webnovel

PAN!C

Happy reading, semuanya 😚😚😚

.

.

.

Jam berapa kalian baca ini?

---------------------------

Lengannya menggapai-gapai perempuan yang tadi tidur memunggunginya. Dia akan memeluknya lalu tertidur kembali. Entah kenapa tiba-tiba saja dia tersentak dari tidurnya lalu terbangun pagi buta begini. Padahal dia rasanya baru saja memejamkan matanya. Saat tangan itu tidak mendapati apa pun di sana, matanya terbuka sempurna. "Gea," kata itu lolos begitu saja dari bibirnya.

Dia melihat ke arah kamar mandi yang pintunya setengah terbuka. Bertanya-tanya apa gadis itu hendak membersihkan tubuh. Kalau iya, apa gadis itu kurang cukup waras mengingat jam di dinding berada di angka tiga. Mengingat dari kemarin dia belum mandi dan ketika siuman langsung dia serang akal sehatnya berkata bahwa itu adalah suatu "kewajaran".

Bolehkah dia ikut mandi bersama Gea-nya. Miliknya seutuhnya. Dia tidak keberatan jika harus menggosok punggungnya. Atau membantunya bersabun. Memenuhinya dengan busa, atau dmemenuhinya di tempat lain juga boleh.

Dia menyeringai. "Boleh juga. Aku belum pernah melakukannya di kamar mandi dengan ruangan yang sempit. Mungkin bagus kalo quickie,". Digo terus saja berfantasi liar sambil melangkahkan kakinya ke pintu kamar mandi yang setengah terbuka. Kenapa tidak ada suara riak atau kecipak air sekalipun. Aneh. Mungkinkah Gea tengah berendam? Jika iya, dia akan memberinya kejutan kecil.

"Gea" suara rendahnya seolah memenuhi kamar mandi. Memantul lagi bagai gema.

Dia menyusuri penglihatannya ke seluruh area dan tidak mendapati gadis itu di sana. Jikalau Gea bersembunyi pun tidak akan susah menemukannya. Di sana hanya ada wastafel beserta peralatan miliknya−seperti aftershave dan pisau cukur−dan milik gadisnya, water in closet, bath ub, dan shower−yang dibiarkan menggantung di pojokan. Tidak ada jendela. Hanya satu ventilasi kecil sebagai tempat keluar masuknya udara.

Digo menghela napas. Lalu di mana gadis itu?

Sekilas dia melirik ke arah bath ub yang di penuhi dengan busa sabun. Sebenarnya bak itu terlihat baik-baik saja. Tapi nuraninya berkata sebaliknya. Bagaimana bisa bak itu terisi jika tidak ada yang memakainya. Mereka hanya berdua di apartemen kecil ini. Jika bukan dia yang menggunakannya sudah pasti gadis itu.

"Gea" sekali lagi dia memanggil. Kali ini lebih keras dari yang tadi. Kembali, dia mengamati kamar mandi itu. Dia berbalik. Menghampiri pintu kamar yang ternyata terkunci−dia yang mengunci dan menyimpan kuncinya. Jadi bagaimana bisa gadis itu hilang. Kecuali dia terhun dari apartemen kecil itu yang berada di lantai dua puluh. Itu si namanya cari mati.

"Gea" dia mengggeram tak tahu harus berbuat apa. Akhirnya dia memilih duduk kembali di kasur. Tangannya bertumpu pada kedua sikunya. Dia berpikir. Dia beranjak kemudian berjongkok. Apa mungkin gadis itu di bawah kasur−bersembunyi. Dia melongokan sebagian kepalanya−seperti orang dungu−masuk. Kosong. Sekarang dia harus menyiapkan kemenangan untuk gadis itu yang telah berhasil membuatnya "sedikit" khawatir.

Khawatir. Rasa asing yang mulai ada. Perasaan itu membuat sebagian "kecil" hatinya berada di luar zona aman. Biasanya perasaan itu tak muncul begitu saja. Apalagi hal yang remeh-temeh seperti ini. Bahkan tubuh telanjangnya pun tak ada niatan lelaki itu akan tutupi. Gea mengambil separuh 'kesadarannya'.

"Where are you, bitch?" dia memaki entah pada siapa.

Dia bergerak gusar dan melankahkan kakinya menjauhi kasur. Kembali ke kamar mandi. "Kalau aku menemukanmu, aku akan buat kamu menyesal telah melakukan ini."

"How dare are you. Aku akan membuatmu membayarnya."

Saat matanya kembali menimpa tempat berendam itu, dia kini mampu melihatnya. Ketika seluruh busa itu hampir hilang, warna hitam yang mengambang ke permukaan seolah dia sudah hapal betul. Jantungnya tiba-tiba berpacu dengan cepat. Napasnya kian memburu mengikuti. Jangan bilang… jangan bilang… jika itu adalah warna rambut. Rambut. Seketika wajah kesal itu pucat.

Dengan terburu, dia mendekat. Saat tangannya bersentuhan dengan air seketika dia meringis. Apa-apaan ini. Jam menunjukan pukul tiga pagi dan air dingin. korelasi yang sangat negatif. Saat seluruh tangan itu masuk dia merasakan tubuh gadisnya. Kedinginan karena terlalu lama berada di dalam air.

"Apa kamu sudah gila," Dia berteriak ketika tubuh kecil itu berhasil terangkat sempurna. Dia melihat air muka gadis itu. bibirnya pucat dan wajahnya pias−lebih pias dari dirinya.

Hal pertama kali yang terlintas di pikirannya "urat nadi". Dia menyentuhkan telunjuknya memeriksa leher jenjang itu. berhenti. Nadi itu berhenti. Kehidupannya sudah tiada.

Tanpa pikir panjang dia kembali ke sana. Meraih beberapa pakaian dan memakainya asal. Bahakn kancing kemejanya tak dia pedulikan. Dia meraih lemari satunya. Di tatapnya satu persatu pakaian gadis itu−ada atasan, gaun, tetusan, blazer−dan sepertinya dia tak tahu cara memakaikan pakaian wanita. Akhirnya dia mengambil kemeja putihnya−sebagian pakaiannya memang sengaja ditaruh di lemari gadis itu.

Kembali dia raih tubuh itu. Memakaikan bajunya asal dan segera berlari menuju mobilnya. Jantungnya kembali berpacu dengan padatnya jalanan kota Jakarta. Dia harus menolong gadis itu walaupun statusnya hanya "wanita murahan". Untuk kali ini saja, dia ingin menjadi manusia. Bukan persoalan lain jika sebagian hatinya mungkin telah berpindah tempat dari sang pemiliknya.

-To be continued-

.

.

.

Makasih udah ngasih masukannya kemaren, ku senang bangett😚😚. Jadinya ku akan usahakan up tiap senin, kamis, sabtu aja ya. Tuhkan bagus, disingkat jadi SKS yey. sebenarnya aku tuh update nya kalo bisa ya tiap hari juga udah pengin banget cerita ini tamat, tapi ya harapan hanyalah asa. Otak mumetku berteriak. Masih jauuhhh banget.

Terakhir, Arigatou gozaimas. [gitu bukan sih tulisannya]

love you,

Next chapter