webnovel

BASTARD, YOU STOLLEN MY KISS

Gadis itu mengerjap-ngerjap bangun dari pingsannya. Beginikah jika sentimental memandumu dalam raut hidup yang menyiksa. Dia melihat sekeliling−masih tempat yang sama dengan tempat dia dipaksa untuk melakukan pengguguran oleh lelaki yang ternyata ayah dari anak itu. Dengan takut dia memegang bagian bawah perutnya. Mengusapnya dengan agak sedikit meringis.

"Kamu masih di sana kan baby?" kesedihannya menggelegak. "Kamu masih ada di perut mommy kan?"

"Kau sudah siuman?" Gea tak menjawab alih-alih memandang Raisa yang berada tak jauh dari dirinya. Mendekat sambil membawa segelas air.

Mata Gea langsung memanas mengingat bahwa dokter kandungan itu ternyata masih ada di ruang ini. Apakah dia berhasil menggugurkan babyku tanpa sepengetahuanku, batinnya terus bertanya menyisakan bongkahan molekul kesedihan yang membekas.

Tangannya memegang perut lalu menangis sejadi-jadinya. "Hay tenanglah." Ucap renata sambil mengulurkan gelas berharap Gea akan mengambilnya karena sejujurnya dia sudah pegal memegang gelas penuh air ini sejak tadi. "Ini minumlah." Satu tangan Gea yang bebas mengambil gelas itu tanpa mau repot-repot meminumnya.

"Jika kau menangis karena kandunganmu takut digugurkan, maka kandungsan itu masih aman di perutmu." Gea tetap tak percaya, namun tangan yang tadi menyentuh perut dengan takut beralih menjadi mengurut dada. Ada sedikit kesedihannya yang terakangkat. Dia kemudian melihat pada gelas ditangannya. Hanya memainkannya tak meminumnya. Dia takut jika dalam minuman itu ada racunnya. Atau sejenis ramuan penggugur kandungan.

"Hey berhentilah memandangiku dan memainkan minuman itu. Itu aman aku jamin. Minumlah." Haus yang seakan menggorok lehernya karena sejak tadi dia hanya terus menangis saja mendengar itu dia menenggaknya sampai minuman itupun tandas. Dia bernapas lega. Mulai agak tenang.

Diliriknya Raisa dengan mata biru bulatnya. "Terima kasih."

"Hmm."

"Jam berapa sekarang?" Hanya itu yang Gea pikirkan. Dia ingin pulang tak mau di sini lagi. Dia takut. Takut jika bayinya sebenatr lagi akan direnggut darinya.

"Lima sore." Raisa melirik jam dipergelangan tangannya yang tersembunyi di bawah sneli−jas dokter putihnya.

Dia tersenyum lalu berucap pada Gea. "karena kamu sudah bangun aku rasa ini saat yang tepat untuk kita melakukan yang tadi tertunda. Kamu siap?" tanyanya memastikan.

"Aku tidak akan pernah siap." Geramnya menahan tangis yang kembali menyapa. Beserta ketakutannya yang kembali hadir. "Aku tidak akan pernah menggugurkannya. Dia adalah satu-satunya yang aku punya sekarang. Dia adalah bagian dari lelaki yang aku cintai."

"Kurasa kau hanya terobesesi dengannya." Matanya awas sesekali melihat Gea. Bisa ssaja gadis itu kabur kan? Dia tengah menyiapkan alat-alat seperti monitor, pisau bedah, alat suntik−yang Gea yakin itu adalah alat penggugur kandungan.

"Kau tak akan melakukannya kan?" ucap Gea parau sarat akan kesedihan yang mendominasi ruangan itu.

"Kenapa tidak?"

Gea menghela napas. Jadi ini akhirnya ya, akhir dari segalanya. "Apakah kau pernah merasakan kebahagiaan karena sebentar lagi kau akan menjadi ibu. Melahirkan bayi yang ternyata setengah bagian dari kehidupanmu." Tatapannya menerawang membayangkan dirinya yang tengah terlelap di malam hari harus bangun karena tangisan bayi yang telah dilahirkannya.

"Apakah kau pernah merasa jika kau ternyata akan menghadirkan nyawa baru di dunia. Menghapus segala kesedihan yang senantiasa mengiringimu karena taawa sekalnya. Lucu sekali.

Kebahagiaan yang tak setimpal dengan apa oun. Melihat anak kecil meamnggilmu ibu."

"sebenarnya apa yang sedang kau bicarakan. Kau tidak berniat mengulur waktu atau membuatku kasihan, lalu menghentikan semua ini.jika itu maumu jawabnnya adalah tidak mungkin. Aku tetap akan melakukannya karena mereka berdua adalah temanku."

"Tidak. Harga diri rendahku tidak pantas memintanya darimu. Tapi bolehkah aku sedikit bercerita padamu." Kata Gea setengah menangis.

"Aku dilahirkan dari keluarga berada. Bahagia bersama orang tua yang menyayangimu dan kakak perempuan yang juga mencintaimu. Teman-teman yang selalu mendukungmu" Raisa hanya melirik sekilas lalu mengisi alat suntiknya dengan obat bius. Dia memakai sarung atngan dokternya lalu memasang infus ditangan Gea.

***

Gea kecil tengah bermain boneka Bersama Kinan di ruang tamu. Asyik sekali. Mereka tengah menungguorang tuanya dari Rusia sehabis dari keluarganya. Gea dan Kinan tak diajak karena mereka harus sekolah. Bunyi telepon keluarga tiba-tiba berdering.

"Bia raku yang angkat kak." Ucap Gea yang masih berumur lima belas. Dia berdiri lalu mengangkat telepon.

"Ha-halo."

"Apa benar ini kediaman keluarga Satya?"

"Iya itu ayah saya. Ada apa ya? Ini siapa?" tanyanya dengan perasaan cemas.

"Ini dari pihak rumah sakit. Ayah dan ibu anda mengalmi kecelakaan. Tolong segera ke rumah sakit X"

Gea terduduk. Telepon ditangannya jatuh begtu saja. Tubuh yang tadi berdiri ceria itu meluruh ke lantai marmer yang dingin. Menangis sesenggukan. Kinan yang khawatir segera menghampirinya.

"Gea tadi siapa yang telepon?" seraya mengusap-ngusap punggung adik kecilnya itu. "ke-kecelakan."

"Siapa yang kecelakaan Ge?"

"Ayah sama mama."

"apa? Kita harus segera ke sana." Kinan bangkit lalu memapah adiknya ke garasi.

"Apa mereka akan baik-baik saja kak? Aku takut." Sepanjang jalan Gea tak henti-hentinya bertanya. Dan Kinan takt ahu harus menjawab apa.

Ketika mereka berada di rumah sakit semuanya berakhir.

Gea dirundung duka terus-terusan.

Satu bulan berikutnya setelah kematian kedua orang tuanya, Kinan menghilang. Meninggalkan Gea kecil sendirian.

***

"Omong kosong macam apa yang kau katakan." Raut wajah Raisa datar. "Aku rasa ini adalah balasan setimpal karena keegoisanmu untuk memiliki Dirga. Padahal kamu tahu sendiri dia sudah bertunangan. Dan semuanya berakhir. Bayimu dan kamu. Aku harap kamu meninggalkannya setelah ini."

"Aku mohon." Gea merendahkan harga dirinya di hadapan dokter kandungan itu.

"Selalu ada harga mahal yang harus dibayar."

Gea pasrah. Tak bisa berbuat banyak. Selain tubuhnya yang lemas tenaganya pun sudah habis. Gea rasa ini akhirnya. Gea menutup matanya tak siap melihat kenyataan yang meanantinya.

BRAKKK.

"Halo mantan pacar, eh kakak ipar"

Gea membuka matanya melihat orang yang tengah berdiri diambang pintu. Gea mengenalnya, itu adalah lelaki yang sama yang tadi menyelamatkan Gea dilorong rumah sakit ini. Lelaki ini mungkinkah utusan Tuhan untuk menyelamatkannya. Gea sedari tadi berdoa.

"Eh kamu lagi ada kerjaan ya?" tanpa izin lelaki itu rebahan di sofa.

"Bocah edan." Raisa mendengus lalu menghampirinya. "Keluar kamu dari ruanganku." Sembur dokter kandungan itu. "Aku ada kerjaan."

"Eh kok sama mantan marah-marah. Eh- adik ipar maksudnya. Ketahuan kalo kamu belum move on." Hal itu membuat Raisa geram. "Uh manisnya mantan pacar kalo lagi marah." Tangannya menyentuh dagu Raisa hendak menciumnya namun urung dia lakukan. Padahal Raisa sudah tutup mata.

"Kakak ipar pengen dicium ya." Raisa yang masih menutup mata pun mendorongnya.

"Hentikan DEVAN. Aku mohon."

Gea takt ahu harus berbuat apa selain bungkam sambil menonton drama picisan di hadapnnya.

"Aku tahu, kharismaku lebih besar dari pada pesona kakak culunku."

"Jangan menyebutnya sembarangan. Dia suamiku."

"Bukannya pelampiasan ya?" ucap Devan sinis.

"Sok tahu. Dia penyelamatku dari seorang player busuk."

"Heh player busuk ya, begitu?" dia menghampiri Gea yang berbaring.

"Loh kok kaya kenal, kita pernah bertemu sebelumnya."

Gea mengangguk lalu tersenyum. "Tolong aku" Gea menatap dewa penyelamatnya.

"Hah?" Devan menatap Raisa.

"Jangan coba-coba." Raisa memperingatkan.

"Diam au menggugurkan kandunganku. Tolong aku." Gea semakin memohon. Raisa mendekat.

"STOP." Devan mengarahkan satu tangannya untuk menahan Raisa. Kemudian melepas infus yang berada di tangannya.

"APA YANG KAU LAKUKAN?" sentak Raisa marah.

"Hanya menolong."

"Kau tak tahu siapa yang kau tolong."

"Begitukah?" Devan memapah Gea keluar dari ruangan itu.

"Hei mantan, aku akan melepasmu karena sudah punya mainan baru. Bye" Tangannya menyentuh bibir lalu melakukan kiss jarak jauh yang membuat mual.

Mereka berdua kemudian masuk ke mobil Devan. Lelaki itu kemudian menjalankan kemudinya. Dari jendela Gea melihat Raisa mengetuk-ngetuk kaca membabi buta.

"Devan hentikan mobilnya." Tak menggubris, Devan justru menjalankan mesin dan mobil itu pun melesat.

Arah tujuan yang tak jelas sempat membuat Gea khawatir bahwa dia akan diculik, namun jauh di depan sana dia melihat sebuah villa yang lumayan bagus. Apa ini puncak?

"Tu-tuan. Terimakasih kau telah menolongku." Kata Gea sambil menundukan wajah. Dia lupa bahwa dia belum sempat mengucapkan kata terimakasih pada dewa penolongnya. Lelaki itu kemudian meliriknya setelah memarkirkan mobil di pelataran bangunan itu.

"Kau tahu kalua tidak akan pernah ada yang gratis di dunia ini?" godanya sambil mendekati Gea. Tangannya menyentuh tubuh Geaa membuat sisi lain dari wanita itu berdesir.

"Ap-apa yang akan Anda lakukan Tuan." Gea ketakutan setengah mati saat wajah lelaki itu kian mendekat. Devan meniup telinganya sambil berbisik. "Kau tahu betul akum au apa?"

Wajah itu kian mendekat lalu meniup wajah Gea yang memanas. Merah merona. Pasti lelaki ini akan menciumku, pikirnya. Satu, Gea mengitung dalam hati. Dua. Tiga. Loh, loh kenapa belum? Apa ini bukan lelaki brengsek?

KLIK. Terdengar bunyi seatbelt yang dilepas. Oh My Gosh, ternyata…

"Berharap kucium, princess." Dia menjauhkan dirinya dari atas tubuh Gea. Wajah wanita itu sudah merah padam menahan malu. Sebegitu mupengnya dia? Mengapa rasanya murahan sekali.

"Tidak." Setengah berteriak dia menahan malu. Bibirnya mencebik menahan kesal terhadap lelaki itu. Dengan penuh harga diri dia berbalik hendak membuka apintu mobil akan tetapi tangannya ditahan membuat gadis itu menghadap si lelaki.

CUPP. Ciuman singkat yang membekas.

"Kau," tunjuk Gea pada lelaki itu. "Kau berani mencurinya." Gea menyentuh pusat bibirnya dengan telunjuknya. Betapa kurang ajarnya lelaki ini. Tidakkah dia tahu bibir ini hanya milik Digo.

"Sudahlah, lagian tadi tidak bisa disebut ciuman." Membuat mata Gea melotot hendak keluar.

"Ayolah." Bujuk lelaki ini. "atau kau mau ku tunjukan bagaimana itu sebuah ciuman yang intim?"

"GO TO THE HELL, bastard" ledakan tawa yang memekakan telinga semakin membuat Gea sebal.

Lelaki ini benar-benar.

-to be continued-

.

.

.

Kalian ngeship siapa?

Gea-Digo

Gea-Devan

Digo-Renata

Pilih ya, thank you

Love you all

Next chapter