webnovel

Informasi

Ardan memukul meja kerjanya berulang kali saat petugas keamanan memberitahunya kalau wanita yang menendang kakinya tadi berhasil melarikan diri, amarah Ardan sulit dikendalikan dan petugas keamanan tadi menjadi korban berikutnya.

"Arjuna!" teriak Ardan, Arjuna langsung masuk dan melihat ruang kerja Ardan seperti kapal pecah. Ini bukan kali pertama Arjuna melihat Ardan marah dan murka tapi baru kali ini Arjuna melihat atasannya itu teriak memanggil namanya.

"Ada apa, Tuan?" tanya Arjuna.

"Periksa CCTV dan temukan wanita sialan tadi," perintah Ardan dengan tegas dan tidak mau dibantah. Arjuna melihat ke arah petugas keamanan. Tadi ia memang tidak datang bersama Ardan karena ditugaskan mengantar Maudy ke apartemennya dan ia tidak tahu ada kejadian apa yang menyebabkan Ardan semarah ini.

"Wanita?" tanya Arjuna.

Ardan menaikkan bagian kanan celananya dan memperlihatkan lututnya yang terlihat memar akibat tendangan Sekar tadi. Arjuna membuang napas dan akhirnya paham apa yang sedang terjadi. Arjuna mengangguk dan menyuruh petugas keamanan meninggalkan ruang kerja Ardan dan mengantarnya menuju ruang CCTV.

Setelah pintu tertutup Ardan lalu membuka dasi dan menggulung lengan kemejanya. Ia membuka jendela dengan kasar dan memandang hamparan langit yang masih belum berhenti memuntahkan air hujan untuk membasahi bumi yang sudah tua ini. Ia mencoba mengingat wajah wanita yang mengusik hidupnya tadi.

"Lihat saja pembalasan seorang Ardan Mahesa, wanita sialan!" maki Ardan sebelum menutup kembali jendela ruang kerjanya. Selain arogan dan sombong, Ardan juga pendendam dan siapa pun yang membuatnya kesal biasanya akan berakhir menyedihkan.

Tok tok tok

"Masuk," suara Ardan mulai melunak. Arjuna lalu masuk dan berdiri di samping Ardan, "Sudah kamu temukan wanita itu?" tanya Ardan antusias.

"Maaf Tuan. CCTV di lobby mengalami masalah sejak pagi dan sialnya kejadian tadi tidak terekam dan saya tidak bisa menemukan siapa dan di mana wanita itu tinggal," ujar Arjuna berbohong. Sebenarnya ia bisa melihat jelas wanita yang mencari gara-gara dengan Ardan tapi permintaan dan penjelasan petugas keamanan yang dipecat Ardan membuat Arjuna memutuskan untuk menutupi identitas wanita yang dicari Ardan.

Ardan ingin marah tapi ia sadar Arjuna tidak pantas ia maki untuk hal sesepele ini. Ardan membuang napas dan mencoba untuk tetap tenang di depan Arjuna. Kali ini ia akan melupakan masalah wanita tadi dan kembali menatap Arjuna. Arjuna bersyukur Ardan tidak lagi memperpanjang masalah dengan wanita yang menarik perhatiannya tadi. Wanita yang rela menunggu berjam-jam di tengah cuaca ekstrem.

"Tuan masih butuh bantuan saya?" tanya Arjuna sebelum meminta izin untuk keluar. Ardan menjentikkan jarinya dan mengeluarkan sebuah amplop dari dalam laci meja kerjanya.

"Kamu selidiki dia. Dari A sampai Z jangan ada yang terlewat sedikit pun. Paham?"Ardan menyerahkan amplop tadi ke tangan Arjuna. Arjuna mengeluarkan isinya dan melihat beberapa foto Maudy.

"Tuan ingin saya menyelidiki calon istri Tuan?" tanya Arjuna. Ardan mengangguk lalu mendekati Arjuna dan menepuk bahunya.

"Kamu tahu saya tidak suka hal yang namanya kebetulan dan kebetulan ada wanita datang dan mau menjadi istri laki-laki seperti saya yang terkenal kejam dan tak punya hati. Bahkan dia mau melakukan apa pun yang saya perintahkan termasuk membersihkan kotoran di sepatu saya, tidakkah menurut kamu ini sangat mencurigakan?"

"Tuan mau saya menjawab sebagai pengawal atau teman sejak kecil?" tanya Arjuna. Ardan melepaskan tangannya dan menyuruh Arjuna duduk di sofa.

"Sebagai pengawal dan juga sahabat. Di dunia ini saya cuma percaya kamu dan apapun pendapat kamu akan saya pertimbangkan," balas Ardan. Ia dan Arjuna sudah saling mengenal puluhan tahun yang lalu. Keluarga Arjuna dulunya pernah bekerja sebagai tukang kebun di rumah keluarga Mahesa. Karena kemiskinan dan hutang membelit ayahnya, seluruh keluarga terpaksa kabur dari kejaran rentenir dan Ardan tulus membantu Arjuna dengan membayar semua hutang itu dan mengangkat Arjuna sebagai pengawalnya.

"Sebagai pengawal saya setuju jika Tuan menyelidiki siapa wanita ini tapi sebagai sahabat saya tidak setuju. Tuan akan menikah sebentar lagi dan bukankah pernikahan itu harus berdasarkan kepercayaan? Jika sedari awal Tuan sulit mempercayainya alangkah baiknya Tuan tidak melanjutkan pernikahan ini," ujar Arjuna. Ardan tertawa sinis dan menatap Arjuna tajam.

"Saya tidak bodoh, Juna. Semua harta yang saya pegang membuat beberapa orang tidak senang. Mereka bahkan tidak jarang melakukan hal kotor untuk mengambil hal yang bukan hak mereka. Termasuk mengirim wanita itu untuk memerdaya saya. Saya hanya ingin memastikan siapa orang yang mengirimnya dan apa tujuannya," balas Ardan. sampai detik ini ia merasa ada hal yang ditutupi Maudy. Maudy memang terlihat sempurna di matanya. Penurut dan tidak pembangkang, apa yang diperintahkan Ardan selalu dituruti seolah ia itu robot yang diatur manusia.

Arjuna menyimpan kembali foto tadi di dalam amplop dan paham dengan apa yang diinginkan Ardan. Sebagai tangan kanan Arjuna juga merasa menyelidiki jatidiri Maudy memang sudah seharusnya. Tanpa mereka sadar percakapan mereka disadap Tuan Felix, paman Ardan yang mengirim Maudy sebagai umpan. Tuan Felix memanggil anak buahnya dan memastikan sekali lagi semua masa lalu Maudy sudah dikubur dalam-dalam dan Ardan tidak akan pernah tahu kalau Maudy dulunya adalah pelacur ternama.

Sudah sangat lama Maudy tidak menginjakkan kaki di rumah ibunya di kampung. Sebenarnya Maudy enggan memberi tahu ibunya tentang rencana pertunangan serta pernikahannya dengan Ardan. Maudy tahu siapa dan bagaimana sifat ibunya dan jika ibunya tahu kalau Ardan adalah jutawan kaya ibunya pasti akan memeloroti dan meminta banyak uang kepada Ardan tapi Maudy juga tidak mungkin menutupi pernikahannya dari ibu dan adiknya, Nimas.

Tok tok tok

"Siapa?" Suara lembut terdengar di balik pintu.

"Mbak," balas Maudy. Ia yakin itu suara Nimas, adik yang paling ia sayangi. Nimas langsung membuka pintu dan bersorak girang saat melihat Maudy berdiri di depan pintu sambil membawa beberapa barang hadiah yang dibawanya dari Jakarta.

"Ya ampun Mbak, kok nggak ngabarin aku kalau hari ini Mbak pulang." Nimas membantu Maudy memasukkan barang-barang yang dibawanya. Maudy melihat rumah yang dulu terisi penuh alat-alat perabotan kini hanya tinggal tikar dan bantal. Tidak ada lagi barang-barang yang dulu ia beli dari hasil kerja kerasnya. Maudy membuang napas dan yakin semua barang-barang itu sudah dijual ibunya tanpa sepengetahuan dirinya.

"Ibu mana?" tanya Maudy.

"Biasanya Mbak, nagih uang arisan di pasar."

"Ya ampun! Ibu masih nggak kapok-kapok ya!" geram Maudy. Entah sudah berapa kali ibunya kena masalah karena urusan arisan dan segala tetek bengeknya. Lagi-lagi Nimas membuang napas dengan berat.

"Mbak kayak nggak kenal Ibu saja. Susah dibilangin dan mau menang sendiri. Ah sudahlah, kalau kena masalah pasti kapok," balas Nimas sambil menyuruh Maudy duduk. Ia penasaran kenapa kakaknya pulang tanpa pemberitahuan.

Nimas melihat raut muka dan penampilan Maudy jauh berbeda dibandingkan ketika mereka terakhir bertemu, aura Maudy terlihat bagus.

"Mbak … lagi jatuh cinta ya?" tanya Nimas to the point. Bukankah wanita akan terlihat berbeda saat jatuh cinta? Itu yang biasa ia lihat di sinetron dan film-film yang ditontonnya.

"Nggak, ah kamu sembarangan." Maudy memegang kedua pipinya.

"Ah jangan bohong, ayooooo ngaku," bujuk Nimas sambil menggelitiki pinggang Maudy, Maudy dan Nimas tertawa lepas. Mungkin baru kali ini Maudy bisa tertawa selepas ini semenjak menerima tawaran Tuan Felix.

Maudy berhenti tertawa dan memegang tangan Nimas, keputusannya untuk menikah dengan Ardan memang beresiko tinggi. Jika dalam tiga tahun ia gagal membuat Ardan memindahkan semua hartanya berarti keselamatan Nimas dan ibunya menjadi taruhan dan ia tidak mau itu terjadi. Satu-satunya cara yang harus Maudy lakukan untuk melindungi keluarganya yaitu membuat Ardan bisa menerima Maudy beserta keluarganya.

"Mbak mau kalian ikut Mbak ke Jakarta. Kita semua pergi dari kampung ini dan menetap di Jakarta," ujar Maudy.

"Apaaaa! Pindah ke Jakarta?" Suara cempreng ibu Maudy langsung membuat Maudy dan Nimas terlonjak kaget, "Dan kamu pulang ke kampung untuk mengajak kami berdua pindah ke Jakarta?" tanya Ibu Maudy dengan antusias. Hidup dan tinggal di Jakarta adalah impiannya. Ia muak hidup dan menetap di kampung kecil.

"Iya, Bu. Kita bertiga akan tinggal di Jakarta karena aku …," Maudy membuang napasnya sebelum memberi tahu ibunya tentang rencana pernikahan dengan Ardan, "Karena sebentar lagi aku akan menikah," sambungnya dengan suara gugup.

Ibu Maudy mengerutkan keningnya, menikah? Berarti Maudy akan berhenti menjadi ladang uang untuk memenuhi hidup borosnya. Ibu Maudy langsung berdiri dan berkecak pinggang. "Ibu tidak setuju dengan pernikahan kamu!" teriak Ibu Maudy. Maudy dan Nimas saling menatap bingung melihat reaksi Ibu mereka.

"Kenapa, Bu? Seharusnya Ibu senang Mbak Maudy menemukan tambatan hatinya. Ayolah berhenti bersikap kekanakkan," ujar Nimas kesal.

"Lalu siapa yang menghidupi kita?" tanya Ibu Maudy. Nimas menggelengkan kepalanya saking tidak percaya mendengar ucapan ibunya yang terdengar matrealistis.

"Ibu nggak pernah berubah. Mbak Maudy bukan pohon uang," bela Nimas dengan nada keras. sudah cukup ia melihat ibunya memanfaatkan kakaknya untuk dijadikan sumber uang memenuhi kebutuhannya yang boros itu.

"Sudah sudah, jangan bertengkar. Kalian tenang saja. Mbak tetap akan memenuhi semua kebutuhan ibu. Calon suami Mbak jutawan kaya dan memberikan sepersekian persen dari hartanya untuk dinikmati Ibu tidak akan membuatnya bangkrut, puas!" Maudy kesal dan masuk ke dalam kamarnya dengan membanting pintu. Mendengar calon suami Maudy seorang jutawan mata ibunya langsung berbinar cerah.

"Selamat tinggal kemiskinan," ujarnya dalam hati.

Di tempat lain.

Seluruh info sudah didapat Arjuna tentang masa lalu, jatidiri, dan keluarga Maudy lengkap bahkan jumlah hutang ibunya juga bisa didapat Arjuna. Tidak ada hal mencurigakan yang patut ia waspadai dan laporkan ke Ardan.

"Saya sudah menyelidiki asal usul keluarga dan info penting lainnya dari calon istri Tuan. Tidak ada keanehan dan semua hal bersih tanpa cela." Ardan menutup map yang dibacanya. Laporan Arjuna barusan entah kenapa membuatnya bersyukur tidak menemukan hal yang bisa membuatnya menyingkirkan Maudy dari hidupnya.

"Bagus. Sekarang hubungi wanita itu dan bilang saya ingin bertemu dia," perintahnya. Arjuna mengangguk dan langsung menghubungi Maudy sesuai perintah yang diberikan Ardan. Entah kenapa Arjuna mendukung pernikahan Ardan dengan Maudy, sikap keras dan arogan yang biasa ditunjukkan Ardan berkurang saat ia berinteraksi dengan Maudy.

Next chapter