webnovel

MY GUARDIAN ANGEL

Happy reading 😂😂😂

----------------------

Ini di mana?

Kalimat itu terus berputar memenuhi pikirannya. Tempat ini begitu asing dalam pandangannya. Entah ini ruangan terbuka atau tertutup−dia tak begitu peduli. Hanya saja warna putih itu memenuhinya hingga tak menyisakan warna apa pun lagi. Seluas pandangan, ruangan ini seperti tak mempunyai titik temu.

Gea heran. Dia memakai baju putih−gaun selutut dengan lengan sebahu. Gelenyar aneh terasa dalam setiap nadinya. Tidak mungkin jika ini adalah ruang eksekusi−tempat hidupnya setelah kematian. Sebenarnya dia ada di mana? "Ada orang di sini?" Dia berteriak sekeras mungkin berharap ada orang yang mendengar dan menghampirinya. Dia tak tahan jika harus bertahan sendirian di sudut antah berantah ruangan aneh ini.

Ada orang di sini, suara itu memantul kembali. Gema. Berarti di sini sama sekali tak ada orang. Oh Tuhan, Gea terus merapal doa sebisanya. Dia berharap ada orang yang akan menolongnya. Dengan penuh keyakinan bahwa dia akan terbebas, dia berlari sekuat tenaga. Ke depan. Samping. Tapi semuanya sana. Nahas. Dia seperti kembali lagi ketempat semulu. Tempat ini benar-benar menyeramkan karena tak ada ujungnya.

Lagi. Gea mengernyitkan kening. Ada sebuah cahaya putih mendekatinya. Satu. Dua. Ternyata dua cahaya putih. Dia bisa melihatnya samar-samar sekali pun bayangan itu masih jauh di hadapannya. Dia terduduk setengah memohon. Berteriak dengan suara terisak, "Siapa pun di sana, kalian bisa tolong aku."

Seberkas cahaya putih itu semakin mendekat. Melingkupi area di sekitarnya sehingga bercahaya. Gea menundukan kepalanuya karena silau. Matanya perlahan menyesuaikan pandangan dengan keadaan sekitar.

"Geisha…" Tangan lembut−yang tentu saja sangat Gea hapal−menyentuh kepalanya. Menyisir tiap rambutnya.

"Ma…Ma" Suaranya bergetar. Apa benar dia kini bertemu mamanya. Dia menengadahkan kepalanya. Ada dua sosok yang selama ini Gea rindukan.

Mamanya mengelus pipi Gea lembut. "Mama di sini sayang." Mama mengulurkan kedua lengannya dan membantu Gea berdiri. "Papa juga…"

"Papa," Gea menghampiri papanya. Memeluknya posesif. Dia bertemu kembali dengan super heronya. Penjaganya. My Guardian Angel. Dia menelusuri wajah papanya. Garis-garis kedewasaan yang tertutupi bulu-bulu halus. Papanya begitu tampan dan jantan.

Mama menghampiri keduanya. Memberi pelukan hangat pada mereka berdua. "Ma, Pa, Kenapa kita tidak mengajak Ka Kian untuk bergabung. Dia pasti excited banget ketemu kalian." Papa dan mama hanya tersenyum.

"Tidak bisa sayang. Tempat Ka Kian bukan di sini," Jelas papa.

"Tapi aku begitu merindukan suasana ini. Ada mama, papa, kak Kian, dan kita berkumpul bersama di ruang keluarga. Menikmati candaan papa−"

"Yang sebenarnya garing." Mama menoel dagu papa.

"Ah, Mama." Sebelah tangan papa merangkul mesra mama.

Ada satu yang tidak disadari Gea sejak tadi. Papanya tengah menggendong bayi kecil yang lucu sekali. Gea sangat ingin menggendongnya. "Pa itu adik Gea? Kenapa kalian merahasiakannya?" Bayi itu tertawa−tawa khas bayi yang membuat tempat di sekitarnya hangat. "Ka Kian pasti senang punya adik bayi." Karena bayi ini tidak pernah menangis. Justru tertawa selalu.

Mama seperti memberikan tatapan pengertian pada papa. "Ayo kita duduk di sana?" tunjuk papanya pada satu tempat yang sama sekali sama saja dengan area yang lain. Ingat, tempat ini merupakan hamparan padang putih luas.

Mereka akhirnya duduk saling berhadapan. Gea masih saja menatapi bayi itu dengan ke-kepo-an akut. Begitu penasaran dengan makhluk kecil bertangan mungil itu. pipinya gembul sekali minta dicubit saja.

"Geisha pengin di sini buat nemenin mama sama papa" akhirnya Gea buka suara untuk pertama kalinya.

"Kamu seneng ketemu kami?" Tanya papanya sambil menyerahkan bayi itu pada gendongan Gea.

Gea mencubit pipinya gemas. Bayi itu tertawa. "Lucu banget bayinya. Gemesin." Sahutnya entah pada siapa.

"Sayang, maaf ya setelah kepergian mama dan papa kamu selalu saja sedih. Mama kasihan sama kamu, nak."

"Papa juga minta maaf ya Ge. Gak bisa jagain kamu lagi." Tambah papanya.

"Ma, Pa, lagian Gea juga sudah besar." Kilahnya.

"Tapi kamu selalu saja−"

"So tegar," Gea menegakkan sedikit tubuhnya. Menatap kedua orang tuanya penuh penghormatan. "Ma, pa dengerin Geisha. Masalah merupakan tanda nyata kalau orang itu masih hidup. Justru aneh jika seseorang masih bernapas, masih bernyawa, tidak kena masalah."

Mama menghembuskan napas, masih belum puas dengan jawaban anaknya, "tapi kamu mama lihat sering mengeluh."

"Mama tahu dari mana?" Gea mengernyitkan kening. Bingung.

"Apa kamu semenderita ini bersama lelaki itu?"

Gea hanya menundukkan kepalanya. Tak mau menjawab.

"mama tahu. Kami sebagai orang tua−yang selalu mengawasimu dari jauh tak bisa berbuat apa-apa, kami hanya berpesan kamu harus bertahan. Karena tidak ada yang tahu akhirnya akan jadi seperti apa?"

"Geisha rasa, ini udah cukup. Enough."

"Kamu hanya harus yakin. Suatu saat nanti kamu akan menemukan kebahagiaan." Papa mengomentari.

"Gea hanya muak. Itu saja," akunya gusar.

"Geisha kamu harus yakin, nak. Kamu pasti bahagia." Papa kini menautkan kedua tangannya pada anak gadisnya. Menggemgamnya hangat.

"Buat apa? Gea bahagia bersama kalian. Bersama baby di sini."

"Ini bukan tempatmu nak"

"Geisha tak peduli. Gea hanya ingin merasakan kebahagiaan walau itu rasanya semu. Dan Gea hanya dengan bersama kalian."

"love, just it!" pesan mamanya.

"Kau tahu Geisha. Siapa yang tengah kau peluk itu?"

"Adik Geisha?" tebaknya.

"Itu buah hatimu dengan Dirga. Tuhan berbaik hati menunjukkannya padamu."

Gea menatap bayi itu tak percaya. "Ini. Bagaimana mungkin−" tangannya mengelus perutnya yang masih rata. "Apa Tuhan mengambilnya?" tangannya bergetar menyentuh pipi mungil bayi itu. bayi itu tertawa.

"Ma..Ma" bayi itu berbicara walau pun dengan nada yang tidak jelas, tapi Gea bisa mengetahui maksudnya.

Mama? dia sudah menjadi ibu. Kenapa ada perasaan aneh yang menghinggapinya.

Perasaan semacam ingin melindungi. Menyayangi dengan setulus hati. Bahkan Gea rasa dia bisa menukar nyawanya sekali pun demi melihat kehidupan pada bayi ini.

"Selamat sayang, kamu sudah jadi ibu" mamanya merangkulnya sayang.

Gea terharu. Perasaannya terbuncah. Rasanya lengkap sudah kebahagiaannya selama ini. Love. Dia jadi teringat pesan ibunya. Just, love. Apa inikah cinta yang sebenarnya. Cintanya berlabuh pada buah hatinya.

"Mama sayang kamu nak," Gea mendekap erat baby itu. lalu menciumnya. "kamu adalah sumber kehidupan mama." Bayi itu tertawa seolah mengerti apa yang dikatakan Gea. "Mama akan selalu menjagamu."

Mama dan Papa tiba-tiba berdiri.

"Kamu harus kembali sayang." Gea menggeleng tegas. Sudah jelas, dia tidak mau.

"Ingat pesan-pesan kami. Bertahan. Tak peduli badai dahsyat akan menerjangmu seperti apa. Kokohlah bagai batu karang yang selalu menerima."

"Gea tidak mau pergi, kalian jangan pergi," Gea berdiri dengan baby yang masih berada di tangannya. Tangannya yang bebas berusaha menggapai kedua orang tuanya yang terhanyut. Menjauh.

"Jangan egois, nak. Di sini bukan tempatmu. Ada yang lebih menunggumu di sana. Ada yang lebih membutuhkanmu,"

Mereka menghilang. Baby pun memudar dalam gendongannya. Semuanya menghilang. Gea mencoba mengejar bayangan-bayangan itu dengan kekuatan yang tersisa. Dia tak boleh menyerah, dia tak ingin keluar dari tempat aneh ini.

Tiba-tiba warna ruangan ini berubah jadi biru. Kakinya yang tadi menancap tanah kini tertelan air. Ada apa ini, batinnya terus bertanya. Gea sedikit kesusahan karena air itu mengalir deras. Dirinya seperti berada dilautan. Air disekitarnya meninggi. Air itu menelannya. Menenggelamkannya. Menggiringnya hingga ke dasar.. Dia menggapai-gapai−mencari pasokan udara. Berusaha untuk mencapai permukaan. Namun seperti ada yang menariknya dia justru mendekati dasar. Paru-parunya mengembang−penuh dengan air. Rasanya sama seperti saat tenggelam di bath up nya. Bedanya kini dia tidak menerima pada keadaan nahas yang mengaharuskannya kembali menutup mata.

Kenapa dunia begitu kejam, hanya pada seorang gadis lemah bernama Geisha Lakhsmi.

Next chapter