49 Mati

Malam itu,

Di sudut ruangan berdiri Ardan yang tak berhenti menatap Maudy tajam. Sapaan dari beberapa tamu ia acuhkan dan sibuk menuangkan minuman beralkohol ke dalam gelasnya. Ardan mencoba mengingat lagi kejadian tadi malam walau berakhir dengan kepalanya kembali berdenyut sakit akibat pengaruh minuman tadi. Hati kecilnya sulit percaya jika ia telah meniduri Maudy meski bukti terlihat nyata.

Hati kecilnya sulit percaya jika ia melakukan hal itu tanpa sadar. Entah sudah berapa banyak botol minum kosong berserakan di dekatnya berdiri tapi jawaban itu masih belum terjawab. Otaknya masih belum bisa merangkai kejadian yang sebenarnya.

"Ahhhh, wanita yang tadi aku kurung kenapa aku baru ingat ya. Seharusnya hukuman itu sudah membuatnya kapok dan tidak akan pernah berani melawanku lagi," tiba-tiba Ardan teringat akan wanita yang dikurungnya. Ardan lalu meninggalkan aula dengan tubuh sempoyongan sambil memegang botol whisky yang masih terisi penuh, saat akan menuju gudang belakang tanpa sengaja Ardan mendengar perbincangan dua pria tua yang juga tamu acara pertunangannya.

Awalnya Ardan tidak peduli dengan apa yang mereka bincangkan tapi setelah mereka menyebut nama Maudy barulah Ardan memutuskan bersembunyi di balik dinding untuk mendengar pembicaraan mereka.

"Tuan serius kalau calon istri Ardan Mahesa bernama asli Bianca Rose?" Ardan diam dan tatapannya langsung tajam. Setiap kata ia dengar dan simpan dalam hati dan diselingi dengan tegukan whisky di mulutnya.

"Iya, awalnya saya tidak percaya tapi saya ingat betul bentuk dan rupa Bianca Rose walau dia memakai barang mewah atau bersikap seperti wanita terhormat. Sekali pelacur tetaplah pelacur, wanita itu pelacur mahal dan dulu saya pernah menidurinya," balas laki-laki satunya.

Ardan shock saat tahu kalau ternyata Maudy tidak sebaik dan sesuci yang ia kira. Ardan sangat-sangat marah dan merasa tertipu, Ardan menghabiskan whisky-nya dalam sekali teguk. Emosinya tidak bisa dikontrol dan ia rela membunuh atau menyakiti siapapun saat ini juga.

Dua laki-laki itu pun meninggalkan acara pertunangan tanpa sadar kalau Ardan sudah mendengar apa yang mereka bincangkan.

"Tolonggggggggg! Siapapun yang di luar sana. Tolongggggg! Saya dikurung di sini!" teriakan Sekar terdengar oleh Ardan. Ardan membuang botol whisky ke tanah dan berjalan menuju arah gudang dengan tubuh semakin sempoyongan. Amarah semakin membuat Ardan gelap mata dan seperti biasa Ardan butuh pelampiasan untuk mengurangi rasa kesal di hatinya dan setelah itu ia akan membatalkan pertunangan penuh kebohongan ini.

Ardan membuka kunci pintu gudang dan untungnya bagian belakang restoran tidak ada lampu dan Sekar tidak bisa melihat siapa yang membuka pintu gudang karena hari semakin gelap. Sekar lalu berdiri dan ingin mengucapkan terima kasih.

"Syukurlah masih ada yang mau membantu saya," ucap Sekar dengan senang. Ardan memilih diam dan tidak membalas ucapan terima kasih Sekar. Ardan merasa semua wanita sama, akan baik saat ada maunya dan ia benci dipermainkan.

Ardan perlahan demi perlahan masuk dengan langkah sempoyongan. Sekar mencoba melihat siapa laki-laki yang menolongnya itu tapi gelapnya malam membuat Sekar tidak bisa melihat dengan jelas wajah penolongnya.

"Sekali lagi saya ucapkan terima kasih atas bantuannya walau saya tidak bisa melihat wajah Tuan dengan jelas tapi saya yakin Tuan orang yang baik," Sekar mencoba untuk melewati Ardan tapi langkahnya terhalang karena Ardan tidak ingin kehilangan Sekar.

"Tolong lepaskan saya. Saya sangat lelah dan ingin keluar dari neraka ini." Sekar mencoba melewati Ardan sekali lagi. Sayang tenaganya kalah walau Ardan dalam keadaan setengah sadar. Ardan menahan tubuh Sekar dengan tangannya lalu mendorong Sekar agar masuk kembali ke dalam gudang.

Ardan semakin masuk ke dalam gudang dengan langkah sempoyongan akibat pengaruh minuman keras. Ia lalu menutup pintu gudang dengan kasar dan tanpa suara. Sekar terhenyak dan rasa takut membuatnya mundur beberapa langkah.

"Jangan mendekat!" teriak Sekar dengan suara serak sambil melempar apapun yang ada di sampingnya namun Ardan idak mendengar dan tetap mendekati Sekar. Langkah Sekar berhenti saat tubuhnya menyentuh dinding gudang yang dingin. Sekar menangis dan seluruh tubuhnya bergetar saat Ardan menyentuh pipinya. Suaranya habis untuk meminta pertolongan agar bisa lepas dari bajingan yang disangka dewa penolong ternyata bajingan jahat.

Suara musik yang menggema keras dari ruang VVIP membuat tidak ada satu orang pun mendengar teriakan Sekar saat Ardan mulai menyentuh tubuh Sekar, melucuti semua bajunya, dan akhirnya memerkosanya dengan kasar dan penuh nafsu. Kata-kata ampun dan sumpah serapah dari mulut Sekar tidak sedikit pun membuat Ardan menghentikan perbuatan kejinya.

Sekar terluka fisik dan hatinya. Airmata tidak cukup mengobati betapa kejamnya Ardan menjamah tubuhnya tanpa ampun.

Beberapa jam kemudian.

"Bodoh! Apa yang aku lakukan!" Ardan mengutuk perbuatan gilanya. Setan berhasil membuatnya menjadi bajingan dan membalas perbuatan Maudy dengan menghukum wanita yang tidak tahu apa-apa. Ardan lalu bangkit dan melihat Sekar dalam kondisi setengah tidak sadar, ditambah Sekar mengalami pendarahan akut semakin membuat Ardan merasa bersalah. Ardan lalu memasang bajunya kembali dan berniat memanggil bantuan agar membawa Sekar ke rumah sakit dan bersedia menerima hukuman atas perbuatan bejatnya.

Jalan Ardan semakin sempoyongan, hingga akhirnya ia jatuh dan kepalanya terbentur cukup keras. Ardan tidak sadarkan diri dan melupakan perbuatan kejinya termasuk melupakan kenyataan tentang Maudy.

Sekar masih tidak percaya dengan apa yang barusan Ardan ceritakan. Baru beberapa jam yang lalu hubungannya dengan Ardan membaik dan ia sudah melupakan rasa benci dan dendamnya tapi sekarang Ardan kembali membuatnya marah dengan kenyataan kalau bajingan yang memerkosanya dengan keji dan biadab adalah orang yang baru saja membawanya terbang ke awang-awang.

"Kamu bohong, kan?" tanya Sekar berurai airmata.

"Aku ..." Ardan menundukkan kepalanya. Sebenarnya ia bisa diam dan menutupi rapat rahasia itu tapi Ardan tidak mau. Seberapa besarpun usahanya menutupi rahasia, suatu saat Sekar pasti tahu karena tidak ada rahasia yang kekal dan abadi.

Sekar menggelengkan kepalanya dan berusaha untuk mengingat kejadian malam itu.

"Yang tahu aku ada di gudang itu cuma kamu, karena kamu yang mengurungku dan bajingan itu masuk saat pesta masih berlangsung. Ya Tuhan," Sekar menutup mulutnya. Ardan cuma bisa mengangguk dan meneteskan airmatanya.

"Ka ... kamu ..." untuk semakin meyakinkan dirinya kalau Ardan lah pelakunya, Sekar mendekati Ardan lalu membuka kimono handuk yang terpasang di tubuh Ardan. Mata Sekar mencari tattoo kecil yang sempat ia lihat saat kejadian itu dan ia melihat dengan jelas tattoo itu sama persis dengan tattoo yang selama ini menghantui dirinya. 

Sekar mundur dengan tubuh bergetar. Kakinya lemah dan hatinya hancur berkeping-keping, tangisan Alleia tidak diacuhkannya. Emosi dan amarah membuat Sekar ingin membunuh Ardan dengan tangannya.

"Ka ... kamu ... bajingan itu? Bajingan yang merusak hidupku?" tanya Sekar sekali lagi dengan nada tinggi. Tangannya mengepal seakan ingin memukul Ardan sampai mati.

Ardan mengangguk dan berteriak sekencang mungkin. Tidak ada yang tahu betapa Ardan menyesali semua tingkahnya, tidak ada yang tahu kalau Ardan muak dengan hidupnya, tidak ada yang tahu kalau Ardan hancur melihat tatapan benci Sekar kepadanya.

"Jahat," maki Sekar dengan tatapan benci.

"Maaf ... maaf,"

"Aku tidak akan pernah memaafkan kamu, bajingan!" Sekar menghapus airmatanya dan mengambil Alleia dari box-nya. Alleia masih menangis dan tidak mau diam meski Sekar berusaha menenangkannya.

"Maaf ..." Ardan berusaha memeluk Sekar dan Alleia tapi Sekar langsung mendorong Ardan sampai terjatuh.

"JANGAN PERNAH SENTUH AKU DENGAN TANGANMU, AKU JIJIK ... PERGI! DAN JANGAN PERNAH TUNJUKKAN WAJAHMU LAGI ATAU AKU AKAN MEMBUNUHMU BAJINGAN!" teriak Sekar semakin histeris.

Ardan semakin terluka mendengar penolakan Sekar. Ardan menjambak rambutnya dan memukul dirinya sendiri.

"Aku memang bajingan! Aku tak pantas dicintai oleh siapapun. Ibu kandungku meninggalkan aku, wanita yang aku cintai ternyata seorang pelacur dengan tujuan mengeruk hartaku, dan sekarang saat aku ingin bahagia Tuhan masih mengujiku dengan kenyataan kalau aku bajingan yang dulu tega memerkosa wanita sebaik kamu," seumur hidup baru kini Ardan merasa hidupnya hancur berkeping-keping. Rasa percaya diri dan keangkuhan hilang seketika dan berganti rasa muak akan hidup dan dirinya.

Ardan lalu berdiri dan menghapus airmatanya. Tidak ada lagi pembelaan karena ia memang bersalah. Ardan mendekati Sekar walau Sekar berusaha mendorongnya sekali lagi tapi ia tidak menyerah dan mencium pucuk kepala Alleia untuk terakhir kalinya. Airmata Ardan sekali lagi tumpah, Alleia berusaha menjangkau Ardan dan menangis sangat keras saat Ardan membalikkan badannya dan meninggalkan kamar dengan hati hancur.

"Tuan," sapa Arjuna.

"Kalian berdua sudah tahu?" tanya Ardan. Arjuna dan Nimas mengangguk, mereka siap jika Ardan marah dan memaki mereka tapi reaksi Ardan tidak sesuai dengan pemikiran mereka.

Ardan berlalu dan keluar dari apartemen hanya memakai kimono handuk yang berantakan. Tatapan matanya kosong dan bau alkohol semakin membuat kondisi Ardan memprihatinkan.

"Apa yang harus kita lakukan?" tanya Nimas panik.

"Rahasia itu akhirnya terbongkar," ujar Arjuna setelah ia mendengar pertengkaran Ardan dan Sekar. Sekuat apapun ia berusaha menutupi rahasia itu, suatu saat akan terbongkar juga dan Arjuna yakin hanya menunggu waktu saja pernikahan Ardan dan Sekar hancur tak bersisa.

"Ini yang aku takutkan. Kamu lihat bagaimana wajah Tuan? Aku yakin saat ini Tuan membenci dirinya sendiri,"

"Aku takut Mas Ardan melakukan hal gila," ujar Nimas sambil memegang tangan Arjuna, "Dan aku mencium bau alkohol dari tubuhnya, aku takut ..." sambung Nimas. Nimas takut Ardan menyakiti dirinya sendiri.

"Aku akan coba hentikan, kamu jangan biarkan Nyonya Sekar pergi. Jaga dia sampai kami kembali, oke?" Nimas mengangguk dan melihat Arjuna bergegas mengejar Ardan dengan mobil miliknya.

Sepuluh menit kemudian,

Sekar membuka pintu dan membuang semua barang Ardan keluar tanpa terkecuali sebelum menutup kembali kamarnya. Sekar menangis histeris dan memukul dadanya yang sesak. Sekar hancur dan terluka setelah tahu laki-laki itu ternyata selama ini dekat dengannya. Bagi Sekar lebih baik tahu kalau yang memerkosanya adalah orang lain bukannya Ardan dan gilanya Sekar saat ini sangat mencintai laki-laki itu. Cinta dan benci memang sangat tipis, meski benci tapi di sudut hati Sekar masih ada rasa cinta di hatinya.

Ardan mengemudikan mobilnya tanpa tujuan pasti. Matanya kosong dan semangat hidupnya hilang setelah Sekar mengusir dan membencinya. Ardan muak dengan hidupnya, Ardan muak dengan kesialan demi kesialan yang ia tanggung karena kebodohannya. Ardan sengaja mengemudikan mobilnya dengan ugal-ugalan dengan satu tujuan.

avataravatar
Next chapter