webnovel

Jujur Tentang Masa Lalu

Nimas mengangguk dan menyatukan tangannya yang mulai bergetar hebat. Peluh membasahi seluruh tubuhnya dan dadanya sesak melihat raut muka Arjuna yang tadinya hangat menjadi dingin. Ini hanya sebagian kecil tentang masa lalu Ardan dan Sekar, belum soal rahasia besar kenapa Maudy menikahi Ardan. Lutut Nimas mulai goyah dan keberaniannya langsung surut dan takut Arjuna semakin menilai Maudy dan Nimas sebagai wanita matre.

"Jadi email dari Ibu Renata ... tentang Tuan Ardan pernah memerkosa Nyonya?" tanya Arjuna sekali lagi untuk memastikan apa yang didengarnya tadi bukan kesalahan. Nimas kembali mengangguk dan membuang napasnya.

"Ya Tuhan," Arjuna menutup mulutnya saking shock mendengar kenyataan yang baru saja ia ketahui. Selama mengenal Ardan sekali pun Arjuna tidak pernah melihat Ardan melakukan perbuatan hina seperti itu. Arjuna sulit untuk percaya jika Nimas tidak memberikan bukti konkrit.

"Saya sulit percaya kalau Tuan Ardan melakukan itu. Kapan? Di mana? Saya selalu ikut dan mengikuti Tuan dan rasanya saya tidak pernah melihat Tuan bersama Nyonya Sekar. Mereka memang pernah bertemu beberapa kali tapi ... tunggu ..." Arjuna mencoba mengingat kembali kejadian beberapa tahun yang lalu dan ingatan tentang ditemukannya Ardan dalam kondisi mabuk parah dengan pakaian berantakan dan rasanya Arjuna pernah melihat noda darah di pergelangan tangan Ardan, serta ingatan tentang ia pernah melihat Ardan di gudang dan ucapan penjual nasi goreng tentang saksi mata membuat Arjuna sadar kalau Ardan memang pelakunya.

"Ya Tuhan!" Arjuna tidak pernah membayangkan kalau sampai Ardan atau Sekar tahu tentang masalah itu. Pernikahan Ardan dan Sekar akan terancam hancur jika rahasia itu terbongkar.

"Apa yang harus kita lakukan?" tanya Nimas. Arjuna membuang napasnya.

"Ada lagi rahasia yang kamu sembunyikan? Saya yakin email itu bukan saja tentang masalah Tuan Ardan dan Nyonya Sekar saja sampai kamu berani menghapus semua email Ibu Renata. Apa ini ada hubungannya dengan Nyonya Maudy?" tebak Arjuna langsung.

Wajah Nimas pucat, peluh semakin deras membasahi tubuhnya, dan untuk mengurangi rasa gugupnya Nimas meneguk air dingin yang ada di atas meja. Setelah itu Nimas masuk ke dalam kamarnya dan mengambil salinan email yang ia simpan lalu menyerahkan flasdisk itu ke tangan Arjuna.

"Gue hanya bisa bilang kalau Mbak Maudy punya alasan melakukan itu," ujarnya setelah menyerahkan  flashdisk itu ke tangan Arjuna. Nimas lalu masuk ke dalam kamarnya dan kembali membuang napas setelah setengah beban di hatinya lenyap.

"Semoga Mbak bisa tenang setelah aku memberi tahu Arjuna tentang rahasia yang Mbak tutupi sampai maut menjelang. Aku harap Mbak bahagia di sana dan aku berharap semuanya baik-baik saja," ujar Nimas dengan tulus.

Arjuna menimbang apa yang akan ia lakukan dengan flashdisk yang dipegangnya, semua salinan email Renata sudah dilihatnya dan Arjuna tidak merasa heran kalau Ibu Marinka dan Tuan Felix merupakan dalang dari semua ini. Bahkan Arjuna sudah bisa menebak kalau Maudy adalah kaki tangan Ibu Marinka dan Tuan Felix karena pertemuannya dengan Ardan sangat kebetulan tapi yang sulit ia terima adalah kecelakaan yang menewaskan Maudy bukan tanggung jawab suami Sekar tapi Tuan Felix. Entah apa yang akan terjadi kalau sampai Ardan tahu jika selama ini ia salah membenci orang.

Memberi tahu Ardan sama saja mendorong Ardan ke dalam jurang kehancuran. Ardan akan hancur jika tahu wanita yang disiksanya ternyata hanya korban ketamakan Ibu Marinka dan Tuan Felix. Jika Arjuna memilih menyimpan rahasia itu pun bukan pilihan terbaik. Tidak ada kebohongan yang kekal di dunia ini, suatu saat kebohongan akan terbongkar.

"Apa yang harus aku lakukan," seumur hidupnya baru kali ini Arjuna tidak bisa mengambil keputusan. Arjuna menutup matanya dan mencoba menenangkan pikirannya yang kacau, pilihan sulit berada di depannya. Menutupi berarti membiarkan Ardan bahagia walau sementara atau berkata jujur tapi rumah tangga Ardan kacau dan bisa jadi Ardan semakin arogan.

Cukup lama Arjuna berpikir panjang dan akhirnya ia mengambil keputusan yang menurutnya paling baik saat ini. Arjuna melepaskan Flashdisk dari laptop dan Arjuna keluar untuk menemui Nimas.

Tok tok tok

Pintu terbuka dan Arjuna melihat wajah Nimas semakin pucat. Peluh pun masih membasahi wajah Nimas.

"Bisa kita bicara?" tanya Arjuna. Nimas mengangguk dan mempersilakan Arjuna masuk ke kamarnya.

"Kamu baik-baik saja?" tanya Arjuna sekali lagi. Nimas menggelengkan kepalanya dan menatap Arjuna lirih.

"Mbak Maudy ..."

"Kita sama-sama tahu kalau Tuan Ardan dulu sangat mencintai Nyonya Maudy walau hubungan mereka diawali kebohongan tapi saya akui sejak menikah Tuan berubah sangat banyak. Itu menjadi alasan kenapa saya tidak bisa marah ke Nyonya Maudy atas perbuatannya menipu Tuan. Sekarang, Tuan sangat mencintai Nyonya Sekar dan dia akan sangat hancur jika tahu tentang apa yang telah dia lakukan dulu. Walau saat itu Tuan dalam keadaan mabuk parah,"

"Jadi ..."

"Lupakan tentang email dan rahasia kelam itu, ada banyak pihak yang akan terluka jika sampai rahasia itu terbongkar. Untuk saat ini kita hanya bisa berharap Nyonya bisa membalas perasaan Tuan dan bukankah pasangan yang saling mencintai akan saling memaafkan satu sama lainnya," ujar Arjuna sambil memasukkan flashdisk tadi ke dalam tong sampah yang ada di kamar Nimas.

"Jadi rahasia itu akan tetap menjadi rahasia?" tanya Nimas lagi. Arjuna mengangguk pelan, Nimas membuang napasnya dan bersyukur Arjuna sepemikiran dengannya.

"Terima kasih,"

"Semua ini tidak gratis. Saya akan tetap menghukum kamu karena berani menyentuh barang pribadi Tuan," Nimas mengangguk setuju. Nimas sadar perbuatannya sudah melewati batas dan ia bersedia menerima hukuman yang akan diberi Arjuna.

"Hukuman apa?" tanya Nimas sambil duduk di ranjang. Kepalanya tiba-tiba terasa berat dan tubuhnya sedikit menghangat. Arjuna mendekati Nimas dan meletakkan tangannya di kening Nimas.

"Kamu demam ... istirahat dulu dan jangan banyak pikiran. Masalah hukuman nanti akan saya beritahukan setelah kamu sembuh dan saya tidak mau mendengar kata penolakan," ujar Arjuna. Nimas mengangguk dan mulai menutup matanya. Toh hukuman yang akan Arjuna beri pasti hanya hukuman ringan dan Nimas sudah pasrah apapun hukuman itu.

Denting piano mengalun indah saat Ardan dan Sekar menginjakkan kaki mereka ke dalam restoran yang disewa Ardan. Beberapa pelayan menyapa mereka dengan ramah. Sekar hanya diam dan mengikuti semua keinginan Ardan dan berharap malam ini segera berakhir dan tugasnya menemani Ardan untuk makan malam pun cepat berakhir.

"Silakan duduk Tuan dan Nyonya, silakan menikmati makan malam yang akan kami hidangkan khusus untuk Tuan dan Nyonya," ujar pelayan dengan ramah.

"Terima kasih," balas Sekar mencoba untuk bersikap ramah. Ardan meminta pelayan menuangkan wine di gelasnya dan juga gelas Sekar.

"Seharusnya kamu tidak boleh minum tapi khusus malam ini aku izinkan. Untuk malam ini Alleia cukup minum ASI saja," Ardan menyerahkan gelas wine ke tangan Sekar. Awalnya Sekar ingin langsung meminumnya tapi Ardan melarang dan menyuruh Sekar bersulang dulu.

"Aku mohon hari ini bersikap manislah seperti seorang istri. Tersenyumlah saat menatapku, hanya itu yang aku inginkan sebagai kado ulang tahunku," pinta Ardan dengan wajah mulai melunak.

Sekar mengangkat gelasnya dan tersenyum walau masih terlihat dipaksakan, "Khusus malam ini kita lupakan masalah di antara kita," balas Sekar. Ardan mengangkat gelasnya dan menyatukan gelas miliknya dengan milik Sekar hingga terdengar bunyi dentingan.

"Terima kasih," Ardan meminum wine-nya, begitupun Sekar.

"Sekar,"

"Hmmmm ..." Sekar meletakkan gelasnya dan mengelap bibirnya dengan serbet.

"Hari ini kamu sangat cantik," puji Ardan dengan tulus. Wajah Sekar langsung memerah setelah mendengar pujian Ardan.

"Alangkah baiknya kalau kamu lebih bersikap seperti ini sejak pertama kita bertemu," balas Sekar.

"Buat apa membahas masa lalu. Hari ini aku hanya ingin menikmati makan malam terindah dengan wanita secantik kamu," balas Ardan. Sekar tertawa walau terdengar miris.

"Bukankah kamu sangat mencintai Mbak Maudy? Seharusnya kalian pernah melakukan hal seperti ini," tanya Sekar penasaran. Ardan menyatukan tangannya dan melihat Sekar dengan tatapan panjang.

"Kenapa kamu membahas wanita lain?"

"Tidak, aku hanya penasaran." Kilah Sekar agar Ardan tidak tahu kalau dirinya sangat penasaran dengan hubungan Ardan dan Maudy.

"Tidak pernah. Hubungan kami bisa dibilang terlalu mulus dan otodidak. Dia bersikap seperti istri pada umumnya, hanya saja Maudy tidak peduli dengan kondisi sekitarnya. Dia hanya peduli dengan sikapku atau kebutuhan fisikku, terkadang dia lupa jika pernikahan itu bukan sekedar sex tapi juga perhatian walau hanya sekedar perhatian kecil seperti mengingat kapan ulang tahunku," Sekar cukup terkejut mendengar ucapan Ardan.

"Oh,"

"Sekarang giliran aku bertanya dan kamu harus menjawabnya dengan jujur. Kenapa kamu mau menikah dengan laki-laki seperti dia?" ujar Ardan balik bertanya.

Saat Sekar ingin menjawab beberapa pelayan masuk membawa hidangan makan malam.

"Terima kasih dan jangan masuk sebelum saya izinkan," ujar Ardan kesal karena pelayan masuk di waktu yang salah.

"Maafkan kelancangan kami Tuan," ujar pelayan itu takut. Ardan membuang napas dan menyuruh pelayan itu untuk keluar.

"Belajarlah untuk mengontrol emosi,"

"Aku sedang berusaha dan itu tidak mudah," balas Ardan, "Jawab dulu pertanyaan tadi," sambung Ardan lagi.

"Aditya tidak seperti yang kamu tuduhkan. Dia laki-laki paling baik yang pernah aku kenal, jangankan mabuk ... berkata keraspun dia tidak pernah," muka Ardan langsung mengeras. Tangannya sibuk memotong steak dengan kesal.

"Sebaik apa dia sampai kamu memujinya seperti itu di depanku?" tanya Ardan lagi.

"Sangat baik ... mungkin tanpa bantuan dia ..." Sekar mencoba tetap tenang untuk mengungkit masa lalunya di depan Ardan tapi entah kenapa Sekar ingin memberi tahu Ardan kalau hidupnya hancur akibat sikap arogan Ardan dulu.

"Tanpa dia kenapa?" tanya Ardan penasaran.

"Aku dulu pernah diperkosa ... di gudang ... dan aku sama sekali tidak tahu siapa bajingan itu," mata Ardan langsung melotot mendengar pengakuan Sekar. Dada Ardan sesak tanpa ia sadari.

"Diperkosa? Ya Tuhan,"

"Iya dan kamu turut andil dalam kejadian itu, andai dulu kamu tidak mengurungku di dalam gudang gelap itu mungkin bajingan biadab itu tidak akan pernah memerkosaku, dan itu juga alasan kenapa aku sangat membenci ruang gelap," air mata Sekar langsung tumpah. Ardan tidak berkedip saat melihat Sekar dan bayangan kekejamannya dulu muncul tanpa ia perintahkan.

"Andai Aditya tidak ada muncul mungkin sekarang aku sudah menjadi penghuni rumah sakit jiwa," sambung Sekar dengan suara serak.

Ardan kehilangan kata-kata, lidahnya kelu untuk meminta maaf. Rasa percaya diri untuk menaklukkan Sekar langsung hilang, Ardan merasa dirinya menjadi penyebab tragedi yang menimpa Sekar.

"Maaf," ujar Ardan lirih.

Sekar menghapus airmatanya dan mencoba tersenyum, "Tadi aku janji malam ini akan bersikap selayaknya istri jadi berhentilah membahas masa lalu dan nikmati semua makanan ini,"

"Sekar ..."

"Hmmm,"

"Aku bahagia malam ini kamu mau jujur tentang masa lalu kamu. Aku tidak tahu kalau ternyata keegoisanku dulu bisa menghancurkan hidup kamu,"

"Aku sudah bilang malam ini lupakan masalah itu," Sekar menuangkan wine ke dalam gelasnya dan gelas Ardan.

"Maukah kamu berdansa denganku?" tanya Ardan sambil menjulurkan tangannya. Sekar mengangguk dan membalas uluran tangan Ardan.

Next chapter