29 Kumur - Kumur Yang Benar

"Satu bulan … satu bulan kita mencari kartu AS itu tapi sampai detik ini kamu belum bisa menemukan keberadaannya. Sampai kapan Mbak harus terus mempercayai kamu jika hasilnya tidak pernah sesuai keinginan Mbak," Ibu Marinka murka setelah Tuan Felix tidak kunjung memberinya kabar tentang keberadaan kartu AS yang akan melancarkan aksinya.

"Ma … maaf Mbak, aku sudah berusaha mencarinya tapi …."

Prankkkkkkk

Ibu Marinka meluapkan emosinya dengan menghancurkan gelas-gelas kesayangannya yang di pajang di atas meja kerjanya.

"Haruskah Mbak turun tangan langsung?" tanya Ibu Marinka dengan geram. Tuan Felix mengangkat jari telunjuk kanannya. Wajahnya mengiba dan berharap Ibu Marinka masih bisa memberinya satu kesempatan lagi.

"Beri aku satu kesempatan lagi dan aku janji kali ini aku tidak akan menyia-nyiakan kesempatan terakhir yang Mbak beri. Aku akan menemukan kartu AS kita bagaimana pun caranya," Tuan Felix mencoba membujuk Ibu Marinka untuk memberinya satu kesempatan terakhir.

Beberapa hari yang lalu jejak Sekar berhasil terendus anak buahnya. Mereka ada di kota yang sama dan sialnya saat Tuan Felix ingin bertemu salah satu pegawai tempat Sekar kerja memberitahunya tentang keberadaan Sekar yang hilang bak ditelan bumi. Tuan Felix tidak patah semangat dan meminta anak buahnya mencari Kayla, perawat yang dulu menjaga Sekar.

"Satu … hanya satu kali ini Mbak memberi kamu kesempatan terakhir dan dalam satu bulan ini kamu tidak kunjung menemukan dia …." Ibu Marinka mendekati Tuan Felix dan memegang dagunya, "Mbak akan menendang kamu dan bersiaplah hidup dalam kemiskinan," sambungnya dengan wajah serius.

"Ba … baik Mbak," jawab Tuan Felix terbata-bata.

Brakkkkkk

Ibu Marinka dan Tuan Felix kaget melihat Renata sedang berdiri di depan pintu dengan wajah geram dan muak. Wajah Ibu Marinka pucat dan shock, ia takut Renata mendengar pembicaraannya dengan Tuan Felix tadi.

"Sudah cukup … sudah cukup Mami melakukan hal mengerikan seperti ini. Aku sudah tahu semua rencana busuk yang sedang Mami susun bersama Paman. Aku pikir Mami tulus menyayangi Ardan dan bisa menerimanya sebagai anak, tapi nyatanya … nyatanya Mami sama jahatnya dengan ibu-ibu tiri lainnya," airmata Renata tidak bisa terbendung lagi dan akhirnya jatuh membasahi pipinya. Renata muak dengan ketamakan ibunya dan menghalalkan berbagai cara untuk mengambil harta milik Ardan.

"Re … Renata, apa yang kamu dengar …." Balas Ibu Marinka dengan terbata-bata.

Entah kenapa Renata reflek menghidupkan alat perekam yang ada di ponselnya untuk merekam pembicaraan mereka.

"Aku tidak tuli Mi. Aku dengar semuanya, Mami pikir aku akan diam saja Mami mengambil hak Ardan? Aku akan memberitahunya kalau ternyata orang-orang yang ada di sampingnya adalah ular berbisa ... mungkinkah Maudy termasuk dalam rencana kalian untuk mengeruk harta Ardan?" tebak Renata mengingat Tuan Felix-lah yang mengenalkan mereka.

Ibu Marinka dan Tuan Felix saling memandang dan Renata tertawa miris karena tebakannya benar. Firasatnya sejak bertemu Maudy ternyata ada benarnya. Maudy diperalat ibu serta pamannya untuk memuluskan rencana jahat mereka.

"Kalian keterlaluan! Tega sekali menggunakan wanita itu untuk memperdaya Ardan!" Renata geram.

"Fiuhhhhhhh, sepertinya Mami harus membuka topeng yang selama ini Mami kenakan. Menjadi ibu tiri baik sangat menyebalkan. Ya, apa yang kamu bilang tadi adalah kebenarannya. Mami menyuruh pelacur itu mendekati Ardan untuk mengeruk semua hartanya," jawab Ibu Marinka sambil menuangkan whisky ke dalam gelasnya.

Renata menutup mulutnya, "Pelacur? Maudy pelacur?" tanya Renata.

"Ya, namanya Bianca Rose. Pelacur ternama dan Paman Felix membayarnya sangat mahal untuk menggoda dan merayu Ardan. Semua aman dan terkendali, wanita itu bisa dijinakkan dan mengikuti semua rencana kami tapi setelah mereka menikah semuanya berubah. Wanita itu lupa darimana asalnya. Dia bertingkah selayaknya nyonya besar dan sok suci. Dia juga melupakan tugas yang kami beri dan Mami paling tidak suka dengan pengkhianat," Ibu Marinka meneguk sampai habis whisky dari gelas.

"Ya Tuhan!" Renata menutup mulutnya, "Jangan bilang kecelakaan dan kematian Maudy ada hubungannya dengan kalian?" tebak Renata lagi. Ibu Marinka mengangguk dan kembali menuangkan whisky ke dalam gelasnya.

Gelas itu Ibu Marinka ingin serahkan ke tangan Tuan Felix, "Paman Felix memberi pelajaran kepada pengkhianat itu dan … boom," Ibu Marinka sengaja melepaskan tangannya hingga gelas itu jatuh ke lantai dan pecah berkeping-keping.

"Pengkhianat itu mati mengenaskan dan beruntungnya saat itu ada laki-laki bodoh berada di tempat dan waktu yang salah," Renata menggelengkan kepalanya dan mundur selangkah demi selangkah.

"Ka … kalian tidak saja serakah dan tamak tapi juga pembunuh!" takut keselamatannya terancam. Renata mematikan alat perekam di ponselnya dan berencana mengirimkan rekaman itu ke email Ardan.

"Ardan harus tahu tentang Maudy dan penyebab kematiannya. Wanita itu tidak pantas mendapat cinta tulus dari Ardan," ujar Renata dalam hati.

"Tahu apa kamu tentang kami, hah!" teriak Ibu Marinka dan berjalan mendekati Renata perlahan demi perlahan.

"Mami kejam dan tidak punya hati. Aku tidak menyangka Mami akan bertindak sejauh ini, hentikan semua ini atau aku akan lapor Ardan atau pihak kepolisian," ancam Renata. Ibu Marinka mengambil pisau pembuka amplop dari mejanya dan berniat mengancam Renata untuk tetap tutup mulut.

Takut keselamatannya semakin terancam, Renata memutuskan untuk lari dari kejaran Ibu Marinka dan sialnya beberapa pengawal Tuan Felix sudah mengepungnya.

"Ya Tuhan, apa yang harus aku lakukan. Mami akan membunuhku!" ujar Renata dalam hati. Ibu Marinka tersenyum dan merasa senang buruannya sudah masuk ke dalam perangkapnya. Takut Renata membuka mulut membuat Ibu Marinka terpaksa membuat rencana baru.

"Mami tidak akan membunuh kamu. Kamu anak kandung Mami, mana mungkin Mami membunuh anak kandung Mami sendiri. Mami hanya akan mengurung kamu di rumah sakit jiwa dan jika pun Ardan sampai tahu semua rencana kami dari mulut kamu. Mami akan cuci otaknya kalau semua itu hanya bualan pasien rumah sakit jiwa," ujar Ibu Marinka.

Renata menggelengkan kepalanya beberapa kali dan berharap ada seseorang bisa membantunya keluar dari ketegangan dan jebakan maminya.

"Permisi," ketukan dari luar membuat beberapa pengawal Tuan Felix lengah dan Renata mengambil kesempatan untuk lari. Renata lari dan tidak peduli saat ia menabrak orang yang tadi membantunya lepas dari kepungan anak buah Tuan Felix.

"SIAL! ANAK ITU LARI! CEPAT TANGKAP," ujar Ibu Marinka kesal dan anak buah Tuan Felix langsung mengejar Renata yang lari meninggalkan restoran Ibu Marinka untuk menyelamatkan diri.

"Bisa kita bicara?" langkah Ibu Marinka terhenti saat melihat Pasha sedang berdiri di depannya.

"Nanti saja," tolak Ibu Marinka. Menangkap dan mengejar Renata lebih penting dibandingkan bicara dengan mantan koki yang dulu sempat bekerja untuknya.

"Saya ingin kembali kerja di sini," ujar Pasha. Ibu Marinka menghentikan langkahnya, tiga tahun yang lalu tiba-tiba Pasha mengundurkan diri dengan alasan ingin bertualang mengelilingi Indonesia untuk mencari seseorang dan sekarang ia ingin kembali kerja lagi.

"Kerja?" tanya Ibu Marinka.

"Iya, saya tahu mungkin ibu kesal melihat saya setelah kejadian tiga tahun yang lalu."

"Kenapa kamu berubah pikiran?" tanya Ibu Marinka.

"Aku harus kerja di sini … suatu saat Sekar pasti datang untuk mencari tahu kejadian malam itu," ujar Pasha dalam hati. Semua tempat sudah Pasha datangi dan kunjungi untuk mencari Sekar atau pun Kayla. Anehnya mereka berdua sama-sama menghilang tanpa tahu ke mana mereka pergi.

"Saya hanya ingin bekerja di sini tanpa alasan lain. Saya harap ibu bisa menerima saya sebagai koki di sini lagi," ujar Pasha tanpa memberi tahu alasan sebenarnya. Ibu Marinka tertarik mendengar permintaan Pasha. Sejak Pasha berhenti perlahan demi perlahan langganannya menghilang dan restoran ini sepi. Mungkin hanya menunggu waktu saja untuk gulung tikar. Ibu Marinka membuang napasnya dan akhirnya mengangguk setuju.

"Baiklah, mulai besok kamu bisa kerja lagi di restoran ini dan kembalikan ketenaran restoran ini seperti dulu,"

Pasha mengangguk dan mengucapkan terima kasih. Sekarang ia hanya bisa menunggu takdir mempertemukan dirinya dengan Sekar atau Kayla dan juga anaknya.

Renata berhasil lari dan bersembunyi di belakang mobil yang terparkir di depan restoran. Napasnya tersengal-sengal dan sesekali ia mengintip keadaan untuk memastikan pengawal Tuan Felix tidak melihat keberadaannya.

Renata mengeluarkan ponselnya dan dengan tangan bergetar mencari rekaman yang tadi ia buat. Takut sesuatu hal buruk menimpanya membuat Renata mengirim rekaman itu ke email Ardan.

"Mbak mohon buka email kamu!" Renata berharap hari ini Ardan membuka emailnya. Puluhan email sudah dikirimnya dan tidak adan satu pun balasan. Setelah mengirim email tiba-tiba mulut Renata dibekap anak buah Tuan Felix. Rontaan Renata perlahan demi perlahan semakin berkurang. Pengaruh obat bius membuat Renata pingsan dan tidak sadarkan diri. Ponsel tadi jatuh dan tertinggal di dekat Renata bersembunyi tadi.

Tuan Felix menyuruh anak buahnya membawa Renata menjauh dari restoran dan menunggu langkah selanjutnya.

Di tempat lain

"Ini laptop Tuan," ujar Sekar. Ardan mengambil laptop dari tangan Sekar dan membukanya. Hari ini rencananya Ardan ingin memeriksa emailnya setelah tiga bulan ini ia sama sekali tidak pernah menyentuh laptopnya lagi.

Sekar masih berdiri di dekar Ardan untuk mengintip password laptop itu dan berencana meminta pertolongan melalui email. Ardan tahu maksud dan tujuan Sekar masih berdiri di sampingnya langsung memutar kepalanya.

"Apa lihat-lihat!"

"Ih siapa juga yang mau lihat Tuan, penting gitu?" gerutu Sekar dengan pelan agar Ardan tidak mendengar gerutuannya.

"Kamu ngomelin saya?" ujar Ardan kesal sambil menutup kembali laptopnya. Niatnya untuk membuka email urung ia lakukan.

"Nggak, saya mana berani ngomelin Tuan. Saya cuma kumur-kumur doang, nggak boleh juga?" sindir Sekar. Ardan mengeram dan mengepalkan tangan kanannya. Rasanya asap mulai keluar dari telinganya. Sungguh kali ini ia masih berusaha untuk tetap sabar menghadapi Sekar tapi entah kenapa hari ini emosinya naik turun.

"Duduk!" ujar Ardan dengan nada keras dan meminta Sekar untuk duduk di ranjang yang sama dengannya.

"Tuan mau apa?"

"Memberi kamu pelajaran bagaimana cara kumur-kumur yang benar," Ardan menarik tangan Sekar hingga terduduk di sampingnya. Ardan menarik pinggang Sekar dan langsung mencium Sekar dengan kasar dan penuh nafsu.

avataravatar
Next chapter