54 Penolong

Hanya Ardan satu-satunya orang yang bisa mengendalikan amarah Galih. Dengan bujukan Ardan akhirnya Galih berhenti mengeram dan mendesis marah ke Biyandra palsu. Galih akhirnya tertidur pulas di pelukan Ardan dan tidak mau Ardan jauh darinya.

"Sepertinya mereka akan sulit untuk dekat," ujar Arjuna setelah Ardan berhasil menidurkan Galih di kamar tamu. Ardan tertawa pelan dan mengelus pipi Galih. Sejak pertemuan di panti asuhan entah kenapa Ardan langsung terpikat dan jatuh hati apalagi setelah Ardan mendengar cerita bapak tua tentang kondisi Galih.

"Untuk menyatukan banyak anak di satu tempat memang susah tapi bukan hal yang mustahil. Lambat laun mereka akan dekat dan akhirnya menjadi saudara yang saling menyayangi. Galih itu punya cerita hidup sangat miris dan menyedihkan, anak sekecil dia mengalami penyiksaan fisik dan psikis oleh keluarganya," Ardan lalu membuka baju Galih dan menunjukkan bekas pukulan yang masih membekas di tubuh Galih.

Arjuna tak habis pikir ada manusia sekejam ini apalagi terhadap anak seusia Galih dan sangat wajar Galih sampai detik ini belum mengeluarkan suaranya, "Manusia-manusia kejam itu suatu saat nanti akan menerima hukuman dari Tuhan," Ardan setuju dan berjanji akan melindungi anak-anaknya dari manusia jahat di luar sana.

"Oh iya, saya lupa bertanya tentang rencana pernikahan kamu dan Nimas," tanya Ardan.

"Minggu depan kami akan melangsungkan akad nikah," jawab Arjuna.

"Syukurlah, oh iya sepertinya apartemen ini terlalu kecil untuk ditempati setelah kalian menikah. Sepertinya kita harus segera mencari rumah yang lebih besar, saya mau anak-anak bisa bermain di taman belakang,"

Arjuna mengangguk setuju dan mendukung rencana Ardan, "Saya mendukung semua keputusan yang Tuan ambil asal untuk kebaikan anak-anak Tuan. Masalah saya dan Nimas akan tinggal di mana setelah kami menikah tidak perlu Tuan khawatirkan, apartemen sebelah cukup Tuan beri sebagai hadiah pernikahan kami," Arjuna menggaruk kepalanya.

"Kami membutuhkan kalian untuk menjaga anak-anak terutama Galih. Dia butuh perhatian khusus dan saya takut hubungannya dengan Biyandra akan semakin membuatnya tertekan," pinta Ardan dengan wajah penuh harap. Arjuna merasa segan untuk menolak.

"Saya akan bicarakan lagi dengan Nimas dan masalah Ibu Marinka sebaiknya Tuan jangan terlalu percaya. Kita sama-sama tahu Ibu Marinka sangat culas dan licik, dia akan melakukan apa saja asal rencananya berhasil. Termasuk memperalat anak sekecil Biyandra," ujar Arjuna memberi peringatan.

"Saya tahu dan saya tidak akan membiarkan Ibu memperalat Biyandra. Yana, Biyandra, Galih dan Alleia akan tumbuh menjadi manusia baik dan berhati mulia. Saya tidak akan membiarkan manusia seperti Ibu mendekati mereka," butuh waktu menyatukan empat anak untuk bisa saling menyayangi selayaknya saudara kandung dan Ardan tertantang melakukan itu demi keutuhan dan ketenangan rumah tangganya.

"Kamu serius aku tidur di sini?" tanya Ardan saat Sekar melarangnya tidur di ranjang dan menunjuk kasur lipat dan sebuah bantal yang sudah tersusun rapi di lantai. Sekar mengangguk dan menarik selimut untuk menutupi tubuhnya.

"Aku belum bisa menerima kamu 100 % sebelum kamu merasakan apa yang aku rasakan saat kamu jahat sama aku," balas Sekar.

Ardan membuang napasnya dan tidak membantah perintah Sekar. Tidur di lantai lebih bagus daripada tidur berjauhan dari Sekar. Ardan langsung membaringkan badannya dan meletakkan kedua tangannya di bawah kepalanya, Ardan menatap lampu yang masih hidup.

"Besok aku akan melakukan tes DNA," ujar Ardan pelan.

Sekar sedikit tersinggung mendengar perkataan Ardan tentang tes DNA. Sekar membuka selimutnya dan melihat Ardan dengan tatapan marah, "Kamu meragukan Biyandra?" tanya Sekar dengan nada tinggi. Tangannya mencengkram ujung selimut dan meremasnya dengan sepenuh tenaga.

"Bukan, aku tidak pernah meragukan kalau Biyandra itu adalah anak kandungku. Hanya saja anak itu datang bersama Ibu dan kamu tahu sendiri Ibu itu orang yang sangat culas dan bermuka dua. Tidak ada yang tahu apa rencananya dan kenapa anak itu bersama dia," balas Ardan dengan mimik serius.

Sekar mengamini ucapan Ardan yang ada benarnya. Dulu ia menyerahkan Biyandra untuk diasuh Kayla dan kenapa sekarang Biyandra ada di tangan Ibu Marinka.

"Aku … takut kalau ternyata anak itu bukan anak kita," ujar Sekar dengan wajah panik. Sejak memeluk Biyandra tadi entah kenapa Sekar tidak ingin berpisah lagi dengan anaknya itu dan ia sedikit takut jika hasil tes DNA menunjukkan kalau anak itu bukan anaknya.

"Andai anak itu bukan anak kita, aku akan pastikan Ibu membayar semua perbuatan kejinya dan aku janji akan mencari Biyandra sampai ketemu." Ardan berusaha menenangkan Sekar. Sekar kembali berbaring dan mencoba untuk tidur, sejak Ardan pergi Sekar baru bisa tidur setelah pagi menjelang dan kali ini ia ingin tidur lebih cepat.

Esok paginya,

Teriakan dan geraman terdengar dari kamar tamu. Galih dan Biyandra palsu kembali bertengkar dan Yana berusaha melerai mereka. Sekar yang sudah bangun langsung masuk ke dalam kamar dan melihat kamar tamu berantakan seperti kapal pecah.

"Ya ampun kalian bertengkar lagi?" tanya Sekar sambil melihat ke arah Galih dan Biyandra palsu, tidak ada yang menjawab hanya ada geraman dari mulut Galih. Sekar melihat Galih sekilas lalu melihat beralih ke Biyandra palsu.

"Ibu sudah bilang kalau sebagai saudara itu kita harus saling menyayangi dan nggak boleh bertengkar dengan alasan apapun. Kali ini Ibu tidak akan membela Galih ataupun Biyandra. Kalian sama-sama salah dan Ibu akan menghukum kalian, Ibu akan menyita buku gambar Galih dan Biyandra nggak boleh keluar kamar sampai kalian berdamai dan janji tidak akan bertengkar lagi," Sekar mengambil buku gambar kesayangan Galih dan membawanya keluar. Galih tidak lagi mengeram tapi meneteskan airmatanya sedangkan Biyandra hanya bisa memanyunkan bibirnya.

Sekar lalu kembali ke kamar dan melihat Ardan masih tidur dengan nyenyak. Sekar penasaran gambar apa yang dibuat Galih, satu persatu lembar buku itu ia buka dan gambar terakhir yang dibuat Galih cukup menarik perhatian Sekar. Gambar sebuah rumah dan penghuninya. Dua orang dewasa dan tiga anak saling berpegang tangan.

"Mereka bertengkar lagi?" tanya Ardan saat melihat Sekar sudah berdiri di depan pintu sambil memegang buku gambar Galih.

"Sepertinya pagi kita akan penuh warna dengan pertengkaran anak-anak. Galih sangat mudah tersinggung dan Biyandra cukup nakal untuk mengganggu anak itu. Aku penasaran kenapa sampai detik ini aku belum mendengar satu patah kata pun keluar dari mulut Galih," Sekar lalu duduk di ranjang dan menunggu Ardan menceritakan tentang diri Galih.

"Anak sekecil itu pernah mengalami kekerasan dalam rumah tangga. Menurut pemilik panti, anak itu dia selamatkan dari tangan keluarganya yang suka menganiaya. Kamu bisa lihat tubuhnya terdapat banyak bekas pukulan, cakaran, dan sudutan rokok. Aku tidak tega melihatnya dan memutuskan mengadopsinya," balas Ardan. Hati Sekar langsung sakit mendengar cerita itu, entah kenapa ia bersyukur Biyandra palsu tidak mengalami nasib yang sama dengan Galih.

"Kita harus menyembuhkannya," sambung Ardan. Sekar setuju dan berjanji akan membuat Galih sama seperti anak lainnya. Tersenyum dan bisa bicara bukannya mengeram dan diam dengan dunianya sendiri.

Melihat Sekar mulai melunak Ardan lalu berdiri dan mendekati Sekar, "Aku kangen kamu," bisik Ardan sambil memeluk Sekar. Sekar lalu mendorong Ardan agar menjauh darinya.

"Siapa yang mengizinkan kamu memeluk aku," tanya Sekar dengan wajah angkuh.

"Aku pikir kita sudah damai," jawab Ardan dengan wajah kecewa.

"Ngayal! Aku tidak sudi kamu memeluk aku segampang ini," sambung Sekar masih dengan wajah angkuhnya.

"Jadi kamu mau dipaksa?" Ardan mencoba sekali lagi memeluk Sekar. Kali ini dengan paksaan dan Sekar hanya bisa meronta lalu memaki Ardan.

"Katanya nggak sudi aku peluk segampang itu dan aku peluk dengan cara paksa pun kamu masih marah. Aku bingung mau kamu apa sih?" tanya Ardan frustasi. Sekar menantang Ardan dengn mengangkat wajahnya tinggi-tinggi.

"Kamu baru boleh peluk aku jika berhasil mendamaikan Galih dan Biyandra, kalau mereka tidak bisa berdamai ya tanggung sendiri resikonya." Sekar lalu berdiri dan masuk ke kamar mandi lalu ia tertawa setelah melihat wajah menderita Ardan. Mendamaikan Galih dan Biyandra cukup makan waktu dan juga tenaga.

"Satu minggu lagi hasil tes DNA itu keluar dan aku harap sampai hasil itu keluar Ibu jangan pernah muncul di sini lagi, aku tidak mau Ibu bawa dampak buruk untuk anak-anakku," sindir Ardan tajam dan langsung mengena di hati Ibu Marinka. Ibu Marinka tersenyum walau sangat terlihat penuh kepalsuan.

"Kenapa kamu membenci Ibu? Kamu selalu berburuk sangka,"

"Kita lihat saja setelah hasil itu keluar, aku akan menyuruh anak tolol itu mengeruk semua harta kamu. Lihat saja Ardan!" gerutu Ibu Marinka dalam hati.

"Ibu pikir aku tidak tahu apa saja perbuatan jahat Ibu? Perlu aku sebutkan satu persatu agar Ibu ingat apa saja rencana jahat Ibu?" tanya Ardan dengan geram. Ia sudah berusaha melupakan tentang Maudy tapi hari ini emosinya semakin tersulut melihat wajah munafik Ibu Marinka.

"Ibu tidak pernah melakukan apa-apa," jawab Ibu Marinka.

"Ibu masih mengelak? Maudy! Mbak Renata! Dan semua kejahatan Ibu sudah terbongkar. Berhentilah berbuat dosa dan bertobatlah," Sekar berusaha menenangkan emosi Ardan yang kian meninggi.

"Maudy? Renata? Ya ampun Ardan … bukan Ibu yang melakukan itu semua tapi Felix. Semua itu rencana dia dan kamu menuduh Ibu melakukan perbuatan keji itu," Ibu Marinka menghapus air mata buayanya agar Ardan tertipu.

"Berhentilah menyalahkan orang lain. Ibu dan Paman Felix sama saja, kalian berdua manusia-manusia tamak dan rela melakukan hal melawan hukum untuk mendapatkan apa yang kalian inginkan tapi aku …"

Ardan melihat tiga orang berpakaian polisi berdiri di belakang Ibu Marinka. Ibu Marinka membalikkan badannya dan kaget melihat polisi berdiri di belakangnya.

"Ibu Marinka Mahesa?" tanya salah satu polisi.

"Iya, saya Marinka Mahesa dan kenapa kalian mencari saya?" tanya Ibu Marinka. Sekar mendekati Ardan, Ardan menggenggam tangan Sekar dan melihat apa tujuan polisi mencari Ibu Marinka.

"Ibu kenal Kayla Hanafi dan Felix Agusto?"

"Kayla? Kayla itu yang mengasuh Biyandra," bisik Sekar di telinga Ardan.

"Saya tidak kenal Kayla dan Felix itu adik saya," Ibu Marinka masih mencoba untuk tetap tenang walau jantungnya berdetak tak karuan. Banyak pertanyaan di benaknya kenapa polisi mencarinya dan bertanya tentang dua orang yang sudah ia singkirkan dari muka bumi ini.

"Ibu kami tangkap karena menjadi otak pembunuh Kayla Hanafi dan melakukan percobaan pembunuhan Felix Agusto," ujar polisi sambil menunjukkan surat penangkapan. Ibu Marinka langsung shock dan berusaha untuk lari tapi polisi lebih sigap dan menangkap Ibu Marinka.

"Ya Tuhan!" Sekar dan Ardan tidak menyangka Ibu Marinka sampai sejauh itu demi ketamakannya.

"Felix sudah mati!" teriak Ibu Marinka mencoba membela diri. Polisi langsung membawa Ibu Marinka ke kantor polisi untuk membayar semua perbuatannya, tidak ada yang tahu kalau Tuan Felix ternyata masih hidup dan salah satu anak buahnya berhasil mengeluarkan Tuan Felix dari peti mati. Tuan Felix sadar Ibu Marinka semakin berbahaya dan memutuskan menyerahkan diri ke polisi dan menceritakan semua kejahatan Ibu Marinka.

"Kalian pikir bisa hidup tenang setelah membuatku di penjara. Lihat saja! Biyandra akan membalas semua dendamku! Biyandra akan menghancurkan kalian!"rutuk Ibu Marinka dalam hati.

avataravatar
Next chapter