak ini sebagai senjata untuk melawanku," ujar Sekar dalam hati.

"Saya sudah peringatkan dan peringatan saya tidak main-main," Ardan mengambil bangku yang tadi ia duduki lalu menghantamkan kursi itu dengan keras ke lantai. Sekar hanya bisa diam saat Ardan mengambil sebuah kayu yang patah.

Rasa takut membuat Sekar mundur beberapa langkah. Ia takut Ardan memukulnya dan membuat bayinya terluka.

"Saya sudah peringatkan jangan pernah berkata kasar! Hanya saya yang berhak!" teriak Ardan.

Prankkkkkkkkkkk

Ardan mengarahkan kayu itu ke arah cermin dan lampu yang sedang menyala. Kondisi kamar langsung gelap gulita. Ingatan Sekar tentang malam itu langsung membuatnya sesak napas. Sekar sangat membenci ruang gelap dan sejak kejadian itu Sekar tidak pernah mau tinggal di ruangan gelap. Rasa trauma membuat Sekar langsung limbung. Sekar meletakkan kedua tangannya di telinga dan tangisnya langsung pecah.

Ardan membuang kayu itu dan hanya bisa mendengar teriakan demi teriakan keluar dari mulut Sekar.

"Tidak! Jangan sentuh saya! Hentikan! Sakit!" teriak Sekar dengan suara serak seolah-olah kejadian itu terulang kembali.

Teriakan Sekar didengar Arjuna yang baru pulang membeli makan malam atas perintah Ardan. Arjuna hendak masuk tapi dihalangi pengawal lainnya. Arjuna melihat pengawal itu dan akhirnya pengawal itu membiarkan Arjuna masuk.

"Ada apa Tuan," tanya Arjuna saat melihat kondisi kamar yang gelap gulita.

"Pindahkan wanita itu ke kamar lain. Jika dia melawan atau bertingkah kurang ajar, kurung dia di sini dan jangan pernah beri cahaya penerang. Ruangan ini akan menjadi sejata saya untuk memberinya pelajaran," ujar Ardan sebelum meninggalkan Arjuna dan Sekar. Melihat Sekar yang tadinya berani menantangnya lalu bersikap kalut dan histeris saat cahaya tidak ada membuat Ardan merasa menang.

Arjuna membuang napas dan menghidupkan aplikasi senter di ponselnya. Arjuna merasa iba melihat Sekar ketakutan sambil menutup kedua telinganya. Arjuna mendekati Sekar untuk membawanya keluar.

"Jangan sentuh!" Sekar mendorong tubuh Arjuna.

"Maaf, saya hanya ingin membawa kamu keluar dari kamar ini atas perintah Tuan," mendengar itu Sekar langsung mengangguk dan memegang tangan Arjuna.

"Tolong saya … tolong keluarkan saya dari neraka ini," pinta Sekar dengan wajah mengiba. Arjuna lagi-lagi membuang napas. Ia tidak memberi jawaban dan hanya membantu Sekar untuk keluar dari kamar itu.

"Tuan Ardan sudah gila. Tidak saja mengubah wajah wanita ini menyerupai wajah Nyonya tapi juga menyiksa batinnya. Entah kapan ini semua berakhir," Arjuna hanya bisa diam dan mengikuti kemauan Ardan selagi masih bisa diterima akal sehatnya.

Ardan melemparkan peralatan pembersih kamar mandi ke tangan Sekar. Sebuah ember dan sikat pembersih kamar mandi. Sekar melihat Ardan dengan mata bengkaknya. Semalam ia tidak bisa tidur karena takut Ardan mematikan lagi lampu kamar ini.

"Gue nggak mau!" tolak Sekar sambil membuang alat-alat itu dan mengenai kaki Ardan.

"Pengawal!" teriak Ardan. Seorang pengawal berkepala botak dan tangannya penuh tato langsung masuk.

"Ada yang bisa saya bantu,"

"Seret wanita ini ke kamar sebelah," perintah Ardan. Sekar langsung bergedik ngeri saat mengingat kamar itu sangat gelap. Sekar langsung berdiri dan mengambil ember serta alat sikat yang terletak di dekat kaki Ardan.

Saat akan mengambilnya Ardan dengan kasar menendang ember serta alat sikat itu hingga keluar dari kamar. Sekar membuang napas dan kembali berdiri untuk mengambil benda yang ditendang Ardan tadi.

"Bagus, budak itu harus mematuhi majikannya." Ardan meletakkan tangan di kepala Sekar dan hendak mengelusnya walau akhirnya ia batalkan. Setelah Sekar dan pengawal itu keluar Ardan menutup kedua matanya. Awalnya ia mengubah wajah Sekar untuk bisa mengecoh pihak kepolisian tapi nyatanya setiap ia melihat wajah Maudy di tubuh Sekar pertahannya hampir luruh. Ia merasa sedang menyiksa Maudy yang sangat ia cintai.

"Tidak, wanita itu Sekar Kinanti bukan Maudy Mahesa. Wanita itu istri dari pembunuh yang membunuh Maudy. Aku nggak boleh lengah dan membiarkan wajah Maudy membuat semua rencanaku gagal." Ardan berusaha mengenyahkan bayangan Maudy di tubuh Sekar dan ia keluar untuk melihat hasil pekerjaan Sekar.

Sekar tercengang melihat kamar mandi yang joroknya minta ampun. Lantai dan bak kamar mandi penuh dengan lumut dan kotoran yang menempel. Sekar melirik ke arah Ardan untuk meminta belas kasihan, bukan karena Sekar lemah tapi karena Sekar takut pekerjaan ini akan membahayakan bayinya.

"Kerjakan sampai bersih. Jangan beri dia makan atau minum kalau kamar mandi ini masih kotor dan tidak mengkilap. Kalian jaga wanita itu dan jangan biarkan dia sampai kabur dari sini. Kalau dia melawan atau mencoba untuk kabur, saya akan patahkan kaki kalian," ancam Ardan dengan tegas. Pengawal itu mengangguk dan menyuruh Sekar memulai apa yang disuruh Ardan tadi.

Sekar meletakkan ember ke lantai dengan kasar. Ia membuang napas lalu menutup pintu kamar mandi dengan membantingnya. Pengawal setia Ardan berdiri dengan tegap sedangkan Sekar mencoba mencari jalan untuk kabur melalu jendela yang ada.

"Sial!" maki Sekar saat melihat sebuah kayu menghalangi jendela dari luar, "Bajingan itu sudah menyusun semuanya. Aku tidak akan bisa kabur dari sini dengan mudah. Ya Tuhan, apa yang harus aku lakukan. Aditya, tolong aku dan anak kamu keluar dari penjara ini. Aku tidak sanggup menghadapi bajingan keji itu," Sekar akhirnya pasrah dan berharap ada keajaiban yang akan membantunya keluar dari penderitaan yang diciptakan Ardan.

Perlahan demi perlahan Sekar mulai membersihkan kamar mandi yang sangat kotor ini. Beberapa kali Sekar memilih untuk menghapus peluh atau sekedar menarik napas. Sekar tidak jarang berbincang dengan anaknya agar anaknya kuat selama Sekar disekap.

Tok tok tok

"Sudah bersih?" tanya pengawal dari luar.

"Kalian kira saya robot!" balas Sekar dengan keras. Kamar mandi sekotor ini tidak akan bersih dalam hitungan jam, bahkan sepertiga lantai saja belum mengkilap seperti keinginan Ardan. Sekar meletakkan sikat dan membuka pintu untuk minta segelas air agar tenggorokannya tidak kering.

"Saya sangat haus. Saya butuh segelas air minum supaya saya tidak mati karena dehidrasi," pinta Sekar. Pengawal itu tetap berdiri di tempatnya dan mengacuhkan Sekar. Ardan menyuruhnya untuk tidak memberi minum atau makan kalau kamar mandi belum bersih.

"Pak, Saya haus!" teriak Sekar lagi sambil menggoyang-goyangkan badan pengawal dengan tangannya.

"Kamu baru boleh minum kalau kamar mandi itu sudah bersih. Tuan akan murka kalau saya melanggar perintahnya. Kamu tahu sendiri Tuan sangat pemarah dan kejam," ujar pengawal itu. Sekar hendak mengambil sendiri minum tapi langkahnya terhenti saat melihat Ardan sedang menyandar di dinding sambil menyilangkan tangannya. Ardan membuat gerakan dengan kepalanya untuk menyuruh Sekar masuk ke dalam kamar mandi lagi.

Sekar kembali masuk ke dalam kamar mandi karena takut Ardan kembali mengurungnya di dalam kamar gelap. Rasa haus yang sejak tadi membuat Sekar membuka keran air dan dengan tangan bergetar Sekar menampung air yang bau dan kotor itu dengan tangannya.

"Maafin ibu nak," ujar Sekar dalam hati sebelum meminum air yang tidak layak minum itu. Ardan terkesima melihat apa yang dilakukan Sekar. Begitu pun Arjuna yang tetap setia berdiri di belakang Ardan.

"Tidakkah memberi segelas air tidak akan merugikan Tuan, wanita itu sangat kehausan makanya dia mau saja minum air kotor itu," ujar Arjuna. Ardan memutar tubuhnya dan melihat Arjuna dengan tajam.

"Wanita itu hanya minum air kotor sedangkan Maudy bahkan untuk minum saja sudah tidak bisa," balas Ardan sebelum meninggalkan Arjuna dengan kesal.

"Tidakkah Tuan iba melihat wanita itu?" tanya Arjuna dengan pelan dan terdengar seperti cicitan burung.

Next chapter