webnovel

HE DOESN’T CARE [part 2]

Happy reading 😚😚😚😚

-----------

Gea bersungut-sungut sebal saat memasuki gedung pencakar langit ini. Skyscraper berlantai empat puluh ini merupakan tempatnya bekerja. Dia memulai karir di perusahaan ini sekitar tiga bulan yang lalu sebagai sekretaris CEO yang paling terkenal dengan segala kesempurnaannya. Tampan, Rupawan, konglomerat, jenius merupakan sebutan yang paling banyak didengar. Bahkan dulu dia hampir menggemparkan sejagat pengusaha Ibu kota karena namanya terpampang jelas di majalah pesohor milik US. Di majalah Forbes itu dia mendapatkan nominasi sebagai pengusaha dengan penuh potensial dan talenta.

Geisha, begitulah namanya di sebut, merasa aneh saat dirinya bekerja sebagai sekretaris. Bukan karena dia tidak memiliki kemampuan itu karena dia pasti di trainee terlebih dahulu melainkan fungsi jurusan yang di ambilnya dulu kala dia menjejakkan kakinya di negara orang untuk menyelesaikan studi. Di sana dia mengambil Accounting dan terdampar menjadi seorang sekretaris. Walau mungkin ada bantuan kongkalikong dari temannya Renata tetap saja dia merasa aneh.

Saat memasuki lobby dia melihat mobil Digo baru saja sampai ke area parkir di depan gedung. CEO penuh kewibaan itu turun kemudian membuka pintu di sebelahnya. Di sana ada Renata yang sangat cantik memakai gaun berwarna ungu dengan accessoris yang senada. Tangan Digo terjulur dan di sambut hangat oleh Renata lalu mereka melanggeng masuk ke dalam.

Rasa iri dalam tubuh Gea langsung terpancing melihat roman picisan yang ada di depannya. Entah kenapa perutnya tiba-tiba saja terasa nyeri dan keram secara bersamaan membuat tangannya otomatis mengelusnya. Mungkin si bayi tahu jika suasana hati ibunya tengah gelisah dan dia mencoba mengalihkan perhatian ibunya.

Gea kemudian sembunyi di antara pilar yang ada di lobby itu. dia memerhatikan kedua pasangan itu melanggeng masuk ke dalam perusahaan. Sambil menahan sakit yang ada di perut pikirannya terus menerus berputar membuatnya justru dilanda pening. Belum pernah dia diperlakukan sedemikian manisnya oleh CEO perusahaan itu padahal dia tengah mengandung anaknya. Tepatnya anak yang tidak pernah dan mungkin tidak akan pernah diakuinya.

Dia mengambil sapu tangan yang ada dalam tasnya lalu mengusap bukti kesedihan dalam matanya. Hatinya terasa perih dan sakit. Dan kesakitan itu semakin lama semakin banyak dan semakin menciderainya.

Gea terlonjak kaget saat bahunya dipukul oleh seseorang.

"lo baru balik Ya." Sapa seseorang "Gue jones tahu di kantin kagak ada lo tiap makan siang." Keluhnya.

Tara. Teman Gea satu-satunya yang ada di kantor ini. Gea mengenalnya saat makan siang untuk pertama kalinya di kantin perusahaan ini. Tara tiba-tiba saja mendatanginya dengan senyum sumringah dan berceloteh ini itu mengenai tabiat orang-orang yang ada di perusahaan ini. Gea hanya tersenyum sambil mendengarkan.

"Ngapain lo di sini?" Tara kemudian menyadari kalau tatapan Gea masih tidak beralih dari pimpinan perusahaan.

"Yang sabar ya. Cinta dalam diam itu emang sakit, bok."

Gea tersadar dan segera mengalihkan tatapannya. "Ra, entar gue cerita semuanya pas makan siang. Lo duluan aja ke kantin terus booking kursi. Gue nyusul. Gue duluan ya, bos gue udah masuk tuh."

"Yaelah gue dianggurin." Sungut Tara. "Padahal gue baru aja excited gitu ketemu dia, eh …"

***

Gea berlari masuk ke dalam lift. Berdesak-desakan dengan orang-orang yang mempunyai tujuan seperti dirinya. Untuk menuju lantai yang lebih tinggi. Jangan lupakan fakta bahwa dia bekerja di lantai empat puluh bersama tuannya. Sebelum pintu lift tertutup dia mampu menangkap sosok dua orang yang sedang bergandengan tangan itu di lift khusus para eksekutif. Dunia kadang tidak adil.

"Selamat pagi, pak." sapa Gea saat dirinya sudah memasuki ruangan bosnya itu.

Digo hanya melirik sekilas tanpa minat. Tak menjawab walau itu sebuah anggukan atau gelengan.

"Hi, Geisha." Sapa Renata sambil tersenyum menyambut kehadiran Gea.

Gea balas tersenyum, "Hi Ren," Lalu mereka terlibat reuni sekilas dan saling berpelukan.

"Eh Ren, gak biasanya kamu datang ke kantor?"

"Itu," tunjuk Renata pada seorang lelaki yang sudah duduk di kursi kebesarannya, "dia tiba-tiba datang ke rumahku dan mengacaukan tidur pagiku." Adu Renata pada Gea. Sudut hati Gea ingin menangis mendengarnya. Gea tak pernah barang sekali pun diperlakukan seperti itu. jika Renata kesal mungkin Gea akan melompat-lompat saking senangnya.

"Tapi aku puas sih, aku berdandan cukup lama. Dan ku rasa dia juga sebal." Renata tertawa sebal. "Bahkan dia tidak sempat sarapan," lanjutnya.

"Oh ya? Jadi kalian belum sarapan?" Renata menggeleng sementara Digo, jangankan menjawab berkedip pun rasanya enggan.

"Sebegitu bencinyakah Digo padanya" jerit hati Gea.

"Umm kebetulan sekali, Ren. Aku membawa banyak cupcake dan ada juga beberapa kotak susu. Kamu mau?" tawar Gea.

Binar di mata Renata semakin bersinar kala mendengar tawaran itu lalu dia menengadahkan telapak tangannya. "Sebentar ya, aku bawa dulu." Gea kemudian pergi ke kubilkelnya yang ada di depan ruangan Digo.

Saat Gea hendak keluar tiba-tiba saja matanya beradu pandang dengan pandangan lelaki itu. Keduanya terkena magnet kasat mata membuatnya saling tarik menarik untuk menjelajahi matanya. Satu detik. Dua detik. Mereka tak mampu untuk mengalihkan pandangannya satu sama lain. Mereka terperangkap dalam kesunyian yang seketika tercipta.

"Perlu ku antar?" Tanya Renata membuat jaring-jaring yang memerangkap pandangan keduanya hancur. Gea lebih dulu mengalihkan pandangannya ke samping lalu menghirup udara dengan cepat. Dia menggeleng.

Gea berjalan cepat menuju kubikelnya. Tidak lama dia pun kembali ke ruangan Digo dengan semua cupcake dan beberapa kotak susu seperti ucapannya. Dengan cepat Renata mengambil barang bawaan itu dan membenahinya dengan cepat sehingga terhampar di atas meja.

"Ayo semuanya silakan di makan" Ucapnya seolah dia saja yang membuatnya.

Gea menatap Digo bingung. Kenapa sama sekali Digo tak menyentuh makanannya. Apa lelaki itu takut jika Gea membubuhi racun di sana. Padahal Gea tidak akan melakukan itu, tidak akan pernah. Mana mungkin dia harus membunuh ayah dari bayi yang dikandungnya.

Entah dewi fortuna sedang berpihak padanya tangan lelaki itu terulur untuk meraih cupcake itu. namun saat cupcake itu sebentar lagi akan memasuki mulutnya dia menghentikan gerakan tangannya. Dan dengan begitu saja dia mencampakannya ke arah tong sampah.

"Loh kenapa sayang. Ini enak." Ucap Renata tak mengerti dengan pikiran Digo.

Sorot kecewa tercetak jelas dalam pandangan Gea. Susah-susah dia membuatnya tadi pagi. Bahkan dia harus terlibat negosiasi bodoh bersama Devan jika pada akhirnya Digo justru tak menghargainya. Padahal ini semua untuk lelaki itu. Untuk Digo. Apa tak ada sepercik saja rasa kasihan pada lelaki itu.

"Sayang bisa buatkan aku kopi. Sepertinya aku ingin secangkir kopi." Pinta Digo pada Renata.

"Biar aku saja Re" tawar Gea dan tentu saja Renata mengangguk. Namun saat Gea akan bernajak dari sana Digo berdiri lalu menahan tangannya.

"Ayolah sayang. Aku ingin mencicipi kopi buatan calon istriku." Dia menekankan dua kata terakhir membuat Gea di sampingnya bergetar hebat.

"Hmm baiklah tuan pemaksa." Renata pergi menyisakan mereka berdua di ruangan itu.

Digo mengalihkan tangannya yang mencengkram pergelangan tangan Gea ke wajah gadis itu. dia menelusuri mata, hidung dan berhenti tepat di bibirnya. Menekan bibir itu lama lalu menggantinya dengan lumatan.

"Mas, ini di kantor. Aku takut Renata akan mengetahuinya."

Bukannya mendengarkan Digo justru semakin tertantang. Dia menubrukan Gea ke dinding yang dihalangi oleh lemari setinggi dua meter. Dia bersembunyi di sana lalu kembali memberikan Gea ciuman. Kasar. Ini seperti ciuman penghukuman bahkan Digo sesekali menggigitnya. Gea hanya mengatupkan matanya agar tertutup. Dia merasa martabatnya seakan tak ada.

KLEK. Pintu terbuka menampilakan Renata yang sedang membawa seduhan kopi di cangkir. Sepersekian detik sebelum Renata bisa melihat perbuatan keduanya, Digo menghentikan ciumannya. Dan berbisik ke telinga Gea. "Ayo kita bongkar kebusukanmu di belakang sahabatmu itu." Digo menyeringai.

"Kalian sedang apa di sana?" Tanya Renata heran melihat posisi Digo yang berada di belakang Gea seakan sedang bersembunyi.

"Tidak apa-apa sayang. Kami hanya sedang berdiskusi mengenai meeting yang akan kami hadiri sebentar lagi. Bukankah tidak baik membicarakan pekerjaan sambil makan?"

"Hmm baiklah." Renata lalu kembali duduk dan menikmati sisa cupcake yang tadi sempat tertunda.

Tangan nakal Digo tiba-tiba menelusup masuk ke dalam rok terusan Gea dan berhenti pada pusat gairahnya. Gea menggelengkan kepalanya tanda tak setuju dengan apa yang akan Digo lakukan selanjutnya. Tidak mungkin mereka akan bermain di hadapan orang lain.

"Sayang maukah kau kuberitahu mengenai kejahatan kecil yang sahabatmu telah lakukan?" ucap Digo membuat pandangan Renata kembali menguncinya.

Ketakutan tiba-tiba membayanginya. Gea hanya bisa mengucurkan peluh dan memanjatkan doa-doa agar Tuhan mengabulkan permohonannya.

.

.

.

Waw moga aja bentar lagi end dah ni novel.

Love you,

Cindy