8 The Austin's Suspicion

Sudah hampir dua Minggu penuh sejak kepergian Aldrich dari mansion untuk pergi ke Italy, selama itu juga Nora menghabiskan waktunya untuk bekerja seperti ibu rumah tangga pada umumnya.

Sebenarnya sedikit lucu baginya yang masih berumur hampir tujuh belas tahun sudah menjadi ibu rumah tangga. Panggilan Mommy jika ia memiliki anak kelak membuat telinganya jadi berdegung geli. Dia bisa di kategorikan menikah muda, sedangkan Aldrich yang sudah menjadi suaminya merupakan pria yang matang dan memiliki karir yang sukses gemilang di dunia bisnis.

Nora berjalan menuju kaca full body yang terletak sejauh lima meter dari ranjang miliknya. Ia tersenyum lebar ketika melihat tubuhnya yang mulai gemuk, selama beberapa Minggu ini waktu tidurnya terus teratur karena tidak menunggu Aldrich pulang malam lagi dan beban pikirannya mulai berkurang karena kepikiran tentang suaminya yang terus saja berbuat dosa pada wanita yang di sukainya.

Lingkaran hitam yang ada di bawah matanya bahkan sudah menghilang. Namun meski kepergian Aldrich membawa dampak baik bagi kesehatannya, namun justru hal itu berdampak buruk pada hatinya. Ia benar-benar merindukan Aldrich.

Hari pertama memang menyesakkan dada, hari kedua terasa mencekik leher hingga hari ketiga tanpa pertemuan, rasanya seperti kehilangan akal.

Apa Aldrich baik-baik saja di sana? Bagaimana kabarnya sekarang? Apa dia sudah makan-- dan apa dia juga memikirkan Nora seperti Nora memikirkan dirinya? Pertanyaan-pertanyaan itu terus saja terngiang-ngiang di kepala Nora.

Nora menghela napas panjang, gadis itu berjalan mundur dan mendudukan diri di tepi ranjang, gadis itu menatap benda pipih yang ada di hadapannya, meraihnya dengan jeari yang mulai bergerak di atas keyboard ponselnya dan terakhir menekan tombol panggilan berwarna hijau.

Ia berniat menghubungi Aldrich. Di panggilan pertama suara operator mulai menjawab jika nomor yang sedang di tuju tidak dapat menerima panggilan. Nora mencoba untuk kedua kalinya, namun lagi-lagi suara operator yang menjawab sekali lagi namun nihil, lagi-lagi tidak di angkat dan hari ini Nora memutuskan untuk menyerah menghubungi Aldrich.

Bukan pertama kalinya bagi Nora menghubungi suaminya, tapi ia sudah menghubungi Aldrich berkali-kali sejak beberapa hari yang lalu, namun sampai sekarang pria itu tidak pernah mengangkat panggilannya. Walau pernah sekali, tapi saat itu Aldrich hanya terus saja memarahi Nora bahkan sebelum gadis itu berbicara, ia malah sudah langsung memutuskan panggilannya sepihak.

Nora meletakkan benda sejuta umat itu di atas ranjang seraya menghembuskan napas panjang. Namun harapannya kembali muncul ketika mendengar deru mobil yang memasuki mansionnya.

Nora segera berdiri dari duduknya dan berlari menuju lantai dasar untuk menemui Aldrich, namin dalam sekejap langkahnya langsung terhenti ketika melihat mobil yang terparkir rapi di pekarangan mansion bukanlah mobil metalik berwarna hitam seperti milik Aldrich.

Tapi yang kini sedang terparkir rapi di mansion adalah mobil sport berwarna merah, menampakkan batang hidung Austin, kakaknya.

Bahu Nora merusut turun ke bawah.

"Hai Princess," sapa Austin dan berjalan mendekati Nora, mencium singkat kening adiknya itu seraya mengacak rambutnya gemas.

"Di you miss me?" bisik Austin dengan menunduk, menyamakan tingginya dengan tubuh pendek Nora dan berbisik di telinganya.

"Yes! Yes!" aku Nora dengan mengangguk semangat dan memeluk erat tubuh kakak satu-satunya itu.

Austin terkekeh kecil, pria itu membalas pelukan adiknya dengan erat dan terus mengecup puncak kepalanya dengan gemas.

"Kita sudah lama tidak berjumpa taou sifatmu tetap saja masih seperti anak kecil." Austin terkekeh kecil di akhir kalimatnya, sedangkan Nora kini langsung memajukan bibirnya beberapa senti ke depan, mencebik kesal mendengar perkataan kakaknya itu.

"Aku penasaran bagaimana Aldrich menghadapi sifat childismu," lanjutnya lagi yang langsung membuat ekspresi wajah Nora berubah kusut dan untungnya tidak di sadari oleh Austin.

Jika Aldrich sepengertian kakaknya mungkin Sekarang Nora benar-benar bahagia mendapat perhatian seperti ini. Namun kenyataan sesungguhnya harus ia telan baik-baik.

Sekarang ia hanya perlu berpura-pura agar kakaknya Austin tidak tau jika Aldrich bersikap jauh berbeda dari yang sebelumnya, sebelum mereka menikah dulu.

Ia takut jika sampai Austin tau dan memberi tahu kedua orang tuanya tentang sikap Aldrich, mungkin mommy dan daddy-nya sudah pasti akan memaksanya untuk bercerai dengan pria itu-- dan Nora tidak mau hal itu terjadi, ia yakin masih percaya jika Aldrich akan berubah seperti semula.

Yang perlu ia lakukan sekarang adalah memerankan drama ini dan terus berpura-pura sejenak agar kakaknya tidak curiga meski benar-benar sulit dan menyakitkan!

"Ada apa Princess, kenapa melamun hem? Ayo masuk." Austin meraih tangan mungil adiknya dan membawanya memasuki mansion kembali.

"Sebenarnya aku datang ke sini untuk makan. Aku benar-benar lapar sekarang," akunya di sela-sela perjalanan dengan mengusap kecil tengkuknya.

Nora yang mendengar itu segera menoleh, menatap Austin yang terkekeh tanpa dosa, "Kenapa kau tidak pulang ke mansion atau pergi ke restoran terdekat saja?"

"Mansionmu lebih dekat saat aku mau melewati tempat ini," aku Austin dan terus melangkahkan kakinya memasuki dapur.

"Di mana para pelayan?" tanyanya heran setelah mendudukan diri di atas kursi meja makan.

"Mereka sedang berada di belakang mansion. Aldrich membuatkan sebuah rumah untuk mereka agar tinggal di sana dan aku menyuruh mereka untuk beristirahat sejenak sementara Aldrich masih belum pulang. Lagi pula tidak ada pekerjaan berat sekarang," aku Nora dengan berjalan menuju meja pantry untuk memanaskan lasagna yang tadi di buatnya dengan iseng, tapi ternyata sekarang ada gunanya juga.

"Lalu siapa yang akan memasak untukku?" tanya Austin kemudian.

Nora meletakkan lasagna tersebut ke dalam microwave dan setelah itu berjalan mendekati Austin, mendudukan diri tepat di depan pria itu.

"Aku baru saja memasak lasagna tadi pagi. Kau makan itu saja, aku sedang memanaskannya sekarang. Dan aku juga terlalu malas memasak lagi," aku Nora yang langsung membuat senyum jahil Austin terbit seketika.

"Ternyata kau sudah pintar memasak sekarang," akunya dengan terkekeh kecil.

Nora balas terkekeh, ia melakukan hal ini hanya demi Aldrich, semuanya demi pria itu karena ingin menjadi istri yang baik dan tentunya ahli di dapur.

Setelah merasa lasagna-nya sudah panas, gadis itu pun segera berdiri dari duduknya, berjalan menuju meja pantry untuk mengambil lasagna tersebut, setelahnya ia pun langsung meletakkan lasagna itu di hadapan Austin.

"Makanlah," gumamnya dan kembali mendudukan diri di kursi.

"Aldrich dimana? Sedari tadi aku tidak melihatnya," gumam Austin di sela-sela makanannya.

"Dia sedang berada di Italy untuk urusan bisnis."

Perkataan Nora membuat Austin menghentikan aktivitas makannya sejenak walau akhirnya kembali melanjutkan makanannya.

"Berapa lama?"

"Satu bulan,"

"Uhuk-uhuk!" perkataan polos Nora membuat Austin langsung terbatuk-batuk.

"Dia pergi selama itu?" tanya nya dengan tatapan tidak percaya.

Nora mengangguk singkat dan menyandarkan dagunya pada tangannya yang bertopang di atas meja.

"Kenapa selama itu?"

"Ada masalah perusahaan," balasnya singkat dengan berusaha terlihat santai meski kini jantungnya berdegup kencang.

"Tapi kenapa dia tidak membawamu. Nora, satu bulan itu bukanlah waktu yang cepat, entah apa yang dia lakukan di sana dan kau benar-benar membiarkan suamimu begitu saja?" tanya Austin yang kini sudah menghentikan aksi makannya.

"Austin." Nora mengulurkan atau tangannya dan menggenggam tangan kakaknya itu.

"Ini bukan salah Aldrich, tapi salahku. Sebelum pergi ia sudah menawariku untuk ikut tapi aku menolak."

"Why?" potong Austin cepat.

Nora menelan salivanya kasar, sedikit merasa bersalah karena telah membohongi kakaknya, dalam hati ia selalu berdoa semoga tidak akan ada kebodohan-kebodohan lain yang lebih parah. Ya, meski Nora kurang yakin karena selama ini kerusakan rumah tangga mereka tidak di ketahui oleh keluarganya termasuk keluarga Aldrich.

"Aku hanya tidak ingin fokus Aldrich terbagi jika aku ada di sana. Lagi pula pria itu pergi bukan untuk bersenang-senang tapi ia sedang menyelesaikan masalah perusahaan."

avataravatar
Next chapter