webnovel

Kebahagian Bersama Keluarga

Dua sejoli terlihat menggandeng tangan menyusuri jalan setapak di tepi taman. Mereka saling menatap penuh cinta dan sesekali tertawa ketika kata-kata pujian keluar dari mulut Galih. Sesekali Yana menghapus peluh yang jatuh dari pelipis Galih karena teriknya matahari. Demi bisa dekat dengan pujaan hatinya Galih rela menghabiskan waktunya menemani Yana seharian bahkan rela panas-panasan seperti ini.

"Jadi di mana kamu tinggal selama kabur?" tanya Galih sedikit penasaran. Rasanya semua tempat dulu Galih kunjungi dan jejak Yana hilang tak berbekas. Yana tertawa pelan dan melepaskan genggaman tangan Galih. Yana menghentikan langkahnya begitupun Galih dan setelah itu Yana berdiri di depan Galih. Yana mencodongkan tubuhnya hingga muka Yana dan Galih bertemu.

"RA … HA … SIA," Yana sengaja mengeja. Galih langsung kesal dan mencium bibir Yana secara tiba-tiba. Yana terkesiap dan langsung mundur beberapa langkah, Yana memegang bibirnya sedangkan wajahnya memerah seperti kepiting rebus. Galih tertawa pelan melihat reaksi Yana meski setelah itu Galih langsung menunjukkan wajah betenya.

"Oh mau main rahasia-rahasian ya sama aku?" Galih sengaja merajuk agar Yana memberitahunya.

"Tapi nggak pakai acara cium juga kali!" ujar Yana kesal. Yana melirik ke kiri dan ke kanan untuk melihat apakah ada orang yang melihat kelakuan Galih. Yana malu kalau sampai ada orang atau tetangga melihat mereka berciuman.

"Itu bukan ciuman sayang tapi sekedar nempel dikit doang, ciuman itu saat kita lagi di parkiran di rumah sakit dulu itu loh. Bibir bertemu bibir, lidah bertemu lidah walau akhirnya pipi aku panas akibat tamparan cinta kamu," Galih semakin menggoda Yana.

"Perlu ya bahas yang itu? Itu kan masa lalu dan kita sudah janji tidak akan membahas masa lalu lagi," wajah Yana mulai serius. Yana teringat pembicaraan mereka setelah bangun tidur dan kesepakatan yang harus mereka jalani sebelum melangkah lebih jauh.

Flashback On

Yana lebih dulu bangun dan masih memandang Galih yang terlelap tidur di sampingnya. Rindu yang selama bertahun-tahun ini Yana simpan di hati akhirnya tersalurkan. Yana menyentuh pipi tirus Galih pelan agar Galih tidak bangun dari tidurnya. Yana menekuk kedua kakinya dan meletakkan wajahnya di atas lutudnya. Senyum tidak berhenti mengambang dari wajahnya.

"Aku masih ganteng, kan?" tanya Galih meski matanya masih tertutup rapat.

"Masih sama seperti saat kita terakhir bertemu, hanya saja kamu lebih kurus dan kurang terawat. Bahkan kamu membiarkan anak rambut tumbuh di sini," Yana memegang pipi serta dagu Galih. Galih membuka matanya dan memegang tangan Yana. Galih lalu merogoh sakunya dan mengeluarkan sebuah cincin yang disimpannya sejak tiga tahun yang lalu. Tanpa banyak kata dan lamaran romantic Galih langsung memasangkan cincin itu di jari manis Yana. Yana shock melihat reaksi Galih yang terlalu tiba-tiba dan ingin menarik tangannya tapi Galih lebih kuat dan usahanya menarik tangan langsung gagal.

"Aku tidak akan pernah melepaskan kamu lagi," kata-kata Galih sangat posesif dan penuh intimidasi seakan Yana tidak bisa menyuarakan pendapatnya.

"Ya ampun … sikap pemaksa kamu masih ada meski sudah tiga tahun kita berpisah. Seharusnya aku itu dilamar langsung ke ayah bukan dengan cara seperti tadi," Galih lalu bangkit dari posisi tidurnya dan menyandarkan punggungnya di kepala ranjang. Galih meletakkan tangannya di belakang kepala dan menatap Yana dari atas sampai bawah.

"Sama saja toh ayah kamu juga ayahku," jawab Galih asal. Galih bersiul saat sadar Yana memakai baju dan celana miliknya.

Yana lalu melihat tubuhnya dan langsung turun dari ranjang setelah sadar dirinya masih memakai baju dan celana Galih. Saat Yana hendak membukanya Galih langsung menutup mata dengan tangannya.

"Ya ampun … jangan buka di sini bajunya. Kita belum menikah Ayana dan ayah bisa membunuhku kalau aku menghamili kamu sebelum pernikahan kita," goda Galih. Yana diam bagai patung mendengar perkataan mesum Galih.

"Lebay … aku masih pakai baju lengkap kok," Yana menggerutu dan meletakkan baju milik Galih di atas meja. Galih tertawa dan menyuruh Yana duduk di sampingnya. Yana menggelengkan kepalanya dan takut Galih menggodanya lagi.

"Aku kangen banget sama kamu dan kita harus bicara," ujar Galih dengan wajah serius. Yana pun akhirnya menurut dan duduk di samping Galih. Yana memainkan ujung bajunya saking gugup menunggu Galih bicara.

Galih memeluk Yana dari belakang dan mencium pucuk kepala Yana penuh cinta dan kerinduan. Berhari-hari Galih berpikir langkah apa yang akan ia ambil setelah Alleia memberi tahu tentang kepulangan Yana dan setelah memantapkan diri akhirnya Galih pulang tanpa memberi tahu siapapun.

"Aku sangat mencintai kamu Ayana," bisik Galih. Yana lalu memutar tubuhnya dan kini mereka duduk saling berhadap-hadapan. Yana memegang kedua tangan Galih dan mata mereka bertemu. Keduanya saling menatap penuh cinta dan enggan untuk berpisah lagi.

"Maaf selama ini aku egois dan seenaknya, maaf kalau cintaku membuat kamu merasa terkekang, maaf jika sikap egois membuat kamu harus rela bersembunyi dari keluarga Mahesa, dan maaf aku tidak bisa melamar seperti di novel-novel," Galih lalu mengeluarkan cengir andalannya.

Yana tersenyum lalu menggeleng pelan, "Aku yang salah … seharusnya aku pun bersikap egois dan memberi tahu dunia bahwa aku pun mencintai adik angkatku. Seharusnya aku tidak pergi dan membuat kamu merasa tidak diinginkan. Kamu salah, aku sangat menginginkan kamu tapi saat itu kondisi sedang panas dan aku tidak berpikir panjang …" Galih sengaja meletakkan tangannya di bibir Yana agar Yana berhenti menyalahkan diri.

"Aku tidak pernah menyalahkan kamu. Jadi, mulai sekarang kita lupakan semuanya dan kita tidak boleh membahas masa lalu yang menyedihkan lagi. Mulai detik ini kita harus bahagia sampai kapanpun," ujar Galih. Yana mengangguk setuju dan akhirnya mereka berpelukan. Melepas rindu dan cinta yang selama ini terpendam.

Galih melepaskan pelukannya dan memegang dagu Yana. Yana menutup matanya dan menunggu Galih mencium bibirnya.

"Ehemmmm!" suara dehaman membuat Galih salah tingkah dan membatalkan niatnya mencium Yana. Yana menutup mukanya mendengar godaan adik-adiknya yang mengintip di balik pintu.

"Bisa kalian nggak ganggu kami?" Galih melempar bantal ke arah Alleia dan Daniel. Mereka tertawa terbahak-bahak melihat raut muka kesal Galih. Daniel lalu menarik Jessy dan mulai menggoda Galih dan Yana dengan sengaja berciuman. Alleia menutup matanya sedangnya Jessy hanya bisa memelototkan matanya.

"Ciuman itu kayak gini? Lah tadi itu kaku banget bro," Jessy yang malu langsung memukul Daniel dan meninggalkan suami resenya untuk kembali ke kamar. Galih kesal langsung berdiri dan membanting pintu agar Alleia dan Daniel berhenti menggodanya.

"Huwaaa maluuuu," Yana menutup mukanya dan meninggalkan Galih sendirian di kamar loteng.

Flashback end

"Hey kok melamun," Galih membuyarkan lamunan Yana tentang lamaran aneh dan kesepakatan mereka. Yana mengangkat tangannya dan memegang cincin yang kini tersemat di jarinya. Yana berjanji tidak akan pernah melepaskan cincin ini apapun alasannya.

"Aku masih tidak percaya kalau sebentar lagi kita akan menikah setelah perjuangan berat dan menguras airmata ini," balas Yana. Mereka kembali menyusuri jalan setapak dan mulai membahas masa depan yang mereka inginkan.

"Jadi kamu bersembunyi di mana?" lagi-lagi Galih masih bertanya hal yang sama.

"Rahasia, ih kok kamu penasaran di mana aku bersembunyi?" tanya Yana.

"Ya siapa tahu di masa depan kamu pakai acara lari lagi kalau kita lagi ada masalah. Jadi aku nggak perlu galau mikir dan cari kamu di mana," balas Galih. Yana mendengus kesal setelah mendengar Galih menyindirnya.

"Aku tidak akan pernah lari lagi kecuali kamu yang menyuruhku," ujar Yana dengan mimik wajah serius. Galih pun tersenyum dan terpuaskan setelah mendengar jawaban Yana yang menenangkannya.

Keluarga Mahesa dihebohkan dengan tidak ditemukannya dua mempelai wanita di kamarnya. Ya, Alleia dan Yana memutuskan menikah di hari yang sama agar tidak terlalu menguras tenaga kedua orangtuanya. Ardan dan Arjuna menyuruh anak buahnya mencari ke seluruh rumah dan dua mempelai wanita tetap tidak ditemukan.

Tekanan darah Ardan mulai naik melihat ulah dua anak gadisnya sedangkan para tamu, penghulu, dan wali hakim sudah datang untuk memulai acara pernikahan.

"Mereka belum ditemukan?" tanya Ardan kesal.

"Belum dan kami tidak tahu mereka ke mana," jawab Daniel dengan mimik serius.

"Jangan sampai tamu tahu dan semakin membuat kericuhan," ujar Ardan memberi perintah. Daniel lalu mengangguk dan meninggalkan Ardan yang masih memijat pelipisnya. Ardan membuang napas dan berharap dua anak gadisnya berhenti membuatnya risau.

Tok tok tok

"Masuk," ujar Ardan lemah.

Pintu ruang kerja lalu terbuka dan dua wanita masuk sambil membawa sebuah kue dan bucket bunga di tangan masing-masing. Dua wanita itu melihat satu sama lainnya sebelum menyerahkan bucket bunga ke tangan laki-laki yang sedang duduk di hadapan mereka.

"Happy birthday Ayah …" Ardan langsung mengangkat wajahnya dan melihat Alleia dan Yana sedang berdiri di depannya sambil memegang kue ulang tahun dan sebuah bucket bunga. Di belakang mereka berdiri anggota keluarga Mahesa lainnya.

"Selamat ulang tahun Ayah kesayangan kami," Ardan kehilangan kata-kata dan meneteskan airmata melihat pemandangan di depannya.

"Ya Tuhan, jadi kalian sengaja membuat tekanan darah Ayah naik? Kalian berempat sangat nakal!" Ardan lalu mendekati Alleia dan langsung meniup lilin. Yana lalu menyerahkan bucket bunga ke tangan Ardan. Sekar pun menyerahkan sebuah bucket mawar ke tangan Ardan.

"Selamat ulang tahun sayang," ujar Sekar. Ardan memeluk Sekar dan langsung disoraki semua anaknya.

"Selamat ulang tahun Ayah dan semoga Ayah tetap sehat sampai anak-anak kami lahir dan tumbuh dewasa," ujar Yana. Ardan semakin terharu dan memeluk keempat anaknya dengan bahagia.

Ardan tidak membutuhkan apapun lagi di dunia ini selain melihat senyum dan cinta dari wajah keluarganya. Selama ini Ardan tidak tahu apa itu cinta dan kasih sayang antar keluarga. Setelah bertemu Sekar dan memiliki anak-anaknya barulah Ardan bisa pahami kalau tidak ada manusia bisa hidup sendirian tanpa keluarga di sampingnya. Butuh perjuangan dan airmata untuk bisa mengecap kebahagian ini dan Ardan tidak akan menyia-nyiakan demi alasan apapun.

"Kami sayang Ayah," ujar Yana, Galih, Daniel, dan Alleia serentak.

"Ayah pun sangat menyayangi kalian … sangat," Ardan membalas pelukan anak-anaknya dan jikapun Tuhan mengambil nyawanya sekarang Ardan siap dan tidak ada penyesalan lagi di dalam hidupnya. Kebahagiaannya hanya ada satu yaitu saat bersama keluarga besarnya.