6 INTO YOU

---------------------

"Oh iya, aku belum mandi. Bisakah kamu memandikanku seperti biasanya. Jika ada dirimu, aku selalu lupa bagaimana cara melakukannya." Ucapnya sambil mendekat ke arah Gea.

Malam ini, Digo akan mengajaknya mandi bersama, bukan? Gea bersorak kemenangan dalam hati.

Digo mulai melepaskan kancing kemejanya satu persatu dengan gaya sensual yang sayingnya menggoda. Beberapa kali bahkan Gea harus menahan napasnya melihat atasan polos lelaki itu yang sempurna tanpa cela. Kulitnya agak gelap eksotis, seperti kebanyakan lelaki pantai pada umumnya. dan otot di bahu, dada, dan perut menambah keindahan tersendiri. Gea pun harus bertanya pada diri sendiri. Kapan lelaki ini nge-gym melihat betapa kekarnya tubuh itu seperti instruktur fitness yang pernah mengajari Gea bulan lalu.

"Bukakan celanaku!"

What, Gea harus membukakan daerah terlarang pria itu? Lelaki ini pasti tidak waras.

Ingin rasanya memberontak dan tak tahan karena malu, namun dengan brengseknya tubuhnya mangkir dari logika yang selalu dia junjung. Entah sejak kapan dirinya mulai berjongkok menghadap lelaki itu. Tubuhnya menghianati pemiliknya. Tangan Gea mulai menyentuh risleting celana katun hitam itu yang sialannya sangat pas ditubuh lelaki itu. Memperlihatkan bokong indah yang dengan sialannya sangat menggoda.

Perlahan tangan mungil itu membuka risleting celana. "Persetan denganmu dan tanganmu. Apa kamu berusaha menggodaku, saying?" celana itu sudah melorot sampai ke jari kaki. Dan Gea bisa melihat keindahan Tuhan saat ini.

Tubuh lelaki itu hanya terbungkus celana dalam saja. sekali Gea membukanya, maka itu akan langsung membuat detakan jantung Gea berhenti. Apa Gea harus melihat pusaka milik lelaki itu. Rasanya, dalam jarak sedekat ini Gea belum sanggup.

"Apa aku yang harus…" pandangan memohon pada lelaki itu agar bukan dirinya yang melanjutkan kegiatan itu. Digo tersenyum, ternyata wanita juga bisa mesum yah. Dengan sekali jadi, Digo melorotkan pakaian dalam berwarna putih itu. Seutuhnya tubuhnya polos tak terbungkus apa pun. "AAAAAAAA" Gea menjerit saat pemandangannya terganti dengan kejantanan milik lelaki itu. Refleks Gea menutup mata dengan kedua tangannya yang bergetar.

Oh, God. Gea tidak kuat jika seperti ini.

"Oh, ayolah. Kau seperti perawan saja." Diingatkan tentang statusnya justru membuat rona merah di pipi Gea terlihat.

"Memangnya aku semurahan itu ya?" ucapnya sambil lalu. Gea berdiri lalu memandang wajah lelaki itu.

"Kau meamng murah saying. Tak ingat dulu siapa yang memulai aktivitas panas kita, atau yang minta tambah ronde bulan lalu."

Ya, Gea lah yang menawari kesepakatan gila itu sebenarnya. Wanita polos yang menawarkan tubuhnya sendiri agar di jamah lelaki ini. Dan mengenai bulan lalu, dia sengaja. Lihatlah sepertinya usahanya berhasil. Dia mengandung anak lelaki itu.

"Tapi aku melakukan ini karena aku…"

"Mencintaiku, begitu. Cukup Gea. Aku tidak ingin suasana mala mini rusak karena perasaanmu. Diamlah dan ikuti saja ritme nya."

Kedua tangan lelaki itu merobek kaos yang tadi Gea kenakan disusul dengan tarikan keras pada celana yang melekat pada kakinya. Digo melempar asal pakaian Gea ke sembaranga arah. Selalu saja seperti ini, terburu-buru dan menggila. Gea pasrah saja ketika pakaian itu di robek, karena kalaupun dia tidak membawa pakaian ganti. Toh, dilemari lelaki itu banyak gaun berkelas yang harganya selangit.

Faktanya, gaun itu dulu Digo siapkan untuk para pelacurnya. Otomatis, gaun-gaun itu sekarang miliknya.

Kedua insan itu saling berhadapan dengan tubuh polos yang bergesekan. Si lelaki dipenuhi kilat gairah memandang wanita, sementara wanitanya hanya menunduk karena malu. Lelaki itu kemudian menggiring wanita itu memasuki kamar mandi mewahnya. Keduanya memasuki shower dan saling membersihkan diri.

"Aku sudah menahannya sejak tadi saying." Lelaki itu mengangkat tubuh Gea yang masih mengenakan kimono putih tebalnya. Melemparkannya pada ranjang kebesaran miliknya.

"Mas mau ngapain. Bukankah kita sepakat tadi hanya melakukan make out saja di kamar mandi." Lengan gadis itu otomatis mengalung pada lehernya.

"Aku lapar." Katanya dengan geraman gairah yang meluap.

"Mas, belum makan?"

"Yaa" bibirnya bertaut pada bibir lembut Gea. Mulanya ciuman itu hanya ciuman biasa, bibir ketemu bibir, namun lama-lama menuntut juga.

"Stop it, mas." Gea mencoba mendorong tubuh Digo yang mengangkanginya. Namun tubuh itu tak bergerak seinci pun. "Kalau mas lapar aku bisa masak sebentar−" Digo kembali menciumnya.

Kali ini ciuman itu lebih menuntut dari pada yang tadi. Gea sadar aktivitas ini akan menuju kea rah mana. Dia hanya diam saja, tak menolak mau pun membalas.

"Kenapa kamu hanya diam saja, huh?" Digo menggeram. "aku tidak suka bercinta dengan mayat. Balas atau kau ku paksa untuk membalas."

Oh Tuhan, Digo marahkah padanya. Jangan sampai itu terjadi.

Gea meraih saklar lampu kamar di sampingnya, lalu menyentuh stop kontaknya. Ruangan itu gelap. Satu-satunya penerangan hanya rembulan yang menjadi saksi mereka, melihat dari arah jendela yang tidak tertutup rapat.

"Mas, itu-anu. Aku tidak suka bercinta dalam keadaan terang seperti itu." Gea berbicara pelan. Takut perkataanya menyentil ego lelaki itu. Gea tidak tahu apa lelaki itu mendengarnya atau tidak. Yang pasti pandangan lelaki itu seolah menelanjanginya.

"Kenapa?" karena Gea malu.

"Apa aku tidak boleh melihat asetmu yang menggoda?" asset? Dia pikir tubuhku ini barang.

"Baik kalau begitu. Apa itu berpengaruh juga pada bayaranku, pelacur nakal"

Akal sehatnya hilang. Dengan rakus dia melucuti gaun kimono gadis itu dan melemparnya asal. Bibirnya mulai menciumi leher gadis itu lalu menggigitnya pelan.

"Rasanya sangat manis. Kau memang canduku,"

"Mas ah… Apa… apa kamu juga," bertanya saat kau mendesah merupakan pilihan yang buruk. "Apa kau juga melakukan hal ini dengan Renata?" cepat sekali perkataan itu lolos dari bibirnya. Tapi sungguh, Gea ingin tahu.

Tubuh Digo yang tadi aktif menggoda tubuhnya kini hanya diam. Apa Gea melakukan kesalahan.

"Jangan bertanya aneh-aneh. Aku tidak suka." Digo menatapnya tajam. Walau Gea sebenarnya Gea tidak tahu karena ruangan ini sangat gelap.

"Jadi, aku lebih special kan dari pada dia?"

Hilang. Hambar. Selama ini apa yang Digo lakukan dengan pelacur ini. Digo kira, dia berbeda dari pelacur lain yang datang lalu pergi. Wanita ini berbeda. Dia menginginkan hubungan lebih yang bahkan Digo tidak bisa memberinya. Kecuali pada Renata. Gadis cantic yang selalu membuat hatinya berdesir. Ibu dari anak-anaknya kelak.

Digo berdiri, menjauh dari atas tubuh Gea. Dia berjalan menuju jendela kamarnya lalu melihat pemandangan diluar. Bisa-bisanya hatinya merasakan denyut aneh tatkala gadis itu menanyainya demikian.

"Kenapa mas? Ada yang salah kah." Gea. Gadis itu sudah berdiri dibelakangnya dan memeluknya erat. "Aku hanya tidak ingin kehilanganmu. Itu saja. setelah aku mengatakan mengenai kehamilanku tadi sore di kantor, aku rasa kamu mulai menjauh. Aku tidak ingin mas, aku tidak ingin kehilanganmu. Aku tidak ingin kamu berubah status menjadi suami−"

"Menangis tidak akan merubah apa pun." Digo berdecih entah pada siapa. Wanita ini, pelacur pribadinya, akhir-akhir ini begitu emosional. Tentu saja, pernikahan yang akan digelar antara dirinya dan Gea tidak akan gagal hanya karena tatapan memohon dari jalangnya ini. Itu tidak mungkin.

"Aku hanya ingin kamu mengakui keberadaan kami mas. Aku juga anakmu yang berada dalam kandungan."

Anakmu, anakmu dia bilang. Digo bahkan tak yakin jika itu adalah darah dagingnya. Wanita ini memang murah, mau saja pasrah dalam pelukan iblis seperti dirinya. Dia bahkan membuat penawaran yang Digo tak dapat tolak. Wanita bodoh. Lalu kini dia meminta lebih? Tidak akan Digo.

"Kamu mau aku merubah statusku, ah status kita" Digo berbalik. Memandang lekat wanita itu. Walau pun tangisannya belum berhenti Digo bisa melihat senyum terbit di bibirnya.

"Baik akan ku pikirkan jawabannya besok. Untuk mala mini kamu puaskan diriku pelacurku,"

Digo mengangkatnya, menindih tubuh mungil itu dengan tubuhnya. Dia akan mamberikan pelajaran kecil pada pelacur nakal ini. Bercinta tanpa memberi jeda dan membuat tubuhnya kelelahan. Tidak ada percintaan manis untuk mala mini. Iblis tetaplah iblis dan akan selalu begitu.

Gea, pelacur nakal. Kamu belum tahu saja siapa diriku yang sebenarnya.

.

.

.

avataravatar
Next chapter