webnovel

SHORT HAPPINESS WITH HIM

Happy Reading

Sudah dua hari ini Digo tak melihat Gea di manapun. Sejak kejadian terakhir kali dia menjadi sangsi bertemu Jalangnya itu. Karena jika dia menampakkan diri sekali saja untuk melihatnya maka godaan hasrat sialan itu seketika muncul. Digo tak ingin itu membutakkan hatinya dan menggagalkan rencana pernikahannya dengan Renata, gadis yang amat dia cintai.

Tapi ada sebagian dari dirinya yang tidak tenang jika tidak memastikan keberadaan gadis itu. Anomaly dengan keinginannya, baiklah dia akan memeriksanya pada kubikelnya. Walaupun mereka bos dan sekretaris tapi Gea dan Digo mempunyai ruangan yang terpisah. Ruangan Gea putih dan suci. Sementara Ruangan Digo luas namun sarat akan objek fantasi seks semata. Sebenarnya keberadaan Gea menimbulkan keuntungan sendiri bagi Digo. Sejak ada dia, Digo tak pernah lagi 'jajan' pada sembarang wanita.

Digo memutar pintu kenop wanita itu lalu masuk. Ruangan itu tetap sama seperti terakhir kali dia melihatnya. Rapi. Tak ada tanda Gea sedang berada di kantor. Kosong. Raut frustasi mulai menghiasi wajahnya. Entah karena apa dia menjadi sekhawatir ini. Padahal sebelumnya sifat khawatir tak pernah melekat pada seorang seperti dirinya.

Dering handpone kemudian menulikan pendengarannya. Tergopoh-gopoh dia meraba-raba saku belakang celananya.

"Halo Jalang, kamu di mana?" Tak sabaran dia menggertak sang penelepon.

"Sayang, maksud kamu apa?" tanyanya heran.

"Emm itu, kamu baik-baik aja saying?"

"Aku baik kuharap kamu juga baik."

"Syukurlah." Icap Digo sok baik. "Kamu menghubungiku, ada apa saying tak biasanya."

"Ini." Ucapnya gugup. "Tiba-tiba aku dapet pesan dari Gea kalau dia akan cuti hingga kita menikah."

"APA?"

"Kenapa kamu seterpukau ini. Apa Gea menimbulkan masalah selama ini?"

"Oh tidak apa-apa, sweety. Hanya saja kinerjanya akhir-akhir ini menurun." Bohong pria itu.

"Tolong jangan pecat dia. Aku rasa dia punya banyak pikiran."

"Kenapa sweety. Perusahaan membutuhkan pegawai yang disiplin."

"Dia tak mempunyai siapa-siapa Digo. Seharusnya aku menemaninya seperti dulu, tapi kita kan sepakat jangan berhubungan dengan orang luar walau dengan sahabat sekalipun."

Setitik rasa bersalah bersarang dihati pria itu. Tunangannya merupakan wanita yang baik hati sementara selama ini dia seolah-olah bermain api di belakangnya. Dan yang lebih tak termaafkan adalah dia 'seks' dengan sahabatnya bahkan hingga dia hamil. Sepertinya dirinya mempunyai bakat untuk menghancurkan hubungan orang lain.

"Oh begitu." Ucapnya seolah ada penyesalan mendalam mendengar kepiluan hidup sang sekretaris. "kalua begitu, kamu tahu di mana dia. Aku akan menegurnya kalua-kalau dia masih seperti ini." Lelaki itu meminta alamatnya secara tersirat.

"Ok sebentar aku telepon dia yah. Tapi sebelumnya aku mohon apapun yang terjadi akmu jangan memberhentikan dia. Dia satu-satunya sahabat terdekatku." Mohon Renata.

"Renata saying, tolong jangan katakana kalua aku mencarinya yah."

"Kenapa?"

"Karena aku yakin dia tidak akan memberitahukan tempatnya."

"Baiklah. Wait a minute,"

"Ok Baby" lalu telepon itu terputus.

Digo menunggu dengan debaran jantung tak keruan. Rasanya detik demi detik yang berlalu sangat menyiksa. Dia tidak sabar untuk menemui gadis itu. Memberikan surprise dan akan memastikan bahwa dia sudah menggugurkan kandungannya. Kemarin, Digo baru keluar butik itu sore hari dan itu artinya proses pengguguran seharusnya sudah berhasil. Apalagi ketika dia bertanya pada Raisa dan perempuan itu mengangguk-anggukan kepala lalu tersenyum. Meanmbah keyakinannya kalua dia telah berhasil menyingkirkan kandungan sialan itu.

Sekarang tidak aka nada yang menghalangi penyatuan nurni cinta suci mereka berdua. Digo membayangkan akan betapa hebatnya jika mereka telah menikah nanti. Mempunyai istri yang baik juga anak-anak lucu yang akan mengisi tawanya. Dia tidak mungkin akan menghabiskan sisa hidupnya Bersama si Jalang Gea.

Handpone yang berada ditangannya kemudian berbunyi. Dia langsung meyentuh tombol hijau.

"Ya saying, bagaimana?" spontan kata itu meluncur dari bibirnya.

"Gea tadi sudah menyebutkannya tapi aku lupa−"

"Bagaimana kamu bisa lupa." Digo membentak dan penelepon diseberang sana seperti ketakutan. "Maaf saying, aku hanya emosi. Dia soalnya sekretarisku yang paling cerobaoh."

"Gea whats up in aku bentar lagi." Renata gemetar mengucapkannya. "nanti aku kirim sama kamu." Tanpa rasa bersalah Digo akan menutup telepon itu sebelum ucapan Renata menghentikannya.

"Aku rasa Gea sedang Bersama seseorang. Aku tadi mendengar suara lelaki."

Telepon diputus sepihak oleh Digo. Dia mengepalkan tangannya kuat-kuat. Memperlihatkan buku-buku jari jemarinya yang memutih. Giginya bergemelutuk. Wajahnya memerah menahan amarah. Tubuhnya sedikit bergetar.

"Berani-beraninya kau mempermainku, bitch."

"Sebentar lagi aku akan menemukanmu."

***

"Kau masak apa?" Tanya Devan sambil memeluk Gea dari belakang. Wajahnya menempel erat pada ceruk leher Gea. Sedang endusel endusel manja.

"Jauh-jauhlah dariku, Devan. Nanti masakan ini gosong."

"aku rasa kau berlebihan. Aku tidak mengganggumu sama sekali."

Bukan Gea jika dia tidak berontak diperlakukan seperti itu. Sekuat tenaga Gea mencoba melepaskan diri dari pelukan lelaki itu. "Jauhkan wajahmu dari leherku." Gea mendorong leher Devan menjauh.

Devan tak menggubris perlawanan Gea sebaliknya tangannya justru semakin mengeratkan pelukannya.

"Ish, lelaki ini benar-benar menyebalkan" gumam Gea. Dia akhirnya menghentikan aksi pembelaan diri dan kembali memasak.

"Tidurmu semalam nyenyak." Sambil memeluk Gea lidahnya mengeksplor lehernya. "Service ku memuaskan, bukan?"

"Hentikan. Lagi pula aku sudah punya kekasih dan aku tengah mengand−" Gea menghentikan ucapnnya. Memangnya Devan ini siapa sehingga Gea harus menceritakan kehidupannya.

"Kapan kita pulang?" Resonansi otak Gea kembali ke permukaan.

Dia mengambil piring dan menyajikan omelette serta nasi goreng ke atasnya. Secara otomatis radar penciuman Digo yang aktif melepas pelukannya dan mengambil piring itu dari tangan Gea alih-alih mengabaikan pertanyaan Gea.

"Kelihatannya ini sangat lezat." Lalu duduk di atas meja.

Lelaki dan perutnya, gumam Gea.

"Ayo cepatlah mommy aku sudah lapar." Devan menirukan suara anak keci membuat Gea tertawa.

"Sebentar big boy" cerutunya. Lalu bergabung dengan lelaki itu di meja makan.

"Kau hanya memasak ini?" tanya devan heran sambil menatap nanar dua piring yang terlihat lezat itu.

"Memangnya kenapa. Itu cukup untukku."

"Tapi tidak cukup untuk kita berdua,"

"Hell, Memangnya siapa yang memasak untukmu" Gea hamper tertawa melihat raut lucu wajah Devan.

"Tidak berperi kemanusiaan." Tawa Gea kembali meledak. Devan dengan kurang ajarnya akan menghabiskan makanan itu.

"Hey bagi aku. Aku juga lapar belum makan." Gea mengambil sendok berusaha untuk menyuapkan makanannya.

"Ini punyaku," Devan menggeser piring itu. "Ini sangat lezat. Makanan terlezat" dia ngomong sambil mengunyah membuat Gea jijik. Gea akhirnya mengalah dan mengambil roti bakaar dengan selai cokelat. Dia sebenarnya kenyang melihat betapa lahapmnya Devan memakan masaknnya.

Hanya omelette dan nasi goreng, Devan terlalu berlebihan.

"Kau tahu jika kau mau kau bisa jadi koki karena masakanmu enak. Oh kalua perlu kau bisa membuat restoran dan kujamin itu akan terkenal"

Ya ampun ludah lelaki itu menyembur kemana-mana.

"Sudahlah kalua mau makan, makan. Tidak usah berbicara."

Hanya lima menit makanan itu habis tak bersisa.

"bayi pintar" ucap Gea sambil merapikan piring sementara Devan beranjak duduk di sofa. Menonton tv.

"Devan, kapan kita pulang? Sudah dua hari aku tidak bekerja."

"Hmmm," Devan bergumam tidak jelas,

"Devan" lirih Gea mencoba mendapatkan perhatian Devan dengan menyentuh lengan lelaki itu.

"Hmmm" lagi-lagi gumaman itu. Devan seperti tidak akan mengacuhkannya. Matanya hanya terfokus ke tv membuat Gea kesal. Sudut mata Devan yang melihat Gea kemudian menyesal telah mengabaikan gadisnya.

"Besok." Katanya singkat.

"Kau yakin?" binar kebahagiaan terpancar dari matanya.

"Hmmm"

"benarkah?" Tanya Gea memastikan.

"Dua minggu lagi." Sontak tangan Gea memukulnya membuat Devan meringis karena pukulan itu sedikit keras.

"Ishh dasar lelaki ini. Kau tadi sudah berjanji."

Dasar wanita dan egonya.

TING TONG

"Ya ampun Devan ada tamu. Bia raku yang buka karena aku sedang bahagia sekarang." Gea berjalan kea rah pintu dan Devan hanya memerhatikannya dari jauh.

"Sebentar," Gea setengah berteriak. Bel terus berbunyi tanpa henti seolah tamu ini tidak bisa menunggu.

Pintu pun terbuka memperlihatkan sosok yang lelaki tampan yang Gea cintai. Satang raut wajahnya sepertinya dia akan meledak.

"Apa kabar, bitch?"

Gea berdiri. Tatapannya tak berkedip. Benarkah Digo menjemputnya. Ah romantic sekali.

"Siapa saying?" Tanya Devan dari dalam lalu memeluk Gea dari belakang.

"Maaf Anda siapa?"

Digo tersenyum meremehkan lelaki ini. "Saya bos wanita yang tengah mendapat perlakuan tak senonoh dari Anda." Wajahnya mengeras mendapati lelaki ini memeluk Gea posesif.

"OH bos kamu ya saying?"

Sayang gundulmu, batin Gea.

"Perkenalkan," Devan menjulurkan tangan kanannya. "Saya adalah kekasih Gea. Calon suaminya."

-to be continued-

Next chapter