webnovel

GAVE UP

Happy reading guys 😄

Jam berapa kalian baca ini???

.

.

Psst... Ini ceritanya setelah Digo bawa Gea ke mobilnya, habis adegan tonjok-tonjokan ama Devan di villa. Part kemarin cuma flashback yaww.

------------------

Gea mengerjapkan matanya beberapa kali−mengusir rasa kantuk yang membelit kelopaknya. Matanya mengedarkan pandangan mengitari petak kamar itu. Ada lukisan monalisa di depannya−di atas dinding. Foto figura dirinya bersama Digo−yang diambilnya secara diam-diam saat mereka selesai bercinta−Gea sedang tersenyum di foto itu, berdiri tegak di atas laci di samping tempat tempat tidur. Beberapa kosmetik yang dia kenal dan selalu dipakainya. Juga kamar mandi kecil yang lampunya masih menyala−dia lupa mematikannya.

Begitu familiar.

Benar ini merupakan kamarnya, dan sudah hapal betul jeroannya diluar kepala. Tapi mengapa dia bisa berada di kamarnya? Bukankah seharusnya dia ada di villa. Dia mencoba mengingat-ingat kembali kejadian sebelumnya. Benar. Dia diseret paksa oleh lelaki itu dan meninggalkan Devan dalam keadaan terluka.

Ya ampun, Devan.

Otaknya terus berputar mengingat setiap detil kejadian yang menimpanya−dan itu membuatnya merasa sedikit pusing. Dia memijit kepalanya pelan berharap dengan itu mampu meredakannya. Dia melihat tubuhnya yang tertutup selimut. Menyingkapnya sedikit−mengeceknya jika tubuhnya aman. Sialnya, saat selimut terbuka dia justru merasa kedinginan. Tubuhnya polos tak tertutup apa pun.

Dia menenggakan tubuhnya agar bangun. Sayang, perutnya ternyata dilingkari lengan kekar milik seseorang. Tangan itu seolah membelit susah dilepaskan. Digo. Gea menurunkan semua selimutnya dan tubuh lelaki ini pun sama seperti dirinya. Panik segera menyerangnya.

Apa lelaki ini kembali melakukannya?

Dia meraba-raba tubuhnya. Setelah berhasil menyingkirkan tubuhnya dia beranjak dari kasur itu. Tanpa dia sadari tangannya dicekal. "Mas, bisa kau lepaskan tanganmu," Gea berusaha melepaskan cekalan itu.

"Mau kemana?" Oh my, oh my. Kenapa suara lelaki ini begitu seksi. Bukan hanya itu, bahkan kejantanannya yang tadi tegang, kini mencuat dan berdiri tegak. Memamerkan diri karena penghalang, selimut, sudah turun ke bawah kasur.

Saat pandangan Digo sempurna terbuka, Gea segera menutupi tubuh sebisanya. Dia meraih selimut yang tadi terjuntai ke lantai. Membelit tubuhnya berharap itu bisa menutupi.

Digo terkekeh melihat kebodohan gadis itu. "Kau ini. Bahkan semalam aku memasukinya. Padahal tanpa pelemasan seperti biasa kita warming up dulu." Panas. Gea butuh air sekarang juga. Rasanya tubuhnya begitu panas.

"Kenapa? Malu." Katakan kalau lelaki ini memang sempurna, tapi tak pernah pintar dalam membaca situasi. Gea ingin tenggelam sekarang juga.

"Mas kenapa kamu membawaku ke sini?"

"Aku mengajakmu pulang." Digo mulai berdiri mendekati Gea yang terpaku di tempatnya. "Apa itu salah?" Dia kini persis berdiri di samping Gea. "Katakan jika itu salah, bitch" hembusan napasnya bahkan masih terasa di telinga Gea−salah satu anggota sensitifnya.

Gea mengangguk lalu menggeleng. Tunggu tadi dia bilang 'mengajak'. Mengajak pulang yang seperti apa yang mencinderai orang hingga sekarat bahkan menyakitinya hingga dia pingsan. Gea bingung harus menjaawab apa.

"JAWAB" setengah membentak. Digo meraih tubuh Gea dan merapatkannya pada tubuhnya sendiri.

"Mau apa kamu mas?" Gea sangat ketakutan saat ini. Dia butuh Devan−dewa penyelamatnya.

"Kamu." Lelaki itu menggeram mengucapkannya.

Tanpa izin tangannya meraih selimut yang membungkus tubuh ringkih Gea. Membuangnya asal. Tubuh mereka yang bergesakan membuat sensasi tersendiri pada ke duanya. Apa para cupid sudah mengitari mereka? Gea merengkuh tubuh itu. Bibirnya mencium bibir ranum Gea dengan kasar. Dia menggigit bibir gadis itu membuatnya meringis. Bibir Gea yang tadi tertutup pun kini terbuka untuk menjilat luka. Hal itu dimanfaatkan dengan baik oleh Digo. Dia justru semakin luas menjelajahi bibirnya.

Bibir ini rasanya tetap manis dan memabukan. Membuat dunianya jungkir balik hanya dengan ciuman itu. Gea yang awalnya bergeming diperlakukan sekasar itu perlahan-lahan membalasnya. Menyalurkan rasa rindunya pada lelaki ini. Bibir mereka saling mencecap dan bergerak di mulut lawannya. Begitu lihai begitu memabukkan. Digo dengan tidak sabaran mendorongnya kembali ke kasur.

Dan mereka kembali melakukannya. Kegiatan terlarang yang merenggut semua kebahagiaan.

***

Gea menangis tersedu. Dia menutup mulutnya agar tidak mengeluarkan suara rintihan. Dia berpura-pura tidur memunggungi lelaki itu yang sudah pasti tertidur. Mereka kembali melakukannya dan baru selesai saat pelepasan lelaki itu yang ketiga. Matanya tidak bisa berbohong dan terus mengucurkan air mata.

Dia begitu sakit tapi juga bodoh. Digo sebenarnya bukan satu-satunya orang yang salah di sini. Dia yang memulainya dan betapa bodohnya dia justru terjebak dalam permainannya sendiri. Renata yang tidak punya andil apa pun juga harus ikut terlibat dalam kebodohannya. Dia menyesal. Dia harap ini hanya sebuah mimpi buruk yang sebentar lagi akan berakhir. Dia harus cepat bangun agar terbebas.

Penderitaannya tak terbayar dengan kebahagiaan semu yang selama ini dia nantikan−penderitaan itu tak berujung. Dengan cara apa dia harus membayar semua ini agar semuanya kembali seperti semula. Apa nyawanya cukup berharga untuk dijadikan tumbal.

Tanpa suara dia melangkahkan kakinya ke kamar mandi. Dia harus membersihkan tubuhnya. Juga harga dirinya yang terkoyak. Apa ini saatnya bagi Gea untuk menyerah? Setelah semua yang terjadi karena kesalahannya. Apa saat ini memang waktu yang tepat untuk mengakhiri?

Dia bergerak masuk ke dalam bath ub setelah tempat itu terisi penuh dengan air−dingin. dia ingin dari mimpi buruk ini karena air dingin mampu membangunkan orang dari mimpi. Dia membiarkan tubuhnya termakan air sepenuhnya. Air itu menjilatnya menusuk hingga ke porinya. Tubuhnya sangat dingin. dia menyadarkan kepalanya pada sisi bath ub itu.

Kedinginan yang menyenangkan, batinnya. Tanpa dia sadari tubuhnya semakin lama semakin merosot masuk ke dalam air. Dia tidak menyadarinya sedikitpun. Bukannya bangun justru dia semakin berani. Jika dengan ini aku mampu menebus dosaku pada semuanya, aku tidak takut.

Tubuhnya sudah tenggelam sempurna menyisakan gelembung-gelembung yang keluar dari dalam air. Napasnya tersengal. Parunya penuh dengan air. Pandangannya menggelap.

Maaf. Maafkan aku semuanya.

.

.

.

Tunggu aja yew, berita kematiannya 😜😜😝

Oh iya, kalian setuju gak kalo cerita ini up dua kali seminggu?? kalian mau hari apa sama apa? Atau lebih setuju sekali seminggu atau ga up deh sekalian hehe.

Soalnya aku lagi butuh deadline biar nulisnya ga ngaret sama leha-leha. selama ini aku nulis itu berdasar mood, jadi kalo lagi badmood biasanya nyampe sebulan juga kagak up.

kemaren-kemaren aku masih punya stock bab dan sekarang dah habis. Jadi ya gini,

Mohon dukungannya ya.

Love you,

Next chapter