webnovel

Penyekapan

Satu bulan kemudian.

Hubungan Pasha dan Sekar kian dekat dan mereka memutuskan untuk menjalin hubungan. Sekar sangat mencintai Pasha dan memuja Pasha yang dianggapnya laki-laki baik dan pengertian. Tidak jarang mereka menghabiskan waktu senggang dengan makan bersama atau menceritakan pengalaman lucu dan unik ketika menghadapi tamu-tamu yang datang.

Hanya saja ada satu hal yang masih mengusik sisi hati Sekar yang paling dalam, apakah Pasha benar-benar mencintainya? Atau menganggapnya sebagai pelarian untuk melupakan wanita misterius yang dulu dicintai Pasha.

Pasha jarang mengucapkan kata-kata cinta langsung dari mulutnya. Sekar pun merasa gengsi untuk bertanya. Walau tingkah dan perbuatan Pasha mencerminkan laki-laki yang sedang dimabuk cinta. Penuh perhatian dan juga kasih sayang. seharusnya Sekar tidak egois dengan meminta lebih tapi tetap saja Sekar merasa sudah seharusnya Pasha menyatakan cinta langsung dari mulutnya.

"Dua hari ini kita harus menghabiskan waktu lebih banyak. Kamu tahu sendiri kalau dua hari lagi Ibu Marinka akan mengadakan acara pertunangan anaknya. Mas pasti sangat sibuk dan mungkin mengabaikan kamu." Pasha merapikan anak rambut yang berserakan di pipi Sekar, Sekar mengangguk dan kembali mengunyah menu baru yang baru diciptakan Pasha untuk menjadi menu tambahan di acara pertunangan anak Ibu Marinka.

"Hmmm … aku ngerti kok. Aku kan bukan pacar posesif yang selalu harus ditemani setiap hari. Bisa bersama Mas di sini saja sudah cukup bagiku. Aku tidak akan meminta hal lain lagi," balas Sekar. Pasha tertawa dan membersihkan kotoran yang menempel di ujung bibir Sekar.

"Hmmmm… sepertinya besok kita berdua harus minta jatah libur."

"Loh bukannya kemarin Mas baru libur ya?" tanya Sekar.

"Iya sih, tapi Mas nggak pernah ngajak kamu kencan sejak kita jadian. Hmmm… kayaknya sudah waktunya kita kencan. Mas akan minta izin ke Ibu Marinka dan kamu juga. Besok pagi-pagi kita liburan ke pantai atau ke mana pun yang kamu inginkan, gimana?" tanya Pasha. Sekar langsung menganggukkan kepalanya.

Pasha tertawa pelan saat Sekar menyusun rencana liburan mereka, "Sulit memang melupakan cinta pertama tapi Sekar terlalu baik untuk disakiti. Sudah seharusnya aku tidak lagi memikirkan Maudy. Buat apa memikirkan wanita yang tidak pernah memikirkan aku dan menyakiti wanita yang benar-benar tulus mencintai aku. Maaf Sekar, sampai detik ini aku tidak pernah mengucapkan kata-kata cinta tapi aku janji akan belajar mencintai kamu," ujar Pasha dalam hati. Ia mengangguk ketika Sekar bertanya pendapatnya tentang rencana liburan mereka.

Ibu Maudy terkagum-kagum saat Maudy membawanya ke rumah yang akan mereka tempati setelah menikah. Maudy bahagia walau hubungannya dengan Ardan masih jalan di tempat. Ardan memang mengizinkan keluarganya tinggal serumah dengan mereka tapi Ardan sangat sulit didekati.

'Drttt drtt'

Maudy mengeluarkan ponselnya dan melihat nama Tuan Felix sebagai pengirim SMS. Jantung Maudy langsung berdetak tak karuan dan ia pun memilih meninggalkan ibu serta Nimas agar mereka tidak curiga dengan apa yang ia lakukan.

Tuan Felix : Tidak ada perkembangan dan rencana kamu masih jalan di tempat. Sudah waktunya kamu menggunakan tubuh dan kelihaian kamu untuk membuat Ardan bertekuk lutut. Hari ini waktu yang tepat untuk menggoda Ardan, datangi lapangan golf Mediterania siang ini. Jangan sampai gagal atau jangan salahkan saya kalau Nimas tahu kakaknya dulu adalah pelacur ternama. Nimas sangat mirip kamu dan jika saya menjualnya ke Madam Chloe … kamu tahu sendiri artinya apa.

"Sialan!" Maki Maudy.

"Mbak kenapa?" Tanya Nimas saat melihat Maudy mengutuk seseorang sambil melihat ponselnya. Maudy berusaha untuk tenang agar Nimas tidak curiga.

"Ah nggak, biasa sales kartu kredit," kilah Maudy. Untungnya Nimas tidak lagi bertanya dan Maudy mengambil kesempatan untuk pergi menjalankan rencananya menggoda Ardan. Ia rela tubuhnya dijamah Ardan daripada membiarkan Tuan Felix menjadikan Nimas sebagai pelacur.

Saat akan menunggu taxi, ada laki-laki asing mendekatinya. Laki-laki itu mengendarai mobil mewah keluaran terbaru. Awalnya Maudy mengacuhkan laki-laki itu tapi tatapan laki-laki itu membuatnya tidak nyaman.

"Maaf, saya dikirim Tuan Ardan untuk menyerahkan kunci ini," ujar laki-laki itu sambil menyerahkan kunci mobil ke tangan Maudy.

"Ini apa?" tanya Maudy.

"Mobil ini dikirim Tuan agar Nona tidak lagi memakai taxi jika ingin pergi, silakan naik." Laki-laki tadi membukakan pintu dan menyuruh Maudy untuk masuk.

"Terima kasih," balas Maudy sopan dan ia pun masuk ke dalam mobil ini dan langsung menuju suatu lapangan golf sesuai petunjuk yang diberikan Tuan Felix.

Setibanya di lapangan golf Maudy mengganti pakaiannya dengan pakaian olahraga yang menampilkan lekuk tubuhnya. Bagi Maudy hanya ini satu-satunya cara yang bisa ia lakukan untuk menggoda Ardan. Bukankah menggoda laki-laki cukup memanjakan matanya dengan keindahan dan kemolekan tubuh?

Satu bulan ini hubungan mereka sama sekali tidak menunjukkan tanda-tanda perubahan. Ardan seperti tidak tertarik saat Maudy bersikap seperti wanita baik-baik. Ardan seperti enggan mendekat dan membuat jarak di antara mereka.

Maudy mendekati Ardan yang sibuk memukul bola dengan stickgolfnya. "Awwww." Maudy pura-pura mengaduh kesakitan seolah bola tadi mengenai kepalanya. Ardan mengangkat kepalanya dan melihat ke arah Maudy. Ia melihat penampilan Maudy dari atas sampai ke bawah. Bukannya meminta maaf atau merasa bersalah Ardan memilih diam dan melewati Maudy begitu saja.

"Hey bisa nggak minta maaf!" teriak Maudy kesal. Ardan berhenti tepat di samping Maudy. wajahnya sangat berbeda kali ini aura sadis sangat jelas ketika Maudy berani menantang Ardan.

"Saya heran kenapa pemilik tempat ini membiarkan orang yang tidak berkepentingan untuk masuk secara bebas. Mulai bulan depan saya tidak akan pernah lagi menginjakkan kaki di sini," sindir Ardan. Maudy membuang napasnya sebelum membalas ucapan Ardan yang menyindirnya.

"Tentu saya punya kepentingan. Bukankah tempat ini bukan milik kamu? Memangnya ada peraturan yang mengatakan kalau saya dilarang bermain di sini, jangan merasa penting deh. Saya itu ke sini untuk latihan. Bukan untuk mengganggu kamu," balas Maudy seakan tidak takut dengan Ardan. Ardan langsung kesal dan memanggil Arjuna yang berdiri di belakangnya.

"Beli tempat ini berapa pun harganya dan pastikan nama dia dicoret dari daftar tamu yang boleh masuk." Maudy berusaha menahan tawanya melihat kekesalan Ardan setelah ia pancing dengan ucapan-ucapan menantang. Arjuna mengangguk lalu meninggalkan Ardan dan Maudy berdua.

Setelah Arjuna pergi. Ardan lalu menarik pinggang Maudy agar mendekatinya lalu berbisik pelan, "Apa tujuan kamu datang dengan pakaian seperti ini, kamu pikir saya akan tergoda? Dan kamu melupakan perintah saya, panggil saya Tuan." Maudy tertawa lalu melepaskan kedua tangan Ardan dari pinggangnya sambil menatap bola mata Ardan yang masih terlihat penuh amarah.

"Kamu cukup narsis juga ya. Ah iya Tuan. Aku tidak pernah mau menggoda siapa-siapa kecuali orang itu sendiri yang tergoda. Apa salahnya memakai baju seperti ini. Ini baju olahraga dan aku pakai di tempat olahraga. Tuan boleh dan wajar untuk marah jika aku memakai bikini di sini." Maudy sengaja memancing amarah Ardan dan biasanya setan akan merasuki tubuh Ardan dan Maudy bisa melanjutkan rencananya.

Ardan semakin emosi mendengar dan melihat Maudy berubah menjadi wanita pembangkang. Ia lalu menarik tangan Maudy dan membawanya naik menuju golf car. Senyum mengambang di wajah Maudy. Umpan sudah dimakan pancing dan Maudy tahu Ardan akan menghukumnya karena berani melawan.

"Tuan mau bawa aku ke mana?" tanya Maudy. Ardan diam dan melajukan golf car menuju area parkir mobilnya. Ia paling tidak suka dibantah dan melihat sikap Maudy yang berani membantahnya membuat Ardan ingin memberi sedikit hukuman.

Mobil Ardan berhenti di depan sebuah villa yang cukup megah. Maudy melepaskan seatbelt dan melirik ke arah Ardan yang masih diam membisu sepanjang perjalanan mereka dari Jakarta sampai ke daerah yang jarang ia kunjungi ini.

"Turun!" perintah Ardan dengan kasar sambil membuka pintu mobil. Maudy mengikuti perintah Ardan dan menunggu perintah selanjutnya. Maudy mengedarkan kedua matanya untuk melihat pemandangan berupa pohon-pohon. Suasana gelap dan sepi membuat bulu kuduknya bergedik ngeri dan bertanya-tanya apa maksud Ardan membawanya ke sini. Sedangkan besok acara pertunangan mereka dan semuanya bisa gagal jika Ardan menyekapnya di villa ini.

"Aku mau pulang. Besok pagi acara pertunangan kita. Jika Tuan ingin mengurungku lebih baik dilakukan setelah acara pertunangan." Ardan tetap diam dan menarik tangan Maudy masuk ke dalam villa miliknya.

Tok tok tok

Dalam hitungan menit vila yang kelam langsung berubah terang. Seorang laki-laki tua datang tergopoh-gopoh dengan membawa senter di tangannya.

"Tuan datang tanpa memberi tahu saya. Saya tidak sempat menyiapkan makanan untuk Tuan," ujar laki-laki tua itu ketakutan. Ardan mengabaikan laki-laki tua yang menyapanya tadi dan membanting pintu agar tidak ada yang mengganggu urusannya. Tangan kanannya masih memegang tangan Maudy sedangkan tangan kirinya mengunci pintu.

"Tuan mau apa?" tanya Maudy.

"Kita berdua tidak mungkin bercinta tanpa makan terlebih dahulu. Jadi cari apa pun yang bisa dimasak!" Ujar Ardan dengan kasar dan menyuruh Maudy menyiapkan makan malam. Maudy tahu tidak akan ada gunanya menolak keinginan Ardan. Dengan langkah gontai Maudy masuk ke dapur dan membuka kulkas. Ada beberapa butir telur dan sayuran yang masih segar. Sepertinya penjaga vila selalu mengisi kulkas ini meski pemiliknya entah kapan akan datang.

Meski pekerjaan dapur sudah sangat lama ia tinggalkan, tapi untuk masak ala kadarnya bukan masalah sulit. Maudy membuka tempat penanak nasi dan untungnya ada nasi. Tanpa banyak cerita ia mulai memasak telur ceplok dan tumis kangkung. Tidak butuh waktu lama akhirnya makan malam ala kadarnya selesai ia masak, Maudy lalu memanggil Ardan dengan malas. Mereka pun mulai menikmati sajian makan malam. Ardan tidak banyak bicara tapi piring yang berisi makanan yang dihidangkan Maudy langsung habis tak bersisa.

Setelah selesai makan, Ardan meninggalkan Maudy dan masuk ke sebuah kamar. Maudy meletakkan sendok dan garpunya dengan kasar sampai terdengar Ardan.

"Aku mau pulang!" teriak Maudy.

"Kita tidak akan pulang sebelum kamu memberi tahu saya apa tujuan kamu mendekati dan mau menikah dengan saya. Semua masa lalu dan jatidiri bisa kamu sembunyikan. Tapi saya bukan orang bodoh. Kamu …." Ardan memutar kembali tubuhnya dan berdiri di samping Maudy. Ia mendekatkan bibirnya di samping telinga Maudy. Aroma wangi khas buah-buahan tercium dari rambut Maudy dan Ardan mencoba membuat jantungnya berdetak dengan normal, "Kamu terlihat menggoda dan liar. Penampilan anggun kamu tampilkan untuk mengecoh saya," tuduh Ardan. Maudy memilih untuk tidak membalas tuduhan Ardan.

Next chapter